Setelah pendidikan dasar tersebut berlangsung selama kurang lebih 9 tahun, pada tahun 1826 kegiatan pendidikan dan pengajaran terganggu oleh usaha-usaha
penghematan yang dilakukan oleh pemerintah Komisaris Jenderal Du Bus de Gisignes, sehingga urusan pendidikan dan pengajaran sangat disederhanakan.
110
Sementara itu pada tahun 1830 kekuasaan di Indonesia beralih ke tangan Gubernur Jenderal V
an den Bosch, “bapak” Cultuurstelsel” atau tanam paksa. Untuk kelancaran Cultuurstelsel, Van den Bosch sangat membutuhkan tenaga
pekerja yang terdidik. Oleh karena itu bidang pendidikan, baik untuk golongan Eropa maupun untuk golongan Bumiputra ditingkatkan.
Pendidikan untuk golongan Bumiputra bertujuan untuk mendapatkan tenaga pendidik dengan biaya murah. Karena bila pegawai untuk administrasi
pemerintah ataupun pekerja bawahan harus didatangkan dari Negeri Belanda, sudah tentu memerlukan biaya yang besar. Van den Bosch selau Gubernur
Jenderal Hindia Belanda memberikan 1830-1834 merasakan bahwa tanpa bantuan penduduk Bumiputra yang terdidik, maka pembangunan ekonomi Hindia
Belanda yang menjadi tugas utama Van den Bosch tidak akan berhasil.
111
Untuk itu dibukalah pendidikan untuk golongan Bumiputra, agar pelaksanaan Cultuurstelsel mendatangkan keuntungan besar sehingga dapat
memperbaiki kondisi ekonomi negeri Belanda. Demikianlah pada tahun 1833 jumlah sekolah dasar dikembangkan
menjadi 19 buah, tahun 1845 menjadi 25 buah, tahun 1858 menjadi 57 buah, tahun 1895 menjadi 159 buah, kemudian tahun 1902 meningkat lagi menjadi 173
buah.
112
Sekolah Dasar Bumiputra dibagi menjadi dua kategori, yaitu
113
:
1. Sekolah Dasar Kelas Satu De Scholen der Eerste Klasse
Sekolah ini didirikan di ibukota keresidenan kabupaten, kewedanaan atau yang sederajat, dan di kota-kota yang menjadi pusat perdagangan dan kerajinan
atau di tempat-tempat yang dipandang perlu untuk memiliki sekolah ini. Murid-
110
I. Djumhur dan H. Danasuparta, Sejarah Pendidikan, Bandung: Ilmu, 1976, h. 121
111
Pendidikan di Indonesia dari jaman ke jaman, ..., h. 51
112
Pendidikan di Indonesia dari jaman ke jaman, ..., h. 50
113
Edi S Ekajati, Sejarah Pendidikan Daerah Jawa Barat, ..., h. 52-60
47
murid yang diterima di sekolah ini adalah anak-anak golongan masyarakat atas, seperti anak-anak bangsawan, tokoh-tokoh terkemuka, dan orang-orang
Bumiputra yang terhormat. Hal ini disebabkan anak sekolah tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan administrasi pemerintahan, perdagangan, dan
perusahaan. Lama belajar pada Sekolah Kelas Satu adalah 3 tahun, dengan bahasa pengantar mula-mula bahasa Melayu dan daerah, tetapi kemudian secara
berangsur-angsur diubah menjadi bahasa Belanda tahun 1914. Sekolah Kelas Satu kemudian berkembang menjadi HIS Hollandsch
Inlandsche School. HIS dibuka bukan karena direncanakan oleh pemerintah, melainkan atas desakan masyarakat Indonesia, khususnya golongan masyarakat
atas. Hal ini disebabkan Sekolah Kelas Satu terbukti tidak memenuhi syarat untuk melanjutkan pelajaran. Selain itu, masyarakat meminta agar kesempatan masuk
sekolah Belanda diperluas, sebab ujian Klein Ambtenaar terbukti terlalu sukar untuk anak-anak Sekolah Kelas Satu.
2. Sekolah Dasar Kelas Dua De Scholen der Tweede Klasse
Sekolah ini dibuka dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi masyarakat umum. Dengan kata lain, sekolah tersebut disediakan
bagi anak-anak Bumiputra dengan tujuan untuk mendidik calon-calon pegawai rendah. Perbedaan antara Sekolah Kelas Satu dengan Sekolah Kelas Dua terletak
pada lama belajar, kurikulum, tenaga pengajar, dan ruang sekolah. Lama belajar pada Sekolah Dasar Kelas Dua selama 5 tahun.
3. Gymnasium Willem III
Pada tahun 1860 di Jakarta dibuka Gymnasium Willem III yang merupakan sekolah lanjutan menengah pertama untuk anak-anak golongan
Eropa dengan lama belajar 3 tahun.
114
Pada tahun 1867 sekolah tersebut dibagi menjadi dua bagian afdeling. Bagian A dengan lama belajar 5 tahun dan dapat
meneruskan ke Perguruan Tinggi. Bagian B dengan lama belajar 3 tahun, kemudian dapat melanjutkan ke Perguruan Perwira, Pendidikan Pegawai Negeri
atau Akademi Perdagangan dan Kerajinan di Delf Negeri Belanda. Selanjutnya
48