1. Secara Teoritis
a. Apabila nilai gugatan dibawah Rp. 150.000.000,00,- seratus lima puluh juta
maka pihak-pihak yang berperkara tidak dikenakan biaya termasuk biaya eksekusi dalam proses beracara di Pengadilan Hubungan Industrial Pasal 58
UU PPHI. Sedangkan apabila tuntutan diajukan ke Pengadilan Niaga, pekerjaburuh akan dikenakan biaya pendaftaran permohonan yang besarnya
tergantung dari jarak panggilan para pihak yang berperkara.
277
b. Hakim PHI yang memeriksa perkara selain terdiri dari hakim karir sebagai
ketua majelis, juga terdiri dari hakim ad-hoc yang berasal dari unsur serikat pekerjaserikat buruh dan dari unsur organisasi pengusaha Pasal 88 ayat 1
dan 2 juncto Pasal 63 ayat 2 UU PPHI, yang diharapkan menguasai bidangnya masing-masing dengan lebih baik sehingga putusan yang
dijatuhkan juga diharapkan dapat lebih tepat dan lebih memberikan rasa keadilan kepada masing-masing pihak.
c. Kemungkinan besar penuntutan hak pekerjaburuh atas upah beserta hak-hak
lain melalui PHI lebih dapat dipenuhi dibandingkan melalui Pengadilan Niaga, karena seluruh harta perusahaan menjadi sumber pelunasan utang dan
hasil bersih eksekusi harta perusahaan dipakai untuk membayar tuntutan pekerjaburuh terhadap upah atau uang pesangon tersebut. Hal ini berbeda
apabila tuntutan diajukan ke Pengadilan Niaga, walau permohonan
277
Menurut Agus Subroto, saat bertugas sebagai hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, biaya pendaftaran permohonan pernyataan pailit adalah sebesar Rp. 5 juta untuk tingkat pertama dan
Rp. 10 juta untuk tingkat kasasi.
pekerjaburuh untuk mempailitkan perusahaan tempatnya bekerja dikabulkan oleh Pengadilan Niaga, tetapi hak pekerjaburuh berupa upah yang
belumtidak dibayar oleh perusahaan yang telah dinyatakan pailit tersebut hanya menduduki peringkat keempat setelah utang pajak, kreditor separatis
sebagai pemegang hak tanggungan, gadai, fidusia, hipotik, dan kreditor preferens dengan privilege khusus,
278
maupun untuk upah kurator, sehingga kadang-kadang sisa harta perusahaan tidak cukup untuk membayar upah
pekerjaburuh karena telah dibagikan terlebih dahulu dengan pihak-pihak tersebut. Sedangkan bagi pengusaha perusahaan apabila tuntutan
pekerjaburuhnya tersebut dikabulkan oleh Pengadilan Niaga maka demi hukum ia kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya
yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan Pasal 24 ayat 1 UUK dan PKPU.
d. Pasal 96 ayat 1 UU PPHI menentukan bahwa dalam persidangan pertama,
pekerjaburuh dapat memohon kepada majelis hakim agar segera menjatuhkan putusan sela berupa perintah kepada pengusaha perusahaan untuk membayar
upah beserta hak-hak lainnya yang seharusnya diterima oleh pekerjaburuh yang bersangkutan. Dan majelis hakim harus mengabulkan permohonan
tersebut apabila secara nyata-nyata pihak pengusaha perusahaan terbukti tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155
ayat 3 UU Nomor 13 Tahun 2003. Dan selama pemeriksaan sengketa masih
278
Lihat Siti Anisah, Op.Cit, hal. 350.
berlangsung, putusan sela tersebut tidak juga dilaksanakan oleh pengusaha perusahaan, maka dilakukan sita jaminan dalam sebuah penetapan dimana
baik putusan sela maupun penetapan tersebut tidak dapat digunakan upaya hukum Pasal 96 ayat 3 dan 4 UU PPHI.
e. Waktu penyelesaian perkara melalui PHI relatif lebih cepat dari penyelesaian
melalui Pengadilan Niaga dimana apabila melalui PHI, maka putusan harus diucapkan selambat-lambatnya 50 lima puluh hari kerja terhitung sejak
sidang pertama Pasal 103 UU PPHI sedangkan apabila melalui Pengadilan Niaga, putusan dijatuhkan paling lambat 60 enam puluh hari setelah tanggal
permohonan pernyataan pailit didaftarkan Pasal 8 ayat 5 UUK dan PKPU. f.
Sama halnya dengan kepailitan, terhadap putusan PHI tidak ada upaya hukum banding tetapi langsung kasasi Pasal 110 UU PPHI dan dalam putusan PHI
juga dapat diperintahkan agar dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun putusan PHI diajukan perlawanan atau kasasi uitvoerbaar bij voorraad
Pasal 108 UU PPHI.
2. Secara Praktis