Metode Pembelajaran Sistem Pendidikan di Sakola Kautamaan Istri
mengabdi kepada suaminya. Dan kalau ingin bisa menulis, minta diajar kepada suaminya.
2. Percuma anak perempuan disekolahkan, karena kalau sudah pandai
menulis, suka digunakan membuat surat-surat cinta yang mendorong berbuat tidak baik. Oleh karena itu, lebih baik diam saja di rumah
membantu pekerjaan orangtua. 3.
Menurut kaum santri, anak perempuan itu bukan disekolahkan, melainkan agar mempelajari pengetahuan agama, belajar shalat,
mempelajari sifat 20 dan tasawuf, supaya baik hati dan ada sesuatu untuk menahan nafsunya, karena wanita itu harus teguh benteng pertahanannya.
4. Perempuan itu tidak boleh terlihat oleh laki-laki, kecuali oleh suaminya
dan muhrimnya. Oleh karenanya wanita itu tidak baik disekolahkan
167
. Selain pemikiran orang tua yang terlalu kolot dalam pandangannya
tentang pendidikan, juga kebiasaan mengawinkan anak-anak di usia kanak-kanak telah menjadi penyakit di masyarakat. Dalam masyarakat, ada kebiasaan buruk
untuk saling memperjodohkan anak-anak di usia yang masih kanak-kanak, bahkan sebelum yang bersangkutan mempunyai sesuatu pengertian mengenai hal itu.
Walau perkawinan masih jauh, tetapi orangtua masing-masing sudah menginginkan kepastian, karena khawatir bahwa akan timbul peristiwa yang dapat
menghalangi maksud itu. Betapa seringnya terjadi bahwa kedua orang anak yang sama sekali tidak
saling mengenal dijodohkan, dan tidak diperhitungkan adanya dua tabiat yang justru bertentangan satu sama lain.
Menurut Raden Dewi Sartika, pemikiran para orangtua untuk menikahkan anak-anak mereka dalam usia dini akan dapat diubah
dengan pendidikan. Dengan pendidikan, orangtua akan menyadari bahwa perkawinan kanak-kanak itu adalah keliru. Selain orangtua, kaum perempuan
sendirilah yang harus menginsyafi bahwa suatu perkawinan harus dilaksanakan sesuai dengan keinginan dari kedua belah pihak antara laki-laki dan perempuan
167
Yan Daryono, R. Dewi Sartika,..., h. 86
78
yang bersangkutan, bukan kepada sikap tunduk berserah pada perhitungan orangtua mereka.
168
Selain itu juga, menurut pandangan Raden Dewi Sartika, sebagian besar orang berpendirian bahwa pendidikan untuk anak-anak perempuan dirasa tidak
perlu karena para orangtua belum mengetahui benar manfaatnya sekolah, mereka menganggap di sekolah itu hanya diajarkan menulis, membaca dan berhitung.
Sebenarnya tidak hanya itu, karena masih banyak lagi mata pelajaran pokok yang perlu bagi keutamaan hidup manusia, agar mereka memiliki pengetahuan dan
keterampilan untuk mencari jalan hidup ketika tidak ada yang memberi nafkah untuk menjaga keselamatan, menghindari bahaya dan lain sebagainya.
Diantara pelajaran pokok yang diberikan kepada anak-anak yaitu
169
: 1.
Kebersihan: Yaitu agar badan, pakaian, alat-alat sekolah, tempat duduknya harus bersih dan berhati-hati dalam memilih makanan.
2. Tatakrama: Yaitu segala tindak-tanduknya sopan, bisa bekerjasama atau
menyesuaikan diri dengan orang lain, bersikap sesuai dengan orang yang dihadapi seperti kepada pembesar, kepada yang setahap, dan kepada
orangtua serta berpakaian rapih dan wajar. 3.
Berbicara: Yaitu tepat menggunakannya, tidak tertukar antara berbicara dengan pembesar dan dengan rakyat biasa, fasih berbicara, jelas
ucapannya dan tidak cabul atau tidak sopan. 4.
Disiplin dalam pemakaian waktu: Seperti waktu untuk belajar jangan digunakan untuk bermain atau sebaliknya, begitu pun mandi, makan,
tidur harus pada waktunya dan harus tetap. 5.
Taat: Yakni sungguh-sungguh dalam melaksanakan perintah guru, perintah orangtua dengan benar, belajar, bekerja rajin, sampai selesai
dengan cepat, benar dan tidak berbohong. 6.
Gembira: Yaitu mencari kegembiraan hati dengan menyanyi, main musik, bercerita, menonton lukisan, bermain dengan teman, membuat
kerajinan.
168
Maria Ulfah Subadio dan T.O. Ihromi, Peranan dan Kedudukan Wanita Indonesia, Yogyakarta: Gajah Mada University, 1986, h. 118
169
Yan Daryono, R. Dewi Sartika,..., h. 87-88
79
7. Baik hati, hati suci: Seperti bersahabat dengan kawan sekolah, tidak
pernah bertengkar, sayang kepada teman-teman, tidak sombong, suka menolong, sabar, tidak suka terburu-buru, tidak suka mengejek, tidak
ingin dipuji, tidak iri. 8.
Hemat: Seperti belajar mengumpulkan uang menabung supaya mengerti nilai uang, agar kelak senang menyisakan rizki yang diperoleh,
bisa cukup dengan rizki kecil dan bersisa bila rizkinya besar. 9.
Berpikir atau memilih: Yaitu membukakan pikiran agar kelak dapat berpikir baik, dapat memilih mana yang menyenangkan dan mana yang
tidak menyenangkan. Oleh karena itu, menurut Raden Dewi Sartika anak yang rajin sekolahnya
sampai tamat, baik anak perempuan maupun laki-laki dapat diharapkan akan menjadi orang yang baik seperti menurut ungkapan sehat, baik, cekatan dan benar.
Menurut Raden Dewi Sartika perkembangan anak didik berdasarkan pula atas pergaulannya dan pendidikannya. Misalnya jika ia bergaul dengan priyayi
tentu akan dapat bertatakrama seperti priyayi dan dapat pula menjadi priyayi. Tetapi sebaliknya, walaupun putera priyayi, tapi jika tidak dididik dan tidak
disekolahkan, maka tidak akan dapat menjadi priyayi. Akhirnya hilang tabiat kepriyayiannya dan muncul tabiat buruk dan jelek pula kelakukannya serta
membawa akibat buruk kepada lingkungannya, karena hal itu akan ditiru oleh rakyat kecil. Karena tabiatnya tidak dipelihara atau dimanja sejak kecil, segala
kehendaknya dituruti, sesudah besar sulit dididiknya. Menurutnya, akan jauh lebih baik jika mereka berasal dari keturunan
baik, ditambah dengan pemeliharaannya baik, maka kebaikannya akan berlipat ganda. Jika anak itu dijaga, diperhatikan, dan dididik, maka penglihatan dan
pilihannya tentu akan berbeda dengan anak yang tidak baik penjagaan atau pendidikannya. Sebaliknya jika anak kurang baik pemeliharaannya, tentu
badannya lemah dan sering kena penyakit. Sesudah besar tabiatnya jelek dan bodoh atau lemah pikirannya, mudah melakukan kejelekan, mudah tergoda,
mudah tertipu, nafsunya besar tak tertahan oleh akal sehatnya sebab sudah lemah sejak kecil. Dan ingatan yang terang benderang atau hati yang terbuka terdapat
80