Pengertian Utang Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Mengadili Tuntutan Pekerja/Buruh Atas Upah Atau Uang Pesangon Yang Tidak Dibayar Oleh Perusahaan (Analisa Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No. 49/Pailit/2004/PN.Niaga/Jkt. Pst Dan Putusan Pengadilan Niag

mengajukan permohonan pernyataan pailit meliputi kreditor konkuren, kreditor separatis, dan kreditor preferen. Kreditor separatis dan kreditor preferen dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang dimilikinya terhadap harta debitor dan haknya untuk didahulukan. UUK dan PKPU juga menentukan bilamana terdapat sindikasi kreditor maka masing- masing kreditor adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2. 128 Artinya setiap kreditor dalam sindikasi kreditor dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit. Selain itu dalam Pasal 1139 dan 1149 KUHPerdata, serta Pasal 95 ayat 4 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga diakui bahwa kedudukan pekerjaburuh adalah sebagai kreditor yaitu kreditor preferen.

2. Pengertian Utang

Faillissementsverordening tidak mengatur pengertian utang. Meskipun terdapat beberapa terjemahan, namun tidak ada yang secara tegas mendefinisikan apa yang dimaksud dengan utang. 129 Namun demikian, apabila konsisten dengan pandangan bahwa lembaga kepailitan merupakan penjelmaan dari asas yang terkandung dalam Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata, 130 semestinya penafsiran utang 128 Lihat penjelasan Pasal 2 ayat 1 UUK dan PKPU. 129 Lihat Siti Anisah, Op.Cit, hal. 44. 130 Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia, Surabaya: Bina Ilmu, 1990, hal. 23. Lihat pula Kartini Muljadi, “Kepailitan dalam Hubungan dengan Penyelesaian Utang-Piutang”, Makalah Seminar PKPU sebagai Sarana Menangkis Kepailitan dan Restrukturisasi Perusahaan, Jakarta: Kantor Advokat Yan Apul Rekan, 26 September 1998, hal.2; Sri Redjeki Hartono, “Hukum Perdata sebagai Dasar Hukum Kepailitan Modern”, Jurnal Hukum Bisnis Volume 7, Jakarta: Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 1999, hal. 22; Setiawan, “Undang- dalam Peraturan Kepailitan mengacu kepada ketentuan yang terdapat dalam KUHPerdata. 131 Jaminan kepastian pembayaran utang debitor dan kepastian kedudukan kreditor diberikan oleh Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata terhadap hubungan-hubungan hukum yang diatur di dalam Buku Ketiga KUHPerdata tentang perikatan. 132 Perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan, dimana satu pihak mempunyai hak dan di pihak lain mempunyai kewajiban. 133 Perikatan lahir baik karena perjanjian maupun undang-undang. 134 Sama halnya dengan Faillissementsverordening, UU Nomor 4 Tahun 1998 juga tidak mengatur pengertian utang. undang-undang ini hanya menentukan utang yang tidak dibayar oleh debitor adalah utang pokok atau bunga. 135 Hal ini berarti permohonan pernyataan pailit terhadap debitor dapat dilakukan apabila ia dalam keadaan berhenti membayar utang atau ketika ia tidak membayar bunganya saja. 136 Undang Kepailitan dan Likuidasi serta Penerapannya dalam Pengadilan Niaga”, Makalah Seminar Penyelesaian Utang dan Sengketa Bisnis Melalui Renegoisasi Utang, Restrukturisasi Perusahaan, Kepailitan dan Likuidasi, Jakarta: Lembaga Penelitian Studi Hukum Internasional bekerjasama dengan Yayasan Winaya Dharma, 19 Oktober 1999, hal. 3. 131 Ridwan Khairandy, “Beberapa Kelemahan Mendasar Undang-Undang Kepailitan Indonesia”, Jurnal Magister Hukum Vol. 2 No. 1, Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 2000, hal. 72. 132 Sri Redjeki Hartono, “Hukum Perdata Sebagai Dasar Hukum Kepailitan Modern”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 7, Jakarta: Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 1999, hal. 23. Pengertian yang terkandung di dalam kedua pasal tersebut adalah: pertama, pemberian jaminan kepastian kepada kreditor bahwa kewajiban debitor akan tetap dipenuhi dengan jaminan harta kekayaan debitor, baik yang ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari. Kedua, perwujudan adanya asas jaminan kepastian pembayaran atas transaksi-transaksi yang telah dilakukan oleh debitor dengan para kreditornya, dengan kedudukan yang proporsional, yaitu setiap kreditor dengan kedudukan sama, akan memperoleh prestasi sama. 133 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan pada Umumnya, Bandung: Alumni, 1993, hal. 12; Subekti, Op.Cit, hal. 122-123. 134 Pasal 1233 KUHPerdata. 135 Penjelasan Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 4 Tahun 1998. 136 Penafsiran tersebut berdasarkan keberadaan kata “atau” dalam Penjelasan Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 4 Tahun 1998. Kata “atau” mempunyai arti: pertama, menyatakan bahwa yang satu sama Dalam praktek penegakkan UU Nomor 4 Tahun 1998 ketiadaan pengertian utang ternyata telah menimbulkan beberapa pandangan yang berbeda. Pertama, pengertian utang hanya berupa kewajiban membayar sejumlah utang yang timbul dari perjanjian pinjam meminjam uang. Kedua, utang adalah kewajiban melakukan untuk melakukan sesuatu meskipun bukan merupakan kewajiban untuk membayar sejumlah uang, tetapi tidak dipenuhinya kewajiban tersebut dapat menimbulkan kerugian uang bagi pihak kepada siapa kewajiban tersebut harus dipenuhi. 137 Menurut Sutan Remy Sjahdeini, pengertian utang dalam Undang-Undang Kepailitan seyogyanya diartikan sebagai setiap kewajiban debitor yang berupa kewajiban untuk membayar sejumlah uang kepada kreditor, baik kewajiban itu muncul dari perjanjian apapun juga yang tidak terbatas hanya kepada perjanjian utang piutang saja, namun undang-undang, dan timbul karena putusan hakim yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. 138 Dalam pembaharuan Undang-Undang Kepailitan selanjutnya terdapat perubahan pengertian utang. UUK dan PKPU mengatur utang dalam pengertian yang luas, yaitu “utang adalah kewajiban…, yang timbul karena perjanjian atau undang- undang…” 139 dengan yang lain. Kedua, salah satu di antara beberapa hal barang dan sebagainya. Ketiga, maupun… Lihat W.J.S. Poerwadarminta, Op.Cit, 1976, hal. 64. 137 Siti Anisah, Op.Cit, hal. 55. 138 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Faillisement Verordening Juncto Undang-Undang No.4 Tahun 1998, Op.Cit, hal. 110. 139 Pasal 1 angka 6 UUK dan PKPU.

3. Pengertian Berhenti Membayar

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Atas Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Memutus Perkara Kepailitan Dengan Adanya Klausul Arbitrase Dalam Perjanjian Para Pihak Yang Bersengketa

3 84 83

Analisis Hukum Putusan Pengadilan Agama Yang Memutuskan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Tidak Berkekuatan Hukum (Studi Kasus : Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No. 52/Pdt.G/2008/PA-TTD jo. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Sumatera Utara No. 145/Pdt.G

3 62 135

Sikap Pengadilan Terhadap Penyelesaian Sengketa Atas Merek Dagang Terkenal (Studi Pada Putusan Pengadilan Niaga Medan)

1 33 187

Kewenangan Kreditur Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No. 05/ PKPU/ 2010/ PN. Niaga – Medan)

2 52 135

Analisis Yuridis Kompetensi Pengadilan Niaga Dalam Perkara Kepailitan (Studi Kasus Terhadap Putusan Nomor 65/PAILIT/2010/PN.NIAGA.JKT.PST)

1 81 151

Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Mengadili Tuntutan Pekerja/Buruh Atas Upah Atau Uang Pesangon Yang Tidak Dibayar Oleh Perusahaan (Analisa Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No. 49/Pailit/2004/PN.Niaga/Jkt. Pst Dan Putusan Pengadilan Niaga No. 41/Pailit/2

7 174 169

Analisis Utang Pada Beberapa Putusan Perkara Kepailitan Pada Pengadilan Niaga Dan Mahkamah Agung

0 23 56

Penetapan Sementara Pengadilan Niaga Dalam Hukum Merek Di Indonesia

0 23 150

Kedudukan Hukum Penjamin (Personal Guarantee) dengan Pembebanan Hak Tanggungan dan Akibat Hukum Kepailitan Perseroan Terbatas (Studi Putusan Pengadilan Niaga No. 31/Pailit/2011/PN.Niaga.Sby)

2 11 9

Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Merek Dagang Asing di Indonesia (Analisis Putusan Pengadilan Niaga Nomor:69/PDT.SUS/Merek/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst.)

1 16 0