Pengajuan Gugatan Tenggang Waktu dan Kadaluarsa

1. Pengajuan Gugatan

Menurut ketentuan Pasal 81 UU PPHI, maka gugatan mengenai pembayaran upah atau uang pesangon harus diajukan oleh pekerjaburuh kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat pekerjaburuh bekerja. UU PPHI juga tidak mengatur apakah gugatan harus diajukan tertulis atau lisan. Namun apabila kita melihat ketentuan dari Pasal 83 UU PPHI secara implisit undang-undang sebenarnya menghendaki gugatan harus diajukan secara tertulis dimana hal ini bisa dilihat dari adanya kata-kata “dilampiri” dan “menyempurnakan” . Dengan adanya kata-kata tersebut maka dapat disimpulkan bahwa gugatan itu harus diajukan secara tertulis. 241

2. Tenggang Waktu dan Kadaluarsa

Kadaluarsa adalah semacam upaya hukum, sehingga tentang adanya kadaluarsa harus dikemukakan oleh pihak lawan dalam jawabannya. Apabila hal itu tidak dikemukakan, maka kadaluarsa tidak berlaku secara otomatis, dengan lain perkataan bahwa Hakim “harus tinggal diam”. Dan ia tidak diperkenankan untuk 241 Menurut hukum acara perdata, suatu gugatan dapat dilakukan secara tertulis Pasal 118 ayat 1 HIR142 ayat 1 RBg maupun secara lisan Pasal 120 HIR144 ayat 1 RBg. Hal ini didasarkan pada kenyataan pada waktu HIR dan RBg dibuat, orang-orang Indonesia Bumiputera banyak yang belum pandai membaca dan menulis, sehingga kalau ditentukan gugatan harus dibuat dalam bentuk tertulis, maka akan sangat banyak orang-orang Indonesia yang tidak dapat menuntut dan mempertahankan hak perdatanya, hal mana jelas bertentangan dengan rasa keadilan lihat Riduan Syahrani, Op.Cit, hal. 32. Tetapi apabila dalam mengajukan gugatan tersebut telah dikuasakan kepada seseorang, maka kuasa tersebut tidak dapat mengajukan gugatan secara lisan Pasal 144 ayat 1 RBg. “karena jabatan” menyatakan, bahwa persoalan tersebut atau hak untuk menuntut telah kadaluarsa. 242 Tenggang waktu tuntutan mengenai pembayaran upah pekerjaburuh dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja menurut ketentuan Pasal 96 UU Nomor 13 Tahun 2003 menjadi kadaluarsa setelah melampaui jangka waktu 2 dua tahun sejak timbulnya hak. 3. Pengembalian dan Penyempurnaan Gugatan Seperti yang sudah diungkapkan di muka, bahwa gugatan yang diajukan oleh pihak pekerjaburuh mengenai pembayaran upah atau uang pesangon, harus dilampiri risalah penyelesaian melalui mediasi. Penyertaan risalah penyelesaian melalui mediasi bersifat imperatif yang harus dipenuhi oleh penggugat. 243 Hal ini merupakan kekhususan hukum acara penyelesaian perselisihan melalui Pengadilan Hubungan Industrial. Akibat hukum dari tidak dipenuhinya syarat melampirkan risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi tersebut, menurut pasal 83 ayat 1 UU PPHI, maka gugatan yang diajukan akan dikembalikan oleh Hakim kepada penggugat. Pengembalian gugatan kepada penggugat, merupakan kewajiban yang dibebankan undang-undang kepada hakim yang memeriksa dan mengadili sengketa hubungan industrial. 242 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Op.Cit, hal. 192. 243 Lihat ketentuan Pasal 83 UU PPHI. Selain itu, menurut pasal 83 ayat 2 UU PPHI, Hakim Pengadilan Hubungan Industrial mempunyai kewajiban memeriksa isi gugatan dan apabila terdapat kekurangan, Hakim meminta penggugat untuk menyempurnakan gugatannya. Kewajiban Hakim meminta penggugat menyempurnakan gugatan bila materi gugatannya terdapat kekurangan. Mengenai kekurangan gugatan, apakah kekurangan dalam syarat formil atau syarat materiil gugatan, undang-undang tidak menjelaskan lebih jauh. Kewajiban hakim untuk memeriksa isi gugatan dan meminta penggugat untuk menyempurnakan gugatan, pada dasarnya sesuai dengan asas pengadilan membantu pencari keadilan yang termuat dalam pasal 5 ayat 2 UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 5 ayat 2 UU Nomor 4 Tahun 2004 : “Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan”. Hakim di dalam memeriksa perkara perdata bersifat pasif dalam arti kata bahwa ruang lingkup atau luas pokok perkara sengketa yang diajukan kepada hakim untuk diperiksa pada asasnya ditentukan oleh para pihak yang berperkara dan bukan oleh hakim. 244 Asas memberi bantuan dari hakim, sebatas membantu para pencari kedilan untuk mencari jalan keluar terhadap hambatan dalam penyempurnaan yang 244 Pasal 178 ayat 3 HIR189 ayat 3 RBg : “ia Hakim dilarang member keputusan tentang hal-hal yang tidak dimohonkan atau memberikan lebih dari yang dimohon”. tidak sesuai syarat-syarat formil sebuah gugatan, dan bukan membantu menyempurnakan gugatan penggugat sampai masuk kepada materi gugatan dan tuntutan penggugat. Bila demikian, hakim sudah bertindak diluar kewenangan sebagai pihak yang berusaha berdiri ditengah-tengah kepentingan para pihak yang berperkara. 4. Pemeriksaan Di Persidangan Pemeriksaan di persidangan menurut UU PPHI dilakukan dengan pemeriksaan dengan acara biasa dan pemeriksaan dengan acara cepat. 245 Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan apabila terdapat kepentingan para pihak danatau salah satu pihak yang cukup mendesak yang harus dapat disimpulkan dari alasan-alasan permohonan dari yang berkepentingan. 246 Dan dalam waktu 7 tujuh hari kerja setelah diterimanya permohonan supaya pemeriksaan sengketa dipercepat, Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan tentang dikabulkan atau tidak dikabulkannya permohonan tersebut. 247 Terhadap penetapan tentang dikabulkan atau tidak dikabulkannya permohonan supaya pemeriksaan sengketa dipercepat, tidak dapat digunakan upaya hukum untuk melawan penetapan tersebut. 248 245 Dalam perkara perdata umumnya tidak dikenal acara pemeriksaan cepat, semua perkara diselesaikan dengan menggunakan acara pemeriksaan biasa. Pemeriksaan dengan acara cepat biasanya dikenal dalam hukum acara pidana mengenai pemeriksaan terhadap perkara tindak pidana ringan yaitu tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama 3 tiga bulan atau denda paling tinggi Rp. 7500 tujuh ribu lima ratus rupiah serta dalam pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan. BAB XVI Bagian keenam KUHAP. 246 Pasal 98 ayat 1 UU PPHI. 247 Pasal 98 ayat 2 UU PPHI 248 Pasal 98 ayat 3 UU PPHI Apabila permohonan supaya pemeriksaan sengketa dipercepat dikabulkan, dalam jangka waktu 7 tujuh hari kerja setelah dikeluarkannya penetapan yang mengabulkan permohonan, Ketua Pengadilan Negeri menentukan Majelis Hakim, hari, tempat, dan waktu sidang tanpa melalui prosedur pemeriksaan. 249 Pemeriksaan perkara acara cepat ini dilakukan maksimal 14 empat belas hari kerja, 250 sedangkan untuk penyelesaian pemeriksaan dengan acara biasa dilakukan paling lambat 50 lima puluh hari kerja terhitung sejak hari sidang pertama. 251

5. Upaya Hukum

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Atas Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Memutus Perkara Kepailitan Dengan Adanya Klausul Arbitrase Dalam Perjanjian Para Pihak Yang Bersengketa

3 84 83

Analisis Hukum Putusan Pengadilan Agama Yang Memutuskan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Tidak Berkekuatan Hukum (Studi Kasus : Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No. 52/Pdt.G/2008/PA-TTD jo. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Sumatera Utara No. 145/Pdt.G

3 62 135

Sikap Pengadilan Terhadap Penyelesaian Sengketa Atas Merek Dagang Terkenal (Studi Pada Putusan Pengadilan Niaga Medan)

1 33 187

Kewenangan Kreditur Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No. 05/ PKPU/ 2010/ PN. Niaga – Medan)

2 52 135

Analisis Yuridis Kompetensi Pengadilan Niaga Dalam Perkara Kepailitan (Studi Kasus Terhadap Putusan Nomor 65/PAILIT/2010/PN.NIAGA.JKT.PST)

1 81 151

Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Mengadili Tuntutan Pekerja/Buruh Atas Upah Atau Uang Pesangon Yang Tidak Dibayar Oleh Perusahaan (Analisa Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No. 49/Pailit/2004/PN.Niaga/Jkt. Pst Dan Putusan Pengadilan Niaga No. 41/Pailit/2

7 174 169

Analisis Utang Pada Beberapa Putusan Perkara Kepailitan Pada Pengadilan Niaga Dan Mahkamah Agung

0 23 56

Penetapan Sementara Pengadilan Niaga Dalam Hukum Merek Di Indonesia

0 23 150

Kedudukan Hukum Penjamin (Personal Guarantee) dengan Pembebanan Hak Tanggungan dan Akibat Hukum Kepailitan Perseroan Terbatas (Studi Putusan Pengadilan Niaga No. 31/Pailit/2011/PN.Niaga.Sby)

2 11 9

Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Merek Dagang Asing di Indonesia (Analisis Putusan Pengadilan Niaga Nomor:69/PDT.SUS/Merek/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst.)

1 16 0