mengajukan permohonan pernyataan pailit meliputi kreditor konkuren, kreditor separatis, dan kreditor preferen. Kreditor separatis dan kreditor preferen dapat
mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang dimilikinya terhadap harta debitor dan haknya untuk didahulukan.
UUK dan PKPU juga menentukan bilamana terdapat sindikasi kreditor maka masing- masing kreditor adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2.
128
Artinya setiap kreditor dalam sindikasi kreditor dapat mengajukan permohonan pernyataan
pailit. Selain itu dalam Pasal 1139 dan 1149 KUHPerdata, serta Pasal 95 ayat 4
UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga diakui bahwa kedudukan pekerjaburuh adalah sebagai kreditor yaitu kreditor preferen.
2. Pengertian Utang
Faillissementsverordening tidak mengatur pengertian utang. Meskipun terdapat beberapa terjemahan, namun tidak ada yang secara tegas mendefinisikan apa
yang dimaksud dengan utang.
129
Namun demikian, apabila konsisten dengan pandangan bahwa lembaga kepailitan merupakan penjelmaan dari asas yang
terkandung dalam Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata,
130
semestinya penafsiran utang
128
Lihat penjelasan Pasal 2 ayat 1 UUK dan PKPU.
129
Lihat Siti Anisah, Op.Cit, hal. 44.
130
Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia, Surabaya: Bina Ilmu, 1990, hal. 23. Lihat pula Kartini Muljadi, “Kepailitan dalam Hubungan dengan
Penyelesaian Utang-Piutang”, Makalah Seminar PKPU sebagai Sarana Menangkis Kepailitan dan Restrukturisasi Perusahaan, Jakarta: Kantor Advokat Yan Apul Rekan, 26 September 1998, hal.2;
Sri Redjeki Hartono, “Hukum Perdata sebagai Dasar Hukum Kepailitan Modern”, Jurnal Hukum Bisnis Volume 7, Jakarta: Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 1999, hal. 22; Setiawan, “Undang-
dalam Peraturan Kepailitan mengacu kepada ketentuan yang terdapat dalam KUHPerdata.
131
Jaminan kepastian pembayaran utang debitor dan kepastian kedudukan kreditor diberikan oleh Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata terhadap
hubungan-hubungan hukum yang diatur di dalam Buku Ketiga KUHPerdata tentang perikatan.
132
Perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan, dimana satu pihak mempunyai hak dan di pihak lain mempunyai
kewajiban.
133
Perikatan lahir baik karena perjanjian maupun undang-undang.
134
Sama halnya dengan Faillissementsverordening, UU Nomor 4 Tahun 1998 juga tidak mengatur pengertian utang. undang-undang ini hanya menentukan utang
yang tidak dibayar oleh debitor adalah utang pokok atau bunga.
135
Hal ini berarti permohonan pernyataan pailit terhadap debitor dapat dilakukan apabila ia dalam
keadaan berhenti membayar utang atau ketika ia tidak membayar bunganya saja.
136
Undang Kepailitan dan Likuidasi serta Penerapannya dalam Pengadilan Niaga”, Makalah Seminar Penyelesaian Utang dan Sengketa Bisnis Melalui Renegoisasi Utang, Restrukturisasi Perusahaan,
Kepailitan dan Likuidasi, Jakarta: Lembaga Penelitian Studi Hukum Internasional bekerjasama dengan Yayasan Winaya Dharma, 19 Oktober 1999, hal. 3.
131
Ridwan Khairandy, “Beberapa Kelemahan Mendasar Undang-Undang Kepailitan Indonesia”, Jurnal Magister Hukum Vol. 2 No. 1, Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Islam
Indonesia, 2000, hal. 72.
132
Sri Redjeki Hartono, “Hukum Perdata Sebagai Dasar Hukum Kepailitan Modern”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 7, Jakarta: Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 1999, hal. 23. Pengertian
yang terkandung di dalam kedua pasal tersebut adalah: pertama, pemberian jaminan kepastian kepada kreditor bahwa kewajiban debitor akan tetap dipenuhi dengan jaminan harta kekayaan debitor, baik
yang ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari. Kedua, perwujudan adanya asas jaminan kepastian pembayaran atas transaksi-transaksi yang telah dilakukan oleh debitor dengan para
kreditornya, dengan kedudukan yang proporsional, yaitu setiap kreditor dengan kedudukan sama, akan memperoleh prestasi sama.
133
J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan pada Umumnya, Bandung: Alumni, 1993, hal. 12; Subekti, Op.Cit, hal. 122-123.
134
Pasal 1233 KUHPerdata.
135
Penjelasan Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 4 Tahun 1998.
136
Penafsiran tersebut berdasarkan keberadaan kata “atau” dalam Penjelasan Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 4 Tahun 1998. Kata “atau” mempunyai arti: pertama, menyatakan bahwa yang satu sama
Dalam praktek penegakkan UU Nomor 4 Tahun 1998 ketiadaan pengertian
utang ternyata telah menimbulkan beberapa pandangan yang berbeda. Pertama,
pengertian utang hanya berupa kewajiban membayar sejumlah utang yang timbul dari
perjanjian pinjam meminjam uang. Kedua, utang adalah kewajiban melakukan untuk
melakukan sesuatu meskipun bukan merupakan kewajiban untuk membayar sejumlah uang, tetapi tidak dipenuhinya kewajiban tersebut dapat menimbulkan kerugian uang
bagi pihak kepada siapa kewajiban tersebut harus dipenuhi.
137
Menurut Sutan Remy Sjahdeini, pengertian utang dalam Undang-Undang Kepailitan seyogyanya diartikan sebagai setiap kewajiban debitor yang berupa
kewajiban untuk membayar sejumlah uang kepada kreditor, baik kewajiban itu muncul dari perjanjian apapun juga yang tidak terbatas hanya kepada perjanjian utang
piutang saja, namun undang-undang, dan timbul karena putusan hakim yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.
138
Dalam pembaharuan Undang-Undang Kepailitan selanjutnya terdapat perubahan pengertian utang. UUK dan PKPU mengatur utang dalam pengertian yang
luas, yaitu “utang adalah kewajiban…, yang timbul karena perjanjian atau undang- undang…”
139
dengan yang lain. Kedua, salah satu di antara beberapa hal barang dan sebagainya. Ketiga, maupun… Lihat W.J.S. Poerwadarminta, Op.Cit, 1976, hal. 64.
137
Siti Anisah, Op.Cit, hal. 55.
138
Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Faillisement Verordening Juncto Undang-Undang No.4 Tahun 1998, Op.Cit, hal. 110.
139
Pasal 1 angka 6 UUK dan PKPU.
3. Pengertian Berhenti Membayar