Penyelesaian Perselisihan Pembayaran Upah Atau Uang Pesangon di Luar

BAB III PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMBAYARAN UPAH ATAU UANG

PESANGON MENURUT UU NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

A. Penyelesaian Perselisihan Pembayaran Upah Atau Uang Pesangon di Luar

Pengadilan Non Litigasi Prinsip hubungan industrial Pancasila yang dianut di Indonesia harus dipergunakan sebagai acuan dalam mengatasimemecahkan berbagai persoalan yang timbul dalam bidang ketenagakerjaan. Dalam Hubungan Industrial Pancasila, setiap persoalan yang terjadi dalam suatu perusahaan dan masalah-masalah ketenagakerjaan lain yang timbul harus diselesaikan secara kekeluargaan atau musyawarah untuk mencapai mufakat. 215 Namun demikian, tidak semua persoalan yang timbul antara pekerjaburuh atau serikat pekerjaburuh dengan pengusaha perusahaan atau gabungan pengusaha perusahaan atau antar serikat pekerjaburuh dalam suatu perusaahaan dapat diselesaikan secara kekeluargaan atau musyawarah. Hal ini antara lain disebabkan karena adanya perbedaan pemahaman atau persepsi mengenai berbagai hal yang berkenaan dengan hubungan kerja dan atau syarat-syarat kerja lain, sehingga timbulnya perselisihan hubungan industrial tidak dapat dihindari. 216 Sebelum dikeluarkannya UU PPHI, penyelesaian perselisihan yang terjadi antara pengusaha dengan pekerjaburuh diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 1957 215 Lalu Husni, Op.Cit, hal. 39. 216 Ibid, hal 39-40. tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan dan badan yang berwenang untuk menyelesaikan perselisihan tersebut adalah Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan P4, yang ditingkat daerah disebut Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah P4D dan ditingkat pusat disebut dengan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat P4P. Tetapi oleh karena peraturan perundang- undangan yang mengatur tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang ada dalam UU Nomor 22 Tahun 1957 yang dipergunakan sebagai landasan dalam penyelesaian hubungan industrial selama ini dirasa tidak dapat lagi mengakomodasi perkembangan-perkembangan yang terjadi khususnya mengenai hak-hak pekerjaburuh perseorangan belum terakomodasi untuk menjadi pihak dalam perselisihan hubungan industrial. Selain itu dengan ditetapkannya putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat P4P sebagai objek sengketa Tata Usaha Negara, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, maka jalan yang harus ditempuh baik oleh pihak pekerjaburuh maupun oleh pengusaha perusahaan untuk mencari keadilan menjadi semakin panjang, 217 sehingga belum dapat mewujudkan penyelesaian secara sederhana, cepat, adil dan biaya murah. Dengan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut dikeluarkanlah UU PPHI yang dianggap dapat mengakomodir perkembangan- perkembangan yang terjadi dalam penyelesaian hubungan industrial dan dengan waktu penyelesaian yang tidak terlalu lama. 217 Lihat penjelasan umum atas UU Nomor 2 Tahun 2004. Dengan diundangkannya UU PPHI tersebut, maka UU Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan dan UU Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja Di Perusahaan Swasta dinyatakan tidak berlaku lagi sehingga penyelesaian masalah perselisihan hubungan industrial yang terjadi sejak diberlakukannya UU PPHI harus mengacu pada ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang ini. Pasal 2 UU PPHI membagi perselisihan hubungan industrial menjadi 4 empat jenis, yaitu : 1. Perselisihan hak : yaitu perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, perjanjian perusahaan, atau perjanjian kerja bersama Pasal 1 angka 2 ; 2. Perselisihan kepentingan : yaitu perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama Pasal 1 angka 3 ; 3. Perselisihan pemutusan hubungan kerja : yaitu perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak Pasal 1 angka 4 ; 4. Perselisihan antara serikat pekerjaserikat buruh : yaitu perselisihan antara serikat pekerjaserikat buruh dengan serikat pekerjaserikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan Pasal 1 angka 5. Jenis-jenis perselisihan hubungan industrial tersebut menurut UU PPHI wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui musyawarah untuk mufakat yaitu melalui perundingan bipartit. 218 Apabila usaha penyelesaian melalui bipartit gagal maka dilakukan usaha penyelesaian melalui tripartit yaitu dengan jalan mediasi, konsiliasi, maupun arbitrase. Jika usaha penyelesaian melalui tripartit juga menemui kegagalan, para pihak baru dapat meneruskan perselisihannya melalui jalur litigasi yaitu dengan cara menggugat pihak lain ke Pengadilan Hubungan Industrial. Dari jenis-jenis perselisihan hubungan industrial tersebut, tidak dibayarnya upah atau uang pesangon pekerjaburuh oleh perusahaan termasuk dalam kategori perselisihan hak, sehingga penyelesaiannya melalui proses non litigasi menurut UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :

1. Penyelesaian Perselisihan Melalui Bipartit

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Atas Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Memutus Perkara Kepailitan Dengan Adanya Klausul Arbitrase Dalam Perjanjian Para Pihak Yang Bersengketa

3 84 83

Analisis Hukum Putusan Pengadilan Agama Yang Memutuskan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Tidak Berkekuatan Hukum (Studi Kasus : Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No. 52/Pdt.G/2008/PA-TTD jo. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Sumatera Utara No. 145/Pdt.G

3 62 135

Sikap Pengadilan Terhadap Penyelesaian Sengketa Atas Merek Dagang Terkenal (Studi Pada Putusan Pengadilan Niaga Medan)

1 33 187

Kewenangan Kreditur Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No. 05/ PKPU/ 2010/ PN. Niaga – Medan)

2 52 135

Analisis Yuridis Kompetensi Pengadilan Niaga Dalam Perkara Kepailitan (Studi Kasus Terhadap Putusan Nomor 65/PAILIT/2010/PN.NIAGA.JKT.PST)

1 81 151

Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Mengadili Tuntutan Pekerja/Buruh Atas Upah Atau Uang Pesangon Yang Tidak Dibayar Oleh Perusahaan (Analisa Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No. 49/Pailit/2004/PN.Niaga/Jkt. Pst Dan Putusan Pengadilan Niaga No. 41/Pailit/2

7 174 169

Analisis Utang Pada Beberapa Putusan Perkara Kepailitan Pada Pengadilan Niaga Dan Mahkamah Agung

0 23 56

Penetapan Sementara Pengadilan Niaga Dalam Hukum Merek Di Indonesia

0 23 150

Kedudukan Hukum Penjamin (Personal Guarantee) dengan Pembebanan Hak Tanggungan dan Akibat Hukum Kepailitan Perseroan Terbatas (Studi Putusan Pengadilan Niaga No. 31/Pailit/2011/PN.Niaga.Sby)

2 11 9

Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Merek Dagang Asing di Indonesia (Analisis Putusan Pengadilan Niaga Nomor:69/PDT.SUS/Merek/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst.)

1 16 0