murid yang diterima di sekolah ini adalah anak-anak golongan masyarakat atas, seperti anak-anak bangsawan, tokoh-tokoh terkemuka, dan orang-orang
Bumiputra yang terhormat. Hal ini disebabkan anak sekolah tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan administrasi pemerintahan, perdagangan, dan
perusahaan. Lama belajar pada Sekolah Kelas Satu adalah 3 tahun, dengan bahasa pengantar mula-mula bahasa Melayu dan daerah, tetapi kemudian secara
berangsur-angsur diubah menjadi bahasa Belanda tahun 1914. Sekolah Kelas Satu kemudian berkembang menjadi HIS Hollandsch
Inlandsche School. HIS dibuka bukan karena direncanakan oleh pemerintah, melainkan atas desakan masyarakat Indonesia, khususnya golongan masyarakat
atas. Hal ini disebabkan Sekolah Kelas Satu terbukti tidak memenuhi syarat untuk melanjutkan pelajaran. Selain itu, masyarakat meminta agar kesempatan masuk
sekolah Belanda diperluas, sebab ujian Klein Ambtenaar terbukti terlalu sukar untuk anak-anak Sekolah Kelas Satu.
2. Sekolah Dasar Kelas Dua De Scholen der Tweede Klasse
Sekolah ini dibuka dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi masyarakat umum. Dengan kata lain, sekolah tersebut disediakan
bagi anak-anak Bumiputra dengan tujuan untuk mendidik calon-calon pegawai rendah. Perbedaan antara Sekolah Kelas Satu dengan Sekolah Kelas Dua terletak
pada lama belajar, kurikulum, tenaga pengajar, dan ruang sekolah. Lama belajar pada Sekolah Dasar Kelas Dua selama 5 tahun.
3. Gymnasium Willem III
Pada tahun 1860 di Jakarta dibuka Gymnasium Willem III yang merupakan sekolah lanjutan menengah pertama untuk anak-anak golongan
Eropa dengan lama belajar 3 tahun.
114
Pada tahun 1867 sekolah tersebut dibagi menjadi dua bagian afdeling. Bagian A dengan lama belajar 5 tahun dan dapat
meneruskan ke Perguruan Tinggi. Bagian B dengan lama belajar 3 tahun, kemudian dapat melanjutkan ke Perguruan Perwira, Pendidikan Pegawai Negeri
atau Akademi Perdagangan dan Kerajinan di Delf Negeri Belanda. Selanjutnya
48
Gymnasium diubah menjadi Hogere Burgerschool HBS, dengan lama belajar 5 tahun.
115
4. Sekolah Raja Hoofdenschool
Hoofdenschool atau dalam bahasa sehari-hari biasa disebut Sekolah Raja, mula-mula didirikan di Tondano pada tahun 1865 dan tahun 1872. Sekolah ini
disediakan bagi anak-anak dari orang-orang Bumiputra yang menjadi kepala daerah dan tokoh-tokoh golongan Bumiputra lainnya. Setelah percobaan di
Tornado berhasil, maka pada tahun 1878 sekolah Raja didirikan lagi di Bandung, Magelang, dan Probolinggo. Sekolah ini merupakan lanjutan umum dengan tujuan
mendidik calon-calon pegawai Bumiputra. Oleh karena itu, setelah percobaan pendirian sekolah di kota-kota tersebut di atas berjalan lancar, maka pada tahun
1900, Sekolah Raja berganti nama menjadi OSVIA Opleidingschool voor Inalndsche Ambtenaren: Sekolah Pendidikan Pegawai Bumiputra. Selanjutnya
sekolah ini ditingkatkan menjadi sekolah menengah dengan nama MOSVIA.
5. Sekolah Pertukangan
Sekolah kejuruan pertama kali dibuka atas prakarsa pihak swasta pada tahun 1856 di Batutulis, Jakarta. Murid-muridnya berusia 6-15 tahun. Tujuan
dibuka sekolah ini adalah untuk membantu golongan peranakan Indo-Belanda agar dapat mencari penghidupan yang layak. Namun sekolah ini hanya bertahan
sampai tahun 1873. Pada tahun 1860 pihak pemerintah juga membuka sekolah pertukangan namun inipun tidak dapat bertahan lama. Hal ini disebabkan
sedikitnya biaya pengolahan sekolah atau kurangnya animo murid-murid.
6. Sekolah Pendidikan Guru Hollandsch Inlandsche Kweekschool
Setelah pendidikan guru Kweekschool dibuka dengan maksud sebagai persiapan untuk pendidikan sekolah-sekolah Bumiputra. Pada tahun 1834 dibuka
di Ambon. Di Pulau Jawa pada tahun 1852 di Surakarta. Pada tahun 1866 dibuka di Bandung dengan murid pertama berjumlah 27 orang, diantaranya pindahan dari
HIK Surakarta.
115
Pendidikan di Indonesia dari jaman ke jaman, ..., h. 51
49