Rohana Kudus Pemikiran Pendidikan Perempuan di Indonesia

semua itu tidak sepenuhnya membahagiakan hati beliau. Kehidupan kaum perempuan Sunda khususnya dan perempuan Indonesia pada umumnya, yang masih erat terbelengggu kebodohan akibat adat lama akibat penjajahan, selalu menjadi bahan pemikiran beliau. Dalam hal ini, beliau telah merasakan apa arti pendidikan dan pengetahuan bagi kehidupan manusia. Bertolak dari permasalahan di atas, Ayu Lasminingrat berusaha mendobrak adat lama yang tidak mengizinkan kaum perempuan memperoleh pendidikan. Pada tahun 1907 beliau mendirikan ”Sekolah Kautamaan Istri” di lingkungan Pendopo Garut, dengan mengambil tempat di ruang gamelan. Di sekolah tersebut beliau mulai mendidik beberapa orang putri bangsawan dan anak- anak pesuruh yang ada di lingkungan kabupaten. Mereka dididik dan diajari membaca, menulis serta berbagai keterampilan wanita. 107 Raden Ayu Lasminingrat mendirikan sekolah tersebut karena beliau memiliki sifat dan jiwa pendidik serta menaruh perhatian yang cukup besar terhadap pendidikan bagi kaum wanita. Selain itu, beliau tergugah oleh gagasan- gagasan Raden Dewi Sartika yang seringkali berkunjung kepadanya. 108

3. Sejarah Pendidikan Daerah Jawa Barat

Pendidikan untuk penduduk golongan Eropa maupun penduduk golongan Bumiputra dapat dilaksanakan dan dikembangkan di Jawa Barat pada abad ke-19. Diantaranya: Usaha pertama kali oleh Reinwardt dengan mendirikan ELS Europeeshe Lagere School pada 24 Februari 1817. Sekolah ini mencontoh sekolah dasar yang ada di Belanda. Sekolah ini merupakan sekolah khusus untuk anak-anak Belanda. Pada tahun 1820 sekolah ini dikembangkan menjadi 7 buah, yaitu 2 buah di Jakarta di Weltevreden dan Molenvliet dan masing-masing 1 buah di Cirebon, Semarang, Surakarta, Surabaya, dan Gresik. 109 Disekolah dasar itu diberikan pelajaran menulis, membaca, berhitung, bahasa Belanda, sejarah, dan ilmu bumi. 107 E.M. Dachlan dh Redacteur Sipatahunan, Jakarta: September, 1980 dalam Edi S Ekajati, Sejarah Pendidikan Daerah Jawa Barat, ..., h. 90 108 E.M. Dachlan dh Redacteur Sipatahunan dalam Edi S Ekajati, Sejarah Pendidikan Daerah Jawa Barat, ..., h. 90 109 Pendidikan di Indonesia dari jaman ke jaman, Jakarta: Dep. PK BP3K, 1979, h. 41 46 Setelah pendidikan dasar tersebut berlangsung selama kurang lebih 9 tahun, pada tahun 1826 kegiatan pendidikan dan pengajaran terganggu oleh usaha-usaha penghematan yang dilakukan oleh pemerintah Komisaris Jenderal Du Bus de Gisignes, sehingga urusan pendidikan dan pengajaran sangat disederhanakan. 110 Sementara itu pada tahun 1830 kekuasaan di Indonesia beralih ke tangan Gubernur Jenderal V an den Bosch, “bapak” Cultuurstelsel” atau tanam paksa. Untuk kelancaran Cultuurstelsel, Van den Bosch sangat membutuhkan tenaga pekerja yang terdidik. Oleh karena itu bidang pendidikan, baik untuk golongan Eropa maupun untuk golongan Bumiputra ditingkatkan. Pendidikan untuk golongan Bumiputra bertujuan untuk mendapatkan tenaga pendidik dengan biaya murah. Karena bila pegawai untuk administrasi pemerintah ataupun pekerja bawahan harus didatangkan dari Negeri Belanda, sudah tentu memerlukan biaya yang besar. Van den Bosch selau Gubernur Jenderal Hindia Belanda memberikan 1830-1834 merasakan bahwa tanpa bantuan penduduk Bumiputra yang terdidik, maka pembangunan ekonomi Hindia Belanda yang menjadi tugas utama Van den Bosch tidak akan berhasil. 111 Untuk itu dibukalah pendidikan untuk golongan Bumiputra, agar pelaksanaan Cultuurstelsel mendatangkan keuntungan besar sehingga dapat memperbaiki kondisi ekonomi negeri Belanda. Demikianlah pada tahun 1833 jumlah sekolah dasar dikembangkan menjadi 19 buah, tahun 1845 menjadi 25 buah, tahun 1858 menjadi 57 buah, tahun 1895 menjadi 159 buah, kemudian tahun 1902 meningkat lagi menjadi 173 buah. 112 Sekolah Dasar Bumiputra dibagi menjadi dua kategori, yaitu 113 :

1. Sekolah Dasar Kelas Satu De Scholen der Eerste Klasse

Sekolah ini didirikan di ibukota keresidenan kabupaten, kewedanaan atau yang sederajat, dan di kota-kota yang menjadi pusat perdagangan dan kerajinan atau di tempat-tempat yang dipandang perlu untuk memiliki sekolah ini. Murid- 110 I. Djumhur dan H. Danasuparta, Sejarah Pendidikan, Bandung: Ilmu, 1976, h. 121 111 Pendidikan di Indonesia dari jaman ke jaman, ..., h. 51 112 Pendidikan di Indonesia dari jaman ke jaman, ..., h. 50 113 Edi S Ekajati, Sejarah Pendidikan Daerah Jawa Barat, ..., h. 52-60 47