Terapi Nonfarmakologi Terapi Farmakologi

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009. pemeriksaan kadar kolesterol dan trigliserida untuk melihat adanya risiko aterogenesis, serta pemeriksaan kadar asam urat berkaitan dengan terapi yang memerlukan diuretik. Sedangkan prosedur diagnostik lain seperti rontgen bagian dada elektrokardiografi juga diperlukan untuk melihat keadaan jantung dan pembuluh darah aorta serta memberikan informasi tentang status kerja jantung Lewis and Collier, 1983.

2.6 Komplikasi Hipertensi

Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel arteri dan mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah faktor risiko utama untuk penyakit serebrovaskular stroke, transient ischemic attack, penyakit arteri koroner infark miokard, angina, gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi memiliki faktor-faktor risiko kardiovaskular lain, maka akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut. Menurut Studi Framingham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan risiko yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006.

2.7 Penatalaksanaan Hipertensi

2.7.1 Terapi Nonfarmakologi

Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang untuk mencegah tekanan darah tinggi merupakan bagian penting dalam penatalaksanaan hipertensi. Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi harus merubah gaya hidup. Di samping dapat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi, modifikasi gaya hidup Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009. juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi pada pasien- pasien prehipertensi. Modifikasi gaya hidup yang dapat menurunkan tekanan darah adalah Ayu, 2008; Sani, 2008: a. mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk. b. mengadopsi pola makan DASH Dietary Approach to Stop Hypertension yang kaya akan kalium dan kalsium; diet rendah natrium. c. mengkonsumsi alkohol seperlunya saja. d. olah raga aerobik secara teratur minimal 30 menithari seperti jogging, berenang, jalan kaki, dan menggunakan sepeda. Keuntungan ini dapat terjadi walaupun tanpa disertai penurunan berat badan. Pasien harus konsultasi dengan dokter untuk mengetahui jenis olahraga mana yang terbaik terutama untuk pasien dengan kerusakan organ target. e. menghentikan rokok. f. mempelajari cara mengendalikan diristres seperti melalui relaksasi atau yoga.

2.7.2 Terapi Farmakologi

Pada umumnya pasien hipertensi memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah yang diinginkan. Penambahan obat kedua dari kelas yang berbeda dimulai apabila pemakaian obat tunggal dengan dosis lazim gagal mencapai target tekanan darah. Apabila tekanan darah melebihi 2010 mm Hg diatas target, dapat dipertimbangkan untuk memulai terapi dengan dua obat. Hal yang harus diperhatikan adalah risiko untuk hipotensi ortostatik, terutama pada pasien-pasien dengan diabetes, disfungsi autonomik, dan lansia Ayu, 2008. Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009. Golongan obat yang digunakan untuk pengobatan hipertensi adalah Ayu, 2008; Sani, 2008; Tjay dan Rahardja, 2002: a. diuretik Diuretik tiazid merupakan terapi lini pertama yang diberikan untuk mengobati hipertensi. Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air, yang akan mengurangi volume cairan di seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan darah dan juga menyebabkan pelebaran pembuluh darah. Di sisi lain diuretik menyebabkan hilangnya kalium melalui air kemih, sehingga kadang diberikan tambahan kalium atau obat penahan kalium. Diuretik sangat efektif pada orang kulit hitam, lanjut usia, kegemukan, penderita gagal jantung atau penyakit ginjal menahun. Contoh: hidroklortiazid, indapamid, dan klortalidon. b. penghambat adrenergik Penghambat adrenergik merupakan sekelompok obat yang terdiri dari alfa- blocker, beta-blocker dan alfa-beta-blocker labetalol, yang menghambat efek sistem saraf simpatis. Sistem saraf simpatis adalah sistem saraf yang dengan segera akan memberikan respon terhadap stres, dengan cara meningkatkan tekanan darah. Yang paling sering digunakan adalah beta-blocker, yang efektif diberikan pada penderita usia muda, penderita yang pernah mengalami serangan jantung, penderita dengan denyut jantung yang cepat, angina pektoris nyeri dada dan sakit kepala migrain. Sedangkan golongan alfa bloker yang sering digunakan adalah prazosin, doxazosin dan terazosin. Selain itu penghambat adrenergik juga ada obat-obat golongan agonis alfa yang biasa digunakan seperti klonidin, reserpin, dan guanfasin. Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009. c. angiotensin converting enzyme inhibitor ACE-inhibitor ACE-inhibitor menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan arteri. Obat ini efektif diberikan kepada orang kulit putih, usia muda, penderita gagal jantung, penderita dengan protein dalam air kemihnya yang disebabkan oleh penyakit ginjal menahun atau penyakit ginjal diabetik, pria yang menderita impotensi sebagai efek samping dari obat yang lain. Beberapa contoh obat ini adalah kaptopril, analapril maleat, benazepril, imidapril, dan silazapril. d. angiotensin-II-bloker menyebabkan penurunan tekanan darah dengan suatu mekanisme yang mirip dengan ACE-inhibitor. Contoh: losartan, valsartan, irbesartan, dan kandesartan. e. antagonis kalsium Antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah dengan mekanisme yang benar-benar berbeda. Sangat efektif diberikan kepada orang kulit hitam, lanjut usia, penderita angina pektoris nyeri dada, denyut jantung yang cepat sakit kepala migren. Contoh: amlodipin maleat, amlodipin busilat, diltiazem HCl, nifedipin, felodipin, dan nimodipin. f. vasodilator Vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah. Obat dari golongan ini hampir selalu digunakan sebagai tambahan terhadap obat anti- hipertensi lainnya. Contoh obat golongan ini adalah minoksidil, hidralazin, dan dihidralazin. Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah survei epidemiologik analitik deskriptif dengan menggunakan rancangan cross-sectional. Penelitian cross-sectional adalah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui prevalensi suatu efek atau penyakit pada suatu waktu, oleh karena itu disebut juga dengan studi prevalensi. Prinsip penelitian ini adalah mempelajari hubungan antara variabel bebas faktor risiko dan variabel tergantung efek melalui pengukuran sesaat atau hanya satu kali saja, di mana faktor risiko serta efek tersebut diukur secara bersamaan pada waktu observasi dan yang dinilai adalah subjek yang baru dan yang sudah lama menderita efek yang diselidiki. Hasil penelitian berupa odds ratio OR atau rasio prevalensi yaitu perbandingan antara prevalensi penyakit atau efek pada subjek dari kelompok yang mempunyai faktor risiko, dengan prevalensi penyakit atau efek pada subjek yang tidak mempunyai faktor risiko Ghazali, et al., 2006.

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Subjek penelitian ini adalah seluruh masyarakat Nagari Bungo Tanjung. Oleh karena karakteristik populasi di nagari Bungo Tanjung bersifat homogen, maka untuk memudahkan penelitian dipilih tiga jorong yang dianggap representatif, karena letaknya berdekatan, dengan total populasi lebih dari setengah populasi nagari dan luas daerah yang juga lebih dari setengah luas nagari secara keseluruhan. Ketiga jorong tersebut adalah Jorong Balai Akad, Jorong Haru, dan Jorong Jambak.