Jika Perjanjian Bersama tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah Perjanjian Bersama didaftarkan untuk mendapatkan penetapan eksekusi. Dalam hal pemohon eksekusi
berdomisili di luar Pengadilan Negeri tempat pendaftaran Perjanjian Bersama, maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi untuk diteruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang
berkompeten melaksanakan eksekusi.
224
2. Penyelesaian Perselisihan Melalui Mediasi
Dalam hal perundingan dalam menyelesaikan perselisihan pembayaran upah atau pesangon yang dilakukan oleh pihak pekerjaburuh dan pihak perusahaan
menemui kegagalan, maka salah satu pihak atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan
setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya penyelesaian melalui bipartit telah dilakukan. Jika tidak ada bukti telah dilakukan perundingan bipartit, maka instansi
tersebut akan mengembalikan berkasnya untuk dilengkapi paling lambat dalam waktu 7 tujuh hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya pengembalian berkas.
225
Setelah menerima pencatatan dari salah satu atau para pihak, instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada
224
Pasal 7 ayat 5 dan 6; Pasal 13 ayat 3 b dan c; Pasal 23 ayat 2 b dan c UU PPHI.
225
Pasal 4 ayat 1 dan 2 UU PPHI.
para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase. Apabila dalam waktu 7 tujuh hari kerja para pihak tidak menetapkan
pilihan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase, maka instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan
kepada mediator.
226
Penyelesaian melalui konsiliasi menurut ketentuan Pasal 4 ayat 5 UU PPHI dilakukan untuk penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan
hubungan kerja, atau perselisihan antara serikat pekerjaserikat buruh.
227
Sedangkan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui arbitrase menurut ketentuan
Pasal 4 ayat 6 dan Pasal 29 UU PPHI dilakukan untuk penyelesaian perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerjaserikat buruh hanya dalam satu
perusahaan.
228
Apabila melihat dari ketentuan pasal-pasal tersebut, oleh karena perselisihan pembayaran upah atau uang pesangon termasuk dalam perselisihan hak, maka
penyelesaian selanjutnya yang dapat dilakukan oleh pihak pekerjaburuh atau pihak perusahaan adalah hanya melalui proses mediasi.
Mediator dalam waktu selambat-lambatnya 7 tujuh hari kerja setelah menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan, harus sudah mengadakan penelitian
tentang duduknya perkara dan segera mengadakan sidang mediasi.
229
Apabila
226
Pasal 4 ayat 3 dan 4 UU PPHI.
227
Pasal 4 ayat 5 UU PPHI.
228
Pasal 4 ayat 6 dan Pasal 29 UU PPHI.
229
Pasal 10 UU PPHI
penyelesaian melalui mediasi tidak tercapai penyelesaian, maka mediator mengeluarkan anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10 sepuluh hari
kerja sejak sidang mediasi pertama harus sudah disampaikan kepada para pihak. Dan para pihak dalam jangka waktu 10 sepuluh hari kerja setelah menerima anjuran
tertulis juga harus sudah memberikan jawaban secara tertulis kepada mediator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran mediator tersebut. Pihak yang tidak
memberikan pendapatnya dianggap menolak anjuran tertulis.
230
Mediator menyelesaikan tugasnya dalam waktu paling lama selambat-lambatnya 30 tiga
puluh hari kerja terhitung sejak menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan dari instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan.
231
B. Penyelesaian Perselisihan Pembayaran Upah Atau Uang Pesangon Melalui
Pengadilan Hubungan Industrial Litigasi
Dalam hal anjuran tertulis yang telah dibuat oleh mediator untuk
menyelesaikan perselisihan pembayaran upah atau uang pesangon ditolak oleh pihak pekerjaburuh atau pihak perusahaan, maka para pihak atau salah satu pihak dapat
melanjutkan penyelesaian perselisihannya tersebut melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat dengan mengajukan suatu gugatan oleh
salah satu pihak.
232
Upaya hukum melalui pengadilan merupakan upaya terakhir
230
Pasal 13 ayat 2 UU PPHI.
231
Pasal 15 UU PPHI.
232
Pasal 14 dan Pasal 24 UU PPHI.
ultimum remedium oleh para pihak, apabila upaya-upaya di luar pengadilan mengalami kegagalan.
233
Pada asasnya berperkara di Pengadilan Hubungan Industrial tidak jauh berbeda dalam berperkara perdata di lingkungan peradilan umum pada umumnya,
karena hukum acara yang dipakai oleh Pengadilan Hubungan Industrial adalah hukum acara perdata yang berlaku di lingkungan peradilan umum kecuali yang diatur
secara khusus dalam UU PPHI.
234
Gugatan yang dapat diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada tingkat pertama, meliputi seluruh jenis perselisihan hubungan industrial yakni perselisihan
hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerjaserikat buruh dalam satu perusahaan. Sementara
untuk jenis perselisihan antar serikat pekerjaserikat buruh dalam satu perusahaan, perselisihannya dibatasi hanya ditingkat Pengadilan Hubungan Industrial tingkat
pertama yang tidak dapat dimohonkan kasasi ke Mahmamah Agung. Sedangkan perselisihan yang sedang atau telah diselesaikan melalui arbitrase hubungan industrial
tidak dapat diajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial,
235
karena sifat putusannya yang bersifat final dan mengikat para pihak yang berselisih.
236
Pengajuan gugatan pembayaran upah atau uang pesangon yang diajukan oleh pekerjaburuh kepada pengusaha perusahaan tersebut, harus dilampiri risalah
233
Farid Muázd, Op.Cit, hal. 98.
234
Pasal 57 UU PPHI.
235
Pasal 53 UU PPHI.
236
Pasal 51 ayat 1 UU PPHI.
penyelesaian mediasi. Bila tidak dilampiri maka akan berakibat hukum gugatan tersebut akan dikembalikan oleh Hakim kepada pihak penggugat.
237
Pekerjaburuh yang hendak mengajukan gugatan dapat mengajukannya secara langsung atau dapat
pula memberikan kuasa kepada Advokat. Sistem peradilan perdata di Indonesia menganut stelsel yang tidak mewajibkan para pihak yang beracara menggunakan jasa
advokat, seperti halnya pernah berlaku dahulu di zaman penjajahan Belanda, di mana pada Raad Van Justice Pengadilan Tinggi wajib mengggunakan jasa advokat.
Hukum acara perdata pada H.I.RRBg, tidak mewajibkan para pihak untuk menggunakan jasa advokat, sehingga baik sebagai penggugat atau tergugat dapat
langsung menghadap di muka pengadilan.
238
Tetapi apabila pekerjaburuh menghendaki, gugatan pembayaran upah atau uang pesangon juga dapat diajukan
dengan menggunakan jasa seseorang untuk mewakilinya di depan pengadilan. Begitu juga dengan pihak pengusaha perusahaan, ia mempunyai hak untuk diwakili oleh
seorang kuasa untuk menghadapi gugatan pekerjaburuh. Menurut pasal 1792 KUHPerdata, yang disebut pemberian kuasa adalah perjanjian dengan mana seorang
memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.
Tidak semua orang dapat menerima kuasa atau bertindak sebagai kuasa untuk mewakili pihak yang berperkara di depan pengadilan. Dalam hal perselisihan
hubungan industrial dan pihak pekerjaburuh tersebut merupakan anggota serikat
237
Pasal 83 ayat 1 UU PPHI.
238
Pasal 123 ayat 1 HIR147 RBg.
pekerjaserikat buruh, maka serikat pekerjaserikat buruh tersebut dapat mewakili kepentingan pekerjaburuh yang menjadi anggotanya tersebut sebagai pihak di depan
pengadilan.
239
Bagi pihak lain yang bukan merupakan anggota serikat pekerjaserikat buruh tertentu atau bagi pihak pengusaha, menurut ketentuan UU Nomor 18 tahun 2003
tentang Advokat, maka yang dapat menjadi seorang kuasa yang mewakili pihak yang berperkara di pengadilan tersebut adalah advokat sebagai seseorang yang menurut
undang-undang berhak memberikan jasa hukum di dalam maupun di luar pengadilan. Diberlakukannya UU Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat, bukanlah
ketentuan hukum yang mewajibkan para pihak yang berperkara baik di dalam maupun di luar pengadilan. Namun UU Advokat memberikan batasan atau rambu-
rambu bagi siapa saja yang akan menggunakan jasa dan siapa saja yang memiliki kompetensi profesional untuk memberikan jasa hukum, termasuk dalam hal
pemberian kuasa.
240
Apabila gugatan pembayaran upah atau uang pesangon yang diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial melibatkan lebih dari pekerjaburuh,
maka menurut Pasal 84 UU PPHI, gugatan tersebut dapat diajukan secara kolektif dengan memberikan kuasa khusus.
239
Lihat Pasal 25 ayat 1 huruf b UU Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat PekerjaSerikat Buruh dan Pasal 87 UU PPHI.
240
UU Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat sebenarnya mengkriminalisasi setiap tindakan seseorang yang bukan Advokat tetapi mengaku sebagai Advokat. Namun ketentuan
kriminalisasi sebagaimana diatur dalam Pasal 31 UU Nomor 18 Tahun 2003 sudah dianggap tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat lagi berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi RI No.
006PUU-II2004 tanggal 13 Desember 2004.
1. Pengajuan Gugatan