karena itu, pada 16 Januari 1904, Sakola Istri berhasil dibentuk. Dalam bahasa Sunda, istri berarti juga wanita.
152
Sekolah ini merupakan sekolah pertama bagi kaum perempuan Indonesia. Sesuai dengan amanat R.A.A. Martanegara, untuk sementara waktu tempat belajar
dilaksanakan di ruangan Paseban Barat di halaman rumah bupati Bandung.
153
C. Sistem Pendidikan di Sakola Kautamaan Istri
Sehubungan dengan sistem pendidikan Sakola Kautamaan Istri, penulis mencatat beberapa elemen penting yang menjadi faktor penunjang keberhasilan
sebuah lembaga pendidikan. Diantaranya adalah sebagai berikut: 1.
Guru
Sakola Kautamaan Istri adalah sekolah yang khusus diperuntukkan untuk kaum perempuan. Oleh karena itu, guru-guru yang mengajar di sekolah tersebut
semuanya merupakan perempuan. Salah satu tujuan diberlakukan kebijakan seperti ini adalah agar masyarakat dapat menyaksikan dan mampu memberikan
penilaian bahwa kaum perempuan juga mampu bersaing dengan kaum laki-laki dalam upaya pemberdayaan pendidikan.
Penulis mencatat, pada awal pembentukkannya pada tahun 1904, terdapat tiga guru yang mengajar di Sakola Kautamaan Istri, selain Raden Dewi Sartika
sendiri yang juga merangkap sebagai kepala sekolah, juga ada saudara misannya yang ikut membantu dalam memberikan ilmu pengetahuan. Diantara kedua guru
tersebut ialah Nyi Poerwa dan Nyi Oewit. Selain itu penulis mencatat beberapa nama guru setelah berdirinya tahun 1904, diantaranya mbok Suro guru pada mata
pelajaran membatik, Ibu Juhana, Ibu Neno Karsanah, Ibu Enceh, Ibu Halimah, Ibu Ine Tardine, dan Ibu Teiters guru bahasa Belanda.
154
Oleh karena keterbatasan sumber dan data yang tersedia, penulis hanya bisa menyajikan beberapa nama guru yang mengajar pada waktu itu. Hal ini
disebabkan karena tidak adanya dokumentasi tertulis baik dari Perpustakaan Daerah Bandung maupun dari Sekolah Dewi Sartika sekarang, tentang
152
Meidiana F, Dewi Sartika,..., cet ke-1, h. 31-32
153
Yan Daryono, R. Dewi Sartika, ..., h. 58
154
Lihat Yan Daryono, R. Dewi Sartika, ...., h. 58, 72, 127, 128,
65
keseluruhan jumlah guru yang mengajar di Sakola Kautamaan Istri selama rentang sekolah tersebut beroperasi. Walaupun Sakola Kautamaan Istri atau sekarang
berubah menjadi Sekolah Dewi Sartika masih ada, namun penulis tidak dapat menemukan data nama-nama guru sewaktu masih di pimpin oleh Raden Dewi
Sartika di sekolah tersebut, mengingat banyak dokumen-dokumen yang hilang ketika tentara Jepang mengambil alih Sakola Kautamaan Istri pada tahun 1942.
Walaupun demikian, dapat dipastikan bahwa semua tenaga pengajar yang mengajar pada Sakola Kautamaan Istri merupakan guru-guru pilihan yang sengaja
dipilih oleh Raden Dewi Sartika untuk membantu beliau dalam merealisasikan cita-citanya mengangkat derajat kaum perempuan.
Oleh karena itu, kriteria guru yang mengajar di Sakola Kautamaan Istri adalah sebagai berikut:
1. Memiliki kemampuan tinggi tentang dunia pendidikan.
2. Memiliki keterampilan khusus di bidang keterampilan wanita, seperti;
memasak, menjahit, menyulam, merenda, mengatur rumah dll. 3.
Berwibawa, bijaksana, tegas, disiplin, baik, periang, dan berlaku adil kepada murid-murid.
4. Memiliki kemampuan untuk selalu membangkitkan minat anak belajar
dan memberi nasehat kepada anak didik untuk belajar sungguh-sungguh. 5.
Memiliki semangat juang dalam memajukan kaum perempuan.
155
Dalam proses belajar mengajar di Sakola Kautamaan Istri, guru-gurunya tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan umum saja seperti membaca, menulis,
berhitung dll, akan tetapi juga memberikan berbagai keterampilan yang dituangkan dalam pelajaran keterampilan wanita seperti memasak, menjahit,
menyulam, merenda, menyajikan makanan dll. Selain itu juga, diberikan pelajaran akhlak atau budi pekerti dan berbagai pembinaan-pembinaan. Sehingga, dapat
disimpulkan bahwa seorang guru menurut Raden Dewi Sartika adalah orang dewasa yang tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan dan keterampilan saja
kepada anak didik, namun juga memberikan pembinaan-pembinaan yang akan
155
Lihat Yan Daryono, R. Dewi Sartika, ...., h. 125, 126, 134
66
membentuk kepribadian yang baik bagi anak didik yang akan bermanfaat bagi kehidupan yang akan datang.
2. Murid
Sakola Kautamaan Istri didirikan oleh Raden Dewi Sartika khusus untuk anak-anak perempuan sebagai upaya untuk menjadikan mereka memiliki
pengetahuan, dan keterampilan yang akan mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan itu sendiri. Oleh karena itu, murid-murid yang sekolah di Sakola
Kautamaan Istri pun semuanya adalah anak perempuan. Penulis mencatat, pada tahun 1904 didirikan, jumlah murid di Sakola
Kautamaan Istri cukup menggembirakan. Walaupun baru didirikan namun jumlah siswi yang mendaftar pada angkatan pertama sudah mencapai 60 siswi. Pada
tahun selanjutnya, tepatnya pada tahun 1905, proses belajar mengajar dipindahalihkan dari Pendopo atau halaman rumah bupati Bandung, R.A.A
Martanegara ke Jalan Ciguriang-Kebon Cau. Walaupun penulis tidak menemukan data tentang jumlah siswi pada saat dipindahkan, namun penulis dapat
mengasumsikan bahwa siswinya pada saat itu sangat banyak. Mengingat untuk angkatan pertama saja siswi yang daftar sudah mencapai 60 siswi, apalagi untuk
angkatan kedua, penulis menilai lebih dari 50 siswi yang daftar sebagai murid Raden Dewi Sartika, karena berdirinya Sakola Kautamaan Istri mendapat
sambutan hangat dari masyarakat umum, selain itu juga yang menjadi sebab kegiatan belajar mengajar dipindahkan, karena Pendopo sudah tidak bisa lagi
menampung siswi yang semakin banyak.
156
Tepat pada tujuh tahun Sakola Kautamaan Istri didirikan, pada tahun 1911 jumlah siswi pada Sakola Kautamaan Istri berjumlah 210 siswi
. Memasuki
tahun ajaran di tahun 1913, jumlah siswi di Sakola Kautamaan Istri telah mencapai 251 siswi. Dan yang lulus pada tahun yang sama sebanyak 107 siswi.
Maka dapat penulis simpulkan bahwa jumlah siswi keseluruhan pada saat itu mencapai 358 siswi. Dari data tersebut dapat terlihat jelas bahwasanya Sakola
Kautamaan Istri yang didirikan oleh Raden Dewi Sartika merupakan sekolah
156
Lihat Yan Daryono, R. Dewi Sartika, ..., h. 58, 82
67
bumiputra yang paling besar dan paling mapan di zamannya. Bahkan para siswinya tidak hanya dari Bandung, akan tetapi dari seluruh pulau jawa.
157
Namun demikian, penulis tidak dapat menuliskan jumlah siswi di Sakola Kautamaan Istri pada tiap tahunnya, karena keterbatasan sumber yang ditemukan.
Dari buku yang penulis temukan, tidak ada data tentang jumlah siswi pada tiap tahunnya, selain itu juga ketika penulis sambangi ke Sekolah Dewi Sartika,
disanapun tidak ada data tentang jumlah siswi pada saat ia pimpin, karena seluruh dokumentasi tentang Sakola Kautamaan Istri dibuang oleh tentara Jepang yang
mengambil alih Sakola Kautamaan Istri pada tahun 1942. Sesuai yang telah penulis uraikan sebelumnya bahwa latar belakang
Raden Dewi Sartika mendirikan Sakola Kautamaan Istri adalah karena masih banyak anak-anak perempuan yang tidak memiliki ilmu pengetahuan yang luas
dan keterampilan-keterampilan yang berguna bagi kehidupan. Maka dari itu, hadir Raden Dewi Sartika dengan guru-guru lain yang ada di Sakola Kautamaan Istri
untuk memberikan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan-keterampilan kepada anak didik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa anak didik menurut Raden
Dewi Sartika adalah orang yang membutuhkan bimbingan untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan sehingga dapat bermanfaat bagi
kehidupannya di masa yang akan datang. Karena, bagaimanapun juga tanpa bimbingan dari Raden Dewi Sartika dan guru-guru lain yang mengajar di Sakola
Kautamaan Istri, anak-anak perempuan tidak akan mendapatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan bagi kehidupan, baik di keluarga
maupun di masyarakat luas.
3. Kurikulum
Sementara itu, kurikulum yang diajarkan pada sekolah ini dirancang menyesuaikan dengan kurikulum yang ditetapkan pemerintah kolonial, yakni
dengan mengacu pada Tweede Klasse School.
158
Kurikulum yang mengikuti sistem pemerintah kolonial diantaranya dengan memasukan materi Bahasa
Belanda sebagai salah satu mata pelajaran yang wajib diajarkan kepada para siswi.
157
Lihat Yan Daryono, R. Dewi Sartika, ..., h. 71, 82
158
Nina Herlina Lubis, 9 Pahlawan Nasional Asal Jawa Barat, ..., 97
68