BAB II PENDIDIKAN PEREMPUAN
A. PENDIDIKAN
1. Pengertian Pendidikan
Menurut  Arifin,  secara  teoretis  pendidikan  mengandung  pengertian “memberi makan” opvoeding kepada jiwa peserta didik sehingga mendapatkan
kepuasan  rohaniah,  juga  sering  diartikan  dengan “menumbuhkan”  kemampuan
dasar  manusia.
26
Sementara,  menurut  Ngalim  Purwanto  pendidikan  ialah  segala usaha  orang  dewasa  dalam  pergaulan  dengan  anak-anak  untuk  memimpin
perkembangan  jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.
27
Sejalan dengan  itu, Ahmad D. Marimba mendefinisikan pendidikan sebagai bimbingan atau pimpinan
secara  sadar  oleh  pendidik  terhadap  perkembangan  jasmani  dan  rohani  peserta didik  menuju  terbentuknya  kepribadian  yang  utama.
28
Lebih  jauh,  tokoh pendidikan nasional Indonesia, Ki Hajar Dewantara, menyatakan pendidikan pada
umumnya  berarti  daya  upaya  untuk  memajukan  budi  pekerti  kekuatan  batin, pikiran  intelek,  dan  jasmani  anak-anak,  selaras  dengan  alam  dan
masyarakatnya.
29
26
M.  Arifin,  Ilmu  Pendidikan  Islam,  Tinjauan  Teoritis  dan  Praktis  Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006,  cet ke-5, h. 22
27
Ngalim  Purwanto,  Ilmu  Pendidikan  Teoritis  dan  Praktis,  Bandung:  PT.Remaja Rosdakarya, 2007, cet ke-18, h. 11
28
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al- Ma’arif, 1989,
h. 16
29
Ki Hajar Dewantara, Masalah Kebudayaan; Kenang-kenangan Promosi Doktor Honoris Causa,  Yogyakarta,  1967,  h.  42  dalam  Azyumardi  Azra,  Pendidikan  Islam  Tradisi  dan
Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002,  cet ke-4 , h. 4
11
Dengan  demikian,  pendidikan  merupakan  usaha  sadar  yang  dilakukan orang  dewasa  untuk  menjadikan  peserta  didik  agar  tumbuh  dan  berkembang  ke
arah  kedewasaan  baik  jasmani  maupun  rohani  sehingga  dapat  bermanfaat  bagi dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Sementara itu, Oemar Hamalik mendefinisikan pendidikan sebagai suatu proses  sosial,  karena  berfungsi  untuk  memasyarakatkan  anak  didik  melalui
sosialisasi  di  dalam  masyarakat.
30
Dalam  proses  sosialisasi  yang  cocok  untuk peserta  didik  adalah  di  lingkungan  sekolah.  Di  sekolah  peserta  didik  akan
memerankan sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam proses belajar  mengajar,  baik  itu  terhadap  gurunya  sebagai  pendidik,  maupun  teman-
teman  sebayanya  di  lingkungan  sekolah.  Selain  itu  juga,  peserta  didik  dapat mengamalkan  dalam  kehidupan  di  masyarakat  dari  apa  yang  telah  dipelajari  di
sekolah. Lebih  jauh,  Azyumardi  Azra  mengemukakan  pendidikan  merupakan
suatu  proses  penyiapan  generasi  muda  untuk  menjalankan  kehidupan  dan memenuhi  tujuan  hidupnya  secara  lebih  efektif  dan  efisien.  Pendidikan  lebih
sekedar  pengajaran;  yang  terakhir  ini  dapat  dikatakan  sebagai  suatu  proses transfer  ilmu  belaka,  bukan  transformasi  nilai  dan  pembentukkan  kepribadian
dengan segala aspek yang dicakupnya.
31
Dengan  demikian,  pengajaran  hanya  sekedar  proses  pemberian  materi pelajaran  kepada  anak  didik  yang  hanya  akan  membentuk  para  spesialis,  yang
terkurung pada bidangnya saja. Sedangkan pendidikan, lebih dari itu, di samping proses  transfer  ilmu  dan  keahlian,  juga  lebih  menekankan  pada  pembentukkan
kesadaran  dan  kepribadian  anak  didik  sehingga  dapat  menjadikan  mereka  dapat menyongsong  kehidupannya  di  masa  yang  akan  datang  dengan  lebih  efektif  dan
efisien. Berbagai pengertian pendidikan di  atas, sejalan dengan Undang-Undang
Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, pada bab 1 ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan
30
Oemar  Hamalik,  Dasar-dasar  Pengembangan  Kurikulum,  Bandung:  PT.  Remaja Rosdakarya, 2007, cet ke-2, h. 73
31
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, ..., cet ke-4, h. 3-4
12