36
Kepemimpinan yang dimiliki ulama atau Teungku dayah dapat dikatakan sebagai bentuk pendelegasian dari yang maha kuasa Allah. Karena bagi masyarakat Aceh
jabatan yang dimiliki oleh ulama tidak datang dari aparatur pemerintah, namun jauh dari pada itu kepemimpinan tersebut datangnya langsung dari sang khalik. Khaligatul filardhi
merupakan konsep yang dipegang teguh sebagai pemimpin dimuka bumi. Bentuk dari pendelegasian tersebut antara lain perintah datangnya dari Allah kemudian melalulai para
rasul, seterusnya melalui para ulama karena pada hakikatnya “ulama warasatul anbiya” ulama pewaris para nabi. Barang siapa yang melanggar aturan ulama maka ia juga
melanggar aturan nabi dan seterusnya melanggar aturan Allah berupa murtad. Dan apabila hal itu terjadi maka telah sia- sialah ia menjadi muslim yang sejati.
2.3 Otoritas Kharismatik
Masyarakat Aceh traditional religius pedesaan sangat didominasi oleh pengaruh Ulama sebagai pemimpin kharismatik. mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin
seperti ini, pengetahuan sebagai faktor penyebab Karena kurangnya seorang pemimpin yang karismatik, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi
dengan kekuatan gaib supranatural power, sehingga para santri yang belajar pada satu Teungku Dayah Ulama sangat enggan melawan ulama karena dikhawatirkan akan
“Teumeurka” atau laknat Ulama yang berakibat tidak diberkahi Ilmu yang telah diberikan serta permasalahan ini tidak hanya berlaku dalam lingkngan pesantren saja
namun juga dalam masyarakat umumnya. Dalam tradisi masyarakat Dayah Aceh, ulama senantiasa memiliki kekuatan tersebut perlu dikemukakan bahwa kekayaan, umur,
kesehatan profil pendidikan dan sebagainya. Tidak dapat digunakan sebagai kriteria tipe pemimpin karismatis atau Teungku Keuramat Ulama kramat.
Universitas Sumatera Utara
37
Otoritas ini didasarkan pada mutu luar biasa yang dimiliki oleh pemimpin sebagai seorang pribadi. Istilah kharisma ditujukan kepada mereka yang dalam pengertian luas
untuk menunjukkan daya tarik pribadi yang ada seseorang sebagai pemimpin. Weber mengatakan dalam hal ini meliputi karakteristik-karakteristik pribadi yang memberikan
inspirasi kepada mereka yang bakal jadi pengikut. Istilah yang digunakan oleh Weber dalam menggambarkan para pemimpin-pemimpin agama yang berkarismatik dimana
dasar pemikiran mereka adalah bahwa mereka memiliki suatu hubungan khusus dengan Ilahi.
Istilah kharisma akan diterapkan pada suatu mutu yang terdapat pada seseorang, yang kiranya ia terpisah dari orang biasa dan diperlakukan sebagai orang yang
dianugerahi dengan kekuasaan atau mutu yang bersifat adduniawi, luar biasa atau sekurangnya kekacauan dalam bidang tertentu, mutu seperti ini menarik para pengikut
yang setia kepada pemimpin kharismatik tersebut secara pribadi dan memiliki komitmen terhadap keteraturan normatif atau moral yang digambarkan. Menurut hal ini kepatuhan
yang dimiliki para pengikut tergantung baik pada identifikasi emosional dengan pemimpin sebagai seorang pribadi maupun komitmen terhadap nilai-nilai absolut yang
diajarkannya. Douley 1994 hal 230. Dalam gaya kepemimpinan kharismatik para pengikut membuat atribusi penghubungan dari kemampuan kepemimpinan yang heroik
atau luar biasa bila mereka mengamati prilaku- prilaku tertentu. Ikatan evaluatif yang bersifat kepemimpinan ditentukan oleh keberhasilan
pemimpin memenuhi harapan sosial terhadap peranannya. Ada dua harapan yang dikepada pemimpin yaitu:
Universitas Sumatera Utara
38
1. Kemampuan untuk memimpin kearah tercapainya situasi yang dicitakan
komunitasnya. 2.
Kemampuan fungsinya dalam mempertahankan komunitas. Namun demikian mungkin yang paling mempegaruhi kepemimpinan yang
berlandaskan nilai keagamaan yang berhubungan dengan pertangung jawaban transendental, diharapkan Tidak hanya dalam hal bersifat keakhiratkan namun ulama
senantiasa berperan sebagai tokoh. Hal ini karena harapan akan kesejahtraan rohani masyarakat yang apabila nasihat- nasihat ulama diemban dan dilaksanakan maka
kebahagian hidup di dunia dan di akhirat akan tercapai. Apabila dalam suatu kampung tidak adanya ulama yang senantiasa memberi petuah maka kampung tersebut akan jauh
dari keselamatan yang hakiki Rahmatan lilalami disini ulama diharapkan dapat mempertahankan komunitas Pedesaan. keterluluhan pribadi kedalam keharusan moral
agama. Taufik, 199 hal 64. Sejauh ini peran ulama dayah dalam mengimplementasi syaria’at Islam masih
dipertanyakan karena dalam hal ini kapasitas ulama sebagai pembuat qanun perda. Sampai saat ini qanun masih dirancang oleh para ulama yang duduk di MPU. Ulama
dayah tidak memiliki kapasitas dalam hal ini namun campur tangan ulama dayah masih exsis dan tidak jarang qanun yang dirancang terlebih dahulu didiskusikan antara MPU
dan ulama dayah secara nonformal. Adapun tahap pemberlakuan qanun pertama di rancang oleh MPU seterusnya dibahas dalam sidang DPRD NAD setelah disahkan
kemudian diundangkan. Setelah rancangan qanun tersebut diundangkan dalam perda kemudian dilimpahkan kepada dinas syari’at Islam untuk selanjutnya dijalankan sebagai
fungsi eksekutif.
Universitas Sumatera Utara
39
Kepemimpinan ulama dayah yang informal kharismatik dapat dilihat Pada saat konflik GAM- TNI keterlibatan penyelesaian yang melibatkan juga ulama, karena secara
lebih rasional ulama adalah sosok yang masih dipercaya oleh pihak pihak yang bertikai. Selain itu, keterlibatan mereka adalah untuk memberikan nuansa moral dan kultur ke-
Acehan Pada waktu UU Otsus 182001 dan CoHA, peran ulama dayah yang dimotori oleh RTA dan HUDA justru tidak terlalu menonjol Keduanya juga terlibat aktif dalam
proses memberikan masukan. Ulama HUDA misalkan membuat forum di Lhokseumawe yang juga dihadiri oleh MPU Ada kalanya mereka melakukan mediasi informal dan ada
kalanya mereka juga harus tampil didepan secara formal. Ada kalanya juga mereka tampil atas nama pribadi untuk menghindari efek yang lebih buruk bagi organisasi yang
dipimpinnya, tapi juga sering kita lihat mereka tampil atas nama lembaga. Akan tetapi intinya mereka sangatlah berperan dalam proses rekonsiliasi konflik di Aceh. Peran
mereka bisa memberikan pendekatan kultural dan moral ke-Acehan dalam nuansa berbeda. Peran mereka yang semacam ini terkadang tidak langsung terasa dalam waktu
dekat, tapi sangat dirasakan efektifitasnya.Aceh institude 14-05-2008 Tipe otoritas ini didasarkan kepada suatu kepercayaan yang mapan terhadap
kekuasaan tradisi-tradisi zaman dahulu serta legitimasi status mereka yang menggunakan otoritas yang dimiliki. Jadi alasan penting orang taat kepada struktur otoritas ini adalah
kepercayaan mereka bahwa hal ini selalu ada. Mereka menggunakan otoritas tersebut pada satu kelompok status yang traditional menggunakan otoritas atau mereka dipilih
sesuai peraturan yang dihormati sepanjang tahun. Hubungan antara tokoh yang memiliki otoritas dari bawahannya pada dasarnya
merupakan hubungan pribadi. Sebenarnya kunci untuk memahami dinamika sistem
Universitas Sumatera Utara
40
otoritas traditional adalah dengan melihat sebagai perpanjangan dari hubungan keluarga. Mereka yang patut memiliki rasa setia pribadi kepada pemimpinnya yang sebaliknya
memiliki kewajiban tertentu untuk memperhatikan mereka kepada pemimipinnya yang sebaliknya memiliki kewajiban tertentu untuk memperhatikan mereka. Walaupun
pemimpin dan bawahannya terikat kepada peraraturan traditional, namun masih ada keleluasaan bagi atasannya secara pribadi dalam menggunakan otoritasnya dan dalam
keadaan seperti itu bawahan terpaksa taat.
2.4 Defenisi Konsep