Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Tingkat Keragaman Pangan Keluarga

tubuh. Untuk tingkat kecukupan protein baik hanya 20,00 sedangkan, tingkat kecukupan protein sedang sebesar 36,67. Konsumsi protein sangat dibutuhkan dalam membentuk jaringan baru untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh, memelihara serta memperbaiki jaringan tubuh yang rusak dan menyediakan asam amino yang diperlukan dalam pembentukan enzim-enzim pencernaan serta antibodi yang diperlukan. Kekurangan konsumsi protein akan menyebabkan Kurang Kalori Protein KEP seperti marasmus dan kwashiorkor Suhardjo, dkk,1986.

5.3 Tingkat Keragaman Pangan Keluarga

Hasil data tingkat keragaman pangan yang dikonsumsi keluarga anggota program P2KP di kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli yang disajikan pada Tabel 4.13 dapat diketahui bahwa sebagian besar keluarga memiliki tingkat keragaman pangan yang tinggi yaitu sebesar 90. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman pangan tinggi walaupun belum semua keluarga. Namun, karena tingkat konsumsi energi dan protein masih belum sesuai anjuran tetap diperlukan perbaikan pola konsumsi. Karena gizi harus diterima secara seimbang baik kualitas maupun kuantitasnya untuk memenuhi syarat hidup sehat Irianto dan Waluyo, 2007.

5. 4 Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Berdasarkan Karakteristik

Keluarga Pada hasil tabulasi silang tingkat kecukupan energi berdasarkan karakteristik keluarga didapatkan bahwa pada umumnya keluarga dengan tingkat kecukupan energi baik adalah keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga kategori sedang yaitu sebesar 62,50, tingkat pendidikan SMA sebesar 62,50 dan bekerja sebagai guru sebesar 25,00. Sedangkan hasil tabulasi silang tingkat kecukupan protein berdasarkan karakteristik keluarga didapatkan bahwa pada umumnya keluarga dengan tingkat kecukupan protein baik adalah keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga kategori kecil dan sedang yaitu masing-masing sebesar 50,00, tingkat pendidikan SMA dan sarjana yaitu sebesar 50,00 dan bekerja sebagai guru sebesar 33,33. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fransiska 2013 tentang analisis diversifikasi konsumsi pangan beras dan non pangan beras, yang menjumpai bahwa jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap konsumsi pangan rumah tangga. Sedangkan untuk tingkat pendidikan, menurut Husaini 1989 dalam penelitian Ampera, dkk perilaku konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan atau pengetahuan terhadap pangan itu sendiri dan untuk jenis pekerjaan Supariasa, 2002 disebutkan bahwa pekerjaan atau pendapatan keluarga berpengaruh terhadap masukan zat gizi.

5. 5 Tingkat Keragaman Pangan Keluarga Berdasarkan Karakteristik

Keluarga Berdasarkan hasil tabulasi silang tingkat keragaman konsumsi pangan berdasarkan karakteristik keluarga didapatkan bahwa pada umumnya keluarga dengan tingkat keragaman konsumsi pangan tinggi adalah keluarga yang bekerja sebagai karyawan swasta sebesar 44,44, memiliki jumlah anggota keluarga kategori kecil yaitu sebesar 59,26 dan tingkat pendidikan SMA sebesar 62,96. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Meitasari 2008, yang menunjukkan bahwa pendidikan kepala keluarga berpengaruh terhadap keragaman konsumsi pangan, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan kepala keluarga maka semakin tinggi keragaman konsumsi pangannya. Penelitian Widadie 2008 juga menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap diversifikasi konsumsi pangan adalah jumlah anggota rumahtangga, pendapatan perkapita. Semakin tinggi jumlah anggota rumahtangga dan pendapatan perkapita, akan semakin mempertinggi tingkat diversifikasi konsumsi pangannya.

5. 6 Tingkat Keragaman Pangan Keluarga Berdasarkan Tingkat Kecukupan

Energi dan Tingkat Kecukupan Protein Berdasarkan hasil tabulasi silang tingkat keanekaragaman konsumsi pangan dengan tingkat kecukupan energi dan protein diketahui bahwa keanekaragaman konsumsi pangan tinggi berada pada tingkat konsumsi energi dan protein sedang. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun pangan yang dikonsumsi sudah beragam namun belum menjamin energi dan protein yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup dapat dipenuhi dengan baik. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan Meitasari 2008, yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat keragaman konsumsi pangan dengan konsumsi energi dan protein, dikarenakan energi tertinggi masih berasal dari jenis pangan padi-padian. Selama penelitian berlangsung, nampak bahwa tidak semua keluarga anggota kelompok P2KP yang masih membudidayakan sumber pangan untuk jenis umbi- umbian, sayur-sayuran, bumbu-bumbuan, dan pangan hewani yang menjadi salah satu kegiatan P2KP dalam memanfaatkan lahan pekarangan. Hal ini dikarenakan beberapa keluarga merasa malas memulainya kembali ketika tanamannya sudah dipanen dan juga karena kegiatan P2KP ini sudah berlangsung lama serta rumah bibit yang sudah tidak terawat. Ada juga responden yang merasa lebih menyukai menanam tanaman hias dibandingkan tanaman yang dianjurkan oleh program P2KP. Kalau memang ada responden yang masih menanam tanaman pangan, hanya ada beberapa pot kecil saja ataupun hanya sebagian lahan pekarangannya saja karena separuhnya lagi digunakan dengan fungsi yang lain. Pot-pot kecil atau lahan pekarangan tersebut lebih banyak ditanami tanaman yang mudah perawatannya dan bermanfaat sebagai bumbu dapur, seperti tomat, lengkuas, kunyit dan lain-lain. Khusus untuk pangan hewani yaitu ikan lele karena sudah dipanen mereka belum melanjutkan pemeliharaannya kembali. Ini menjadi salah satu indikasi pelaksanaan program P2KP dengan KRPL yang memanfaatkan lahan pekarangan sebagai sumber pangan untuk meningkatkan penganekaragaman konsumsi pangan dengan tingkat kecukupan energi dan protein yang baik belum tercapai maksimal. 59

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Konsumsi pangan keluarga P2KP menurut jenis pangan dan frekuensi yang dikonsumsi paling sering sama seperti konsumsi pangan keluarga pada umumnya yaitu nasi, singkong, telur, kelapa, minyak kelapa sawit, tempe, gula pasir, sawi, dan bumbu-bumbuan. Beberapa jenis pangan sayuran dan bumbu-bumbuan yang dikonsumsi keluarga berasal dari pekarangan. 2. Tingkat konsumsi energi keluarga masih banyak yang berada pada tingkat sedang, sedangkan tingkat konsumsi protein banyak yang berada pada tingkat kurang. 3. Tingkat keanekaragaman pangan keluarga sebagian besar berada pada tingkat tinggi. Ini berarti bahwa keluarga kelompok P2KP sudah mengonsumsi pangan beranekaragam ditandai dengan konsumsi jenis pangan lebih atau sama dengan enam kelompok pangan. 4. Tingkat keanekaragaman konsumsi pangan sudah tinggi namun tingkat konsumsi energi dan protein masih berada pada tingkat sedang. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan yang beragam tidak menjamin energi dan protein yang dibutuhkan tubuh sudah terpenuhi dengan baik. Karena jumlah energi dan protein yang dikonsumsi belum memenuhi angka kecukupan energi yang dianjurkan. 60

6.2. Saran

1. Badan Ketahanan Pangan perlu melakukan pembinaan berkelanjutan kepada anggota kelompok P2KP tentang penerapan konsumsi pangan dengan jumlah energi dan protein yang baik. 2. Keluarga kelompok P2KP agar dapat meningkatkan kesadaran dalam melaksanakan program P2KP sehingga lahan pekarangan dapat dioptimalkan sebagai sumber pangan karena keluarga telah dibina untuk melakukan hal tersebut, sehingga seharusnya keluarga kelompok P2KP bisa lebih baik dalam mengkonsumsi pangan. 3. Keluarga kelompok P2KP agar dapat meningkatkan jumlah konsumsi pangan sesuai dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan.