Berdasarkan Gambar 4.8, grafik menunjukkan bahwa persentase terbesar penyerapan air pada variasi 25:25:15 yaitu 46,93, sedangkan persentase minimum
terkecil pada gipsum murni 14,91. Dan menunjukkan perbandingan terbalik dengan densitas. Terjadinya kenaikan garis grafik dimulai dari komposisi 45:5:15, hal ini
disebabkan sifat dari batang sawit yang mudah menyerap air. Jadi semakin banyak batang sawit di dalam campuran tersebut, maka penyerapan airpun semakin besar
sehingga lebih mudah hancur. Sementara menurut Salon 2009 semakin banyak gipsum maka penyerapan semakin kecil, karena air merupakan perekat dari gipsum,
sehingga dengan adanya air akan terjadi ikatan kohesi dari gipsum. Sehingga kerapatan semakin kecil dan penyerapan airnya pun semakin sedikit. Hasil lengkap
dapat dilihat pada Lampiran F halaman L-6. Menurut SNI-01-4449-2006 dimana persyaratan suatu papan yaitu maksimum
untuk penyerapan air kurang dari 50. Dan berarti semua sampel yang dilakukan pengujian telah memenuhi persyaratan batas maksimum penyerapan air.
4.2.7 Pengujian Termal Dengan DTA
Pengujian dengan DTA merupakan metode karakterisasi sifat termal suatu sampel untuk menentukan temperatur kritis dan juga menghitung perubahan
temperatur ∆T, yang menggunakan alat
Thermal Analyzer DT-30 Shimadzu.
Pengujian ini dilakukan pada tiga jenis sampel yaitu sampel gipsum murni, sampel campuran gipsum : batang sawit : PVA variasi 25:25:15 dan variasi 45:5:15 yang
keduanya berturut-turut merupakan hasil terbaik dan terburuk dari pengujian mekanik. Hasil lengkap dapat dilihat pada Lampiran G pada halaman L-7.
Adapun tujuannya dilakukan pengujian ini untuk mengetahui sampai batas suhu berapa kristal anhidrat tersebut mengalami perubahan atau lepas dari ikatannya
dengan gipsum, karena papan gipsum yang bebas dari kristal anhidrat akan membuat papan tersebut melengkung dengan sendirinya, sehingga kekuatan papan tersebut
menjadi lebih rapuh.
Universitas Sumatera Utara
Untuk pengukuran temperatur kritis dimulai dari puncak peak DTA yang ditarik garis lurus sampai memotong garis penunjuk temperatur, selanjutnya titik
potong tersebut ditandai, dan diturunkan dua skala kebawah sehingga didapat titik potong yang baru, dari titik potong ini ditarik garis lurus menuju skala temperatur 15
mv. Dari pengukuran tersebut diperoleh suhu leleh T
g
, dan suhu titik maksimum T
m
. Dan untuk pengukuran
perubahan temperatur ∆T dari sampel dengan
menghubungkan titik singgung peak DTA, sehingga diperoleh garis singgung, selanjutnya garis lurus dari puncak peak DTA ditarik memotong garis singgung.
Jarak dari puncak sampai garis singgung ini disebut besarnya jumlah skala ∆T. Jarak
antara puncak sampai garis singgung dihitung dengan satuan skala. Yang selanjutnya jumlah skala
∆T dimasukkan persamaan berikut :
e ter mocoupl
e ter mocoupl
r ange T
x total
skala jumlah
DTA r ange
total x
T skala
jumlah T
4.1
Berdasarkan pada Gambar 4.9, Gambar 4.10, dan Gambar 4.11 berikut ini, maka suhu leleh T
g
dan suhu dekomposisi T
m
nya dapat ditentukan, sedangkan untuk nilai perubahan suhu
∆T dari tiap-tiap peak dapat diperoleh dengan menghitung jumlah skalanya dan kemudian dikonversikan ke persamaan 4.1. Untuk cara
perhitungan dan tabel hasil hasil pengukuran nilai Tg, Tm dan perhitungan ∆T dapat
dilihat pada lampiran G halaman L-7.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.9 Grafik Hasil Pengukuran Uji DTA Terhadap Papan Gipsum Plafon Untuk Sampel Gipsum Murni
Gambar 4.10 Grafik Hasil Pengukuran Uji DTA Terhadap Papan Gipsum Plafon Untuk Sampel Gipsum : Batang Sawit : PVA 25:25:15
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.11 Grafik Hasil Pengukuran Uji DTA Terhadap Papan Gipsum Plafon Untuk Sampel Gipsum : Batang Sawit : PVA 45:5:15
Berdasarkan Gambar 4.9 tersebut terlihat adanya pergeseran garis dasar awal ke arah endotermik membentuk peak tajam yang menunjukkan titik leleh T
g
sebesar 140
o
C kristal anhidrat dari gipsum sesuai dengan data pada Tabel 4.6. Hal tersebut menurut Stevens 2001 karena suhu sampel tertinggal dari suhu pembanding. Dan
diketahui juga bahwa pada saat mencapai suhu lelehnya T
g
nya tersebut terjadi penurunan suhu yang ditandai dengan arah peak ke kanan sebesar 8,78
o
C atau terjadi perbedaan suhu antara sampel dengan pembanding sebesar 8,78
o
C. Sementara bila dibandingkan dengan sampel variasi 25:25:15 pada Gambar
4.10 terlihat juga pergeseran garis dasar awal ke arah endotermik dan membentuk peak yang menunjukkan titik leleh T
g
sebesar 135
o
C, selanjutnya terbentuk peak yang tajam ke arah eksotermik menunjukkan temperatur maksimum atau titik
dekomposisi T
m
dari sampel sebesar 445
o
C nya. Dari hasil tersebut diketahui ada perbedaan nilai suhu leleh dengan gipsum
murni, ini menunjukkan bahwa campuran tersebut menghasilkan suhu leleh yang lebih rendah karena adanya kristal anhidrat lebih dahulu meleleh pada suhu tersebut,
Universitas Sumatera Utara
dan juga adanya peak tajam ke arah eksotermik menurut Stevens 2001 menunjukkan suhu sampel telah mendahului suhu pembanding.
Sedangkan untuk ∆T pada Lampiran 7 No. 2 tersebut, diketahui bahwa pada saat mencapai titik lelehnya terjadi penurunan suhu yang ditandai dengan arah peak
ke kanan sebesar 2,51
o
C. Dan pada saat mencapai suhu dekomposisinya terjadi kenaikan yang cukup signifikan yaitu sebesar 40,75
o
C dengan arah peak ke kiri. Selanjutnya Gambar 4.10 tersebut dibandingkan dengan Gambar 4.11 yang
merupakan hasil terburuk dari pengujian, dimana bentuk kedua gambar terlihat hampir sama karena campuran tersebut kandungannya sama tetapi beda komposisi.
Dimana pada Gambar 4.11 juga terjadi pergeseran garis dasar pada awal ke arah endotermik dan membentuk peak yang menunjukkan titik leleh sebesar 110
o
C, selanjutnya terbentuk peak yang tajam ke arah eksotermik menunjukkan suhu
dekomposisinya T
m
sebesar 275
o
C nya. Sebagaimana diketahui pula pada saat mencapai lelehnya juga terjadi
penurunan suhu sebesar 1,25
o
C. Dan pada saat mencapai suhu titik dekomposisinya terjadi kenaikan sebesar 275
o
C dengan arah peak ke kiri. Jelas dalam hal ini, pengujian dengan DTA terhadap variasi sampel 25:25:15
telah menunjukkan nilai T
g
dan T
m
nya lebih besar dibandingkan dengan sampel 45:15:15. Yang berarti jauh lebih baik hasilnya karena membutuhkan pemanasan
lebih tinggi sampai kristal anhidrat dari gipsum pada sampel tersebut mencair. Dan pada saat mencapai titik dekomposisinya terjadi kenaikan suhu yang signifikan
sebesar 40,75
o
C. Adapun arti dari suhu transisi gelas Tg terhadap variasi komposisi
25:25:15 yang bernilai 135 °C adalah sampai suhu 135 °C bahan gypsum plafon jika terkena panas tidak akan mengalami perubahan bentuk ataupun rusak, tetapi di
atas suhu tersebut maka bahan akan mengalami kerusakan,
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diambil kesimpulan bahwa :
3. Papan gipsum plafon dapat dibuat dengan mencampurkan gipsum dengan bahan pengisi serbuk batang kelapa sawit menggunakan bahan perekat
sintetis polivinil alkohol karena bersifat adhesive yang dapat mengikat tepung gypsum dengan serbuk batang kelapa sawit.
4. Pemanfaatan serbuk batang sawit telah meningkatkan sifat mekaniknya yaitu, dari pengujian kuat lentur dan Modulus Elastisitas diperoleh nilai
masing-masing sebesar 4,07 MPa dan 24,07 MPa, pengujian kuat tarik 1,52 MPa, dan pengujian impak 5000 Jm
2
, dan hasilnya jauh lebih baik dibandingkan dengan gipsum standarnya, akan tetapi belum memenuhi
persyaratan mekanis kuat lentur dan modulus elastisitas menurut SNI 03- 6384-2000.
5. Sifat fisisnya dari papan gipsum plafon menghasilkan densitas yang lebih kecil sebesar 1,29 gcm
3
, sementara untuk penyerapan air cukup besar yaitu 46,93 dan memenuhi persyaratan fisis untuk papan gipsum
menurut SNI-01-4449-2006. 6. Sifat panas dari papan gipsum plafon menghasilkan suhu transisi gelas
campuran sebesar 135
o
C yang merupakan titik dari kristal anhidrat gipsum dan suhu dekomposisi sebesar 445
o
C yang merupakan titik
Universitas Sumatera Utara
dekomposisi dari bahan pengisi batang kelapa sawit, dan menunjukkan bahwa papan gipsum plafon ini hanya berikatan secara fisika.
7. Campuran yang paling optimum dalam pembuatan papan gipsum plafon yaitu pada sampel variasi gipsum : serbuk batang kelapa sawit : PVA
25:25:15 yang ditinjau berdasarkan sifat mekaniknya.
5.2 Saran