Peran Ulama Aceh Pada Masa lalu

23 menurun bahkan memperlihatkan gejala naik yang ditandai oleh timbulnya pesantren Dayah-dayah baru disekitarnya. Dayah yang berkembang pada masyarakat aceh secara total memperlihatkan dirinya sebuah parameter yang mewarnai kehidupan kelompok masyarakat luas. Dayah merupakan lembaga keagamaan yang mengajarkan, mengembangkan dan menyebarkan Ilmu agama Islam. Struktur pendidikan dayah juga menunjukkan strata tertentu dimana kurikulum sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki oleh Teugku chik pimpinan dayah. Pendidikan dasar dayah dimulai dengan materi kitab arab mulayu yang dikenal dengan meunasah . Kemudian yang kedua memahami kitab arab gundul dikenal dengan kelas Rangkang. Dan yang terakhir adalah kelas kitab-kitab nahwu, sharaf atau dikenal dengan dengan kitab kuning. Bagi santri yang belajar kitab tersebut di Bale, harus mempunyai kemampuan yang tinggi karena semua ilmu yang diajarkan di Bale memiliki sifat saling berkesinambungan. Kriteria santri tidak hanya dilihat dayah, kedewasaan ilmu, namun juga kemampuan. Jadi tidak heran dalam kelas terakhir ini para santri dengan umur beraneka ragam serta kelas inilah yang langsung dibimbing oleh teungku Chik. Sehingga merekalah yang bakal jadi Teungku- teungku guru bantu. Taufik 1996 hal 160

1.2. Peran Ulama Aceh Pada Masa lalu

Secara Historis Ulama diAceh sangat berperan tidak hanya dalam urusan agama tetapi juga urusan sosial masyarakat. Seperti dalam mempersatukan masyarakat yang dapat kita lihat hal ini ketika berlangsungnya Perang aceh 1873- 1905 dimana pasukan Belanda untuk pertama kalinya memasuki pantai Kuala lue yang dipimpin oleh Mayjen Verpijick dengan pasukan yang besar dan persenjaataan yang lengkap. Persenjataan rakyat Aceh sangat minim dan sederhana namun berkat semangat Jihat yang dikobarkan Universitas Sumatera Utara 24 oleh para ulama, rakyat rela mengorbankan segala yang dimilikinya, baik harta, benda maupun jiwanya. Sampai akhirnya Istana raja jatuh ketangan Belanda dimana rakyat mundur. Langkah berikutnya yang diambil untuk menghadapi Belanda dengan cara mengadakan musyawarah yang dihadiri sekitar 500 orang dari bergai unsur baik kerajaan, ulama, maupun rakyat. Musyawarah tersebut dipimpin oleh Imum lueng bata dan Teugku lamnga yang merupakan tokoh ulama setempat. Setelah para ulama memberi pendapat dan penjelasan yang ditinjau dari hukum Islam sehingga rapat memutuskan wajib melakukan perang sabil untuk mengusir kafir belanda. Said, 1961 hal 437. Dalam sejarah Kerajaan Aceh Darussalam, ulama telah diberikan kekuatan politik dan kedudukan, sehingga mereka dapat mengambil kebijakan terhadap peristiwa yang terjadi dalam masyarakat. Sebutlah seperti yang termaktub dalam “Qanun Meukuta Alam” pasal 23: Bagi warga kampung di wilayah Aceh yang berani menerima orang asing non-muslim bermalam di rumahnya, jika ketahuan maka pihak tersebut akan didenda kifarat oleh ulama dengan diwajibkannya memberi makan sidang jumat atau mengadakan kenduri bagi orang miskin. Selain dari pada membina lembaga- lembaga pendidikan sejak zaman kesultanan para ulama aceh juga bergerak dalam usaha-usaha pembangunan, terutama di bidang sosial, pertanian dan tingkah laku. Sebagai contoh dalam bidang pertanian adalah Teungku Chik di Pasi , Teugku chik di Bambi, Teungku chik trueng capli dan Teungku chik di ribee . Untuk meningkatakan pertanian mereka membangun lueng irigasi yang pasa zamannnya terhitung cukup panjang. Teungku chik di Pasi membangun irigasi dengan tali airnya bernama leung bintang sepanjang 40 kilometer sehingga dengan adanya irigasi tersebut areal persawahan rakyat yang luas di Pidie dapat dialiri air dengan Universitas Sumatera Utara 25 cukup. Sehingga ketahanan ulama dalam masyarakat karena kualitas moral dan keilmuannya menjadikan ulama sebagai figur yang dihormati oleh masyarakat Aceh Rizki Ridyasmara,2006. Setelah Belanda berhasil menduduk i wilayah Aceh 1905-1942 disini muncul organisasi Persatuan Ulama Seluruh Aceh PUSA pada 5 Mai 1939. Dimana banyak terobosan yang dilakukan salah satunya adalah dengan mereformasi pendidikan. Metode ini dipelopori oleh Teungku Saman Siron yaitu dengan cara mengajar pengetahuan agama dari cara duduk berakhlak dibale menjadi duduk di bangku memakai papan tulis di depan dan ini terbukti lebih efektif. Di samping itu juga adanya penambahan materi pendidikan dari pendidikan agama bertambah dengan pengetahuan umum walau masih menggunakan bahasa arab. Dengan demikian Ulama pada masa lalu juga berperan sebagai agen perubahan tokoh pembaharu. Taufik, 1996: 63.

1.3. Peran Ulama Aceh masa kini