Latar Belakang Pendidikan RIWAYAT HIDUP RADEN DEWI SARTIKA
menjalani kehidupannya sehari-hari. Dengan kemampuan yang perempuan miliki, selayaknya kaum perempuan harus dapat keluar dari bayang-bayang kaum pria.
Karena bagaimanapun, tak selamanya seorang istri terus berada di belakang suaminya.
Selain itu, ketika Raden Dewi Sartika tinggal bersama uwaknya, di Cicalengka, ia melihat kehidupan rumah tangga uwaknya yang berpoligami.
Raden Aria Suriakarta Adiningrat, uwak Raden Dewi Sartika, memiliki empat orang istri. Bahkan konon walaupun telah memiliki empat orang istri, Raden Aria
Suriakarta Adiningrat masih suka mengganggu istri-istri bawahannya, bahkan ketika berburu ia suka memanfaatkan kesempatan mencari wanita yang bisa
dikencani.
142
Dari realitas kehidupan yang ia alami di rumah uwaknya, Raden Dewi Sartika melihat bahwa seorang istri tidak berdaya ketika suaminya ingin memiliki
istri lagi, dan tidak dapat menolak keinginan suaminya itu. Ia pun tidak bisa berbuat apa-apa ketika mengetahui suaminya berselingkuh dengan perempuan
lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa seorang istri harus menerima apapun yang suaminya berikan kepadanya, tanpa bisa menolak sedikitpun.
Selain melihat kehidupan keluarga yang berpoligami, Raden Dewi Sartika pun melihat realita bahwa keponakan-keponakannya, serta anak-anak
abdi dalem yang sebaya dengannya tidak dapat membaca dan menulis. Hal itu diketahui ketika ia dan teman-teman sebayanya mendapatkan pengajaran dan
pendidikan dari Agan Eni, istri keempat uwaknya, Raden Aria Suriakarta Adiningrat. Dari seluruh anak-anak yang diajar oleh Agan Eni, hanya Raden Dewi
Sartika yang pandai membaca dan menulis, hal itu disebabkan karena ia sebelumnya telah mengenyam pendidikan di sekolah Belanda. Pada waktu itulah
ia merasa bangga karena ia merupakan satu-satunya murid yang sudah pandai membaca dan menulis. Oleh karena itu ia seringkali dimintai pertolongan oleh
teman-teman sebayanya untuk menulis surat atau membacakan surat.
143
142
Yan Daryono, R. Dewi Sartika, Jakarta: CV. Pialamas Permai, 1998, h. 50
143
Panitia Peringatan Hari Lahir Ibu Rd.Dewi Sartika, Riwayat Hidup dan Perjuangannya 1884-1947, Bandung,: Konsolidasi Partisipasi Masyarakat Meneruskan Perjuangan Rd. Dewi
Sartika, h. 2
59
Keadaan keponakan-keponakan dan teman-teman Raden Dewi Sartika, yang dibiarkan bodoh akan baca tulis, dapat membahayakan bagi nasib kaum
perempuan itu sendiri. Karena jika mereka meminta tolong kepada orang lain, untuk membaca atau menuliskan surat, maka tidak menutup kemungkinan mereka
bisa ditipu oleh orang lain. Hal inilah yang membuka pikirannya bahwa anak perempuan harus bisa menulis dan membaca, agar dapat menjaga dirinya dan
tidak menjadi korban penipuan. Ketika ibunya kembali ke Bandung setelah ayahnya meninggal di
Ternate, Raden Dewi Sartika pun memutuskan pergi dari rumah uwaknya dan hidup bersama ibunya. Namun tak disangka kehidupannya terasa pahit, karena
ibunya sudah jatuh miskin dan tidak memiliki kemampuan untuk membiayai kehidupan sehari-hari. Karena semua hartanya disita oleh pemerintah ketika
suaminya, Raden Somanagara diasingkan ke Ternate. Karena Raden Ayu Rajapermas, ibunya Raden Dewi Sartika tidak mendapat pengajaran dan
pendidikan, sehingga ia tidak bisa mencari nafkah untuk kelima putra-putrinya, apalagi untuk hidup di atas kaki sendiri. Sehingga ia dan keluarga hidup dalam
keadaan serba kekurangan dan banyak mendapat kesulitan-kesulitan dalam menjalani kehidapannya. Hal ini mengakibatkan penderitaan batin bagi ibu Raden
Dewi Sartika.
144
Raden Raden Dewi Sartika sangat prihatin akan ketidakberdayaan ibunya sebagai seorang perempuan. Dalam pikirannya, sudah tentu banyak
perempuan yang bernasib buruk dan tidak berdaya seperti ibunya, lebih-lebih di kalangan rakyat kecil. Kesedihan dan keprihatinan yang dialaminya telah
membukakan mata hatinya untuk berusaha mengubah jalan pikiran kaum perempuan sebangsanya sehingga timbullah keinginan untuk memperbaiki
kehidupan mereka dengan jalan memberikan pengajaran dan pendidikan kepada kaum perempuan supaya mereka dapat memiliki berbagai kecakapan yang
diperlukan sebagai perempuan, terutama calon ibu rumah tangga.
144
Panitia peringatan Hari Lahir Ibu Rd.Dewi Sartika, Riwayat Hidup dan Perjuangannya 1884-1947,..., h. .3- 4
60