Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.
numerik maupun nominal; dengan satu variabel dependen yang bersifat dikotom seperti iya-tidak atau hidup-mati Uyanto, 2009; Ghazali, et al., 2006.
Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi dengan menggunakan program SPSS Version 15.0. Adapun informasi yang akan diperoleh setelah
analisa data adalah: a.
faktor risiko utama hipertensi di Bungo Tanjung. b.
rasio prevalensi hipertensi di Bungo Tanjung. c.
persentase subjek yang menderita hipertensi namun tidak terdeteksidisadari undetected condition.
d. persentase subjek yang mengalami untreated condition.
3.7 Rancangan Penelitian
Adapun gambaran dari pelaksanaan penelitian ditunjukkan Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian
Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.
3.8 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a.
Spygmomanometer Spygmomanometer yang digunakan adalah jenis spygmomanometer raksa merk
GEA
®
, dengan ketelitian 1 mmHg.
b.
Stetoskop Stetoskop yang digunakan dalam penelitian ini adalah stetoskop merk GEA
®
.
c.
Tape measuring metline Metline yang digunakan adalah jenis plastic tape measuring merk butterfly
dengan ketelitian 1mm. d.
Timbangan Timbangan yang digunakan adalah merk Star dengan ketelitian 1 kg.
Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Nama Nagari Bungo Tanjung berasal dari nama sebuah tumbuhan yaitu Bungo Tanjuang bunga tanjung. Batangnya sangat besar dan liat, memiliki
bunga berwarna putih kehijau-hijauan dengan aroma yang sangat harum. Tumbuhan ini termasuk tumbuhan langka dan tidak banyak lagi dijumpai di
Nagari Bungo Tanjung. Tahun berdirinya Nagari Bungo Tanjung tidak diketahui dengan pasti, tapi
sesungguhnya Nagari Bungo Tanjung telah ada jauh sebelum zaman kolonialisme Belanda. Keberadaan Nagari Bungo Tanjung sering diceritakan oleh para tetua
yang dikaitkan dengan Kerajaan Pagaruyung. Menurut cerita rakyat, pada suatu ketika yang tidak diketahui dengan pasti
tahunnya, para niniak mamak mengadakan musyawarah di lapangan terbuka, di bawah pohon bunga tanjung. Musyawarah ini ditujukan untuk pembagian tanah
ulayat. Salah seorang ninik mamak menganjurkan “patahlah bungo Tanjung” yang dimaksudkan sebagai alas duduk di atas tanah. Inilah asal mula nama Pitalah,
Bungo Tanjung, dan Tanjung Barulak Ilia sekarang lebih dikenal dengan Tanjung Barulak.
Bungo Tanjung, Pitalah, dan Tanjung Barulak adalah Nagari Badunsanak satu adat yang dikenal dengan Pangulu Anam Baleh 5 di Bungo Tanjung, 5 di
Pitalah, dan 6 di Tanjung Barulak. Sesama suku di tiga nagari ini tidak boleh menikah. Begitu juga dengan acara Batagak Pangulu, kepala kerbau diberikan
kepada semua saudara di ketiga nagari ini.