Struktur dan Norma Masyarakat Aceh

31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Struktur dan Norma Masyarakat Aceh

Dalam kehidupan sehari-hari manusia dihadapkan kepada perbedaan baik secara alami maupun konstruksi sosial. Sehingga diikuti dengan perbedaan status dan peran sesuai dengan kapasitas masing-masing, maka hal demikian disebut dengan Struktur sosial. Seperti yang dikatakan oleh Soejono Soekanto struktur sosial sebagai sebuah hubungan timbal balik antara posisi- posisi sosial dan antara peranan sosial. Maka masyarakat sebagai makhluk sosial juga tidak terlepas dari struktur sosial. Struktur masyarakat teridentifikasi dengan stratifikasi sosial yang menentukan perbedaan kelas dalam masyrakat yang bersifat ekonomi. Seperti yang dikatakan oleh Horton dan Hunt bahwa terbentuknya Stratifikasi dan kelas-kelas sosial didalamnya sesungguhnya tidak hanya berkaitan dengan uang. Stratifikasi sosial suatu strata atau pelapisan orang-orang yang berkedudukan sama dalam kontinum atau rangkaian kesatuan status sosial. Sementara Ralf Linton dalam pembahasan struktur sosial memperkenalkan dua konsep penting yaitu status dan peran role. Status diartikan sebagai “a collection of right and duties” kumpulan hak dan kewajiban, sedangkan peran adalah ”dynamic aspek of status ”. Menurut Linton seseorang yang menjalankan peran manakala ia menjalankan hak dan kewajiban yang merupakan statusnya. Sunarto, 2000 hal 55. Masyarakat sebagai suatu komunitas yang tidak terlepas dari komponen struktur sosial memiliki stratifikasi atau penggolongan masyarakat. Sehingga dengan status yang diemban juga berhubungan dengan peran. Adapun struktur masyarakat Aceh dalam Ismuha, 1969: 37 sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 32 1. Golongan Umara Pemimpin yaitu golongan sebagai pemimpin rakyat karena kekayaan, wibawa, kecakapan baik dalam memimpin. Pimpinan yang dimaksudkan baik tingkat gampong maupun daerah. 2. Golongan Ulama merupakan mereka yang ahli dalam Ilmu agama serta diakui oleh masyarakat yang disertai dengan prilaku kerohaniannya. 3. Golongan saudagar, ini adalah golongan orang kaya yang bekerja sebagai pedagang. Dengan harta yang dimiliki dan senantiasa bersedakah infaq sehingga mereka lebih dihargai dalam masyarakat. 4. Golongan terpelajar yaitu mereka yang telah menamatkan pendidikan yang notabennya kedaerah perkotaan. 5. Golongan tani merupakan para petani yang memiliki lahan sendiri atau peninggalan orang tuanya dan secara kuantitas mereka memiliki jumlah yang sangat besar serta status asli, artinya kelompok lain pada awalnya juga berasal dari petani. Tak jarang dari golongan diatas memiliki peran ganda sebagai petani. 6. Golongan rakyat jelata yang merupakan buruh dan golongan ini tidak bergitu besar. Bagaimanapun juga hubungan pelapisan yang paling menonjol pada masyarakat Aceh saat ini adalah Ulama dengan Umara. kapasitas yang mereka miliki masing- masing saling bekerja sama satu sama lain baik dalam birokrasi maupun masyarakat, hal ini dapat kita lihat dari administrasi terkecil Gampong desa dimana yang paling bertanggung jawab adalah Keuchik kepala desa yang bertugas mengurusi masalah adat dan Teungku Universitas Sumatera Utara 33 Imuem Ulama yang senantiasa mengusuri memberi keputusan penasehat Hukum dan melaksanakan acara keagamaan. Taufik 1996 hal 157 Status Ulama merupakan status yang diraih dengan usaha belajar Ilmu agama Achieved status, sehingga perannya dapat berupa kecakapan dalam mengkaji Agama baik dalam Pesantren yang di didiknya maupun masyarakat luas disebut sebagai ”warasatul anbiya” penerus para nabi perannya yang bersifat Kultural mencakup Syari’at dan aqidah. Disamping kewibawaan dan ketauladanan yang menjadi parameter keberhasilannya dalam menuntun umatnya kearah kemuliaan agama. Selain agama banyak bentuk norma yang berlaku dalam masyarakat namun semua itu tidak mengikat masyarakat sehingga tidak selama norma dipatuhi oleh masyarakat secara menyeluruh. Maka demikian dibutuhkan norma Hukum yang merupakan aturan tertulis ataupun tidak tertulis yang berisikan perintah atau larangan yang memaksa dan yang akan memberikan sanksi yang tegas kepada yang melanggarnya. Secara sosiologis Hukum mempunyai dua aspek yang berlainan yang pertama adalah sistem norma norm system dan yang kedua adalah sistem pengendalian sosial social control, kedua aspek hukum tersebut harus dilengkapi dengan aspek hukum lainnya yaitu Hukum sebagai konkritisasi atau perwujudan dari sistem nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat atau social engineering. soekanto, 1995 hal 115. Dengan adanya hukuman bagi pelaku pelanggaran syariat maka akan ditindak tegas karena menyangkut hak orang lain. Norma disini di maksudkan sebagai Qanun atau peraturan daerah yang telah berlaku di NAD, maka Ulama dayah diposisikan sebagai kontrol sosial bagi anggotanya agar tindakannya lebih baik dalam waktu yang akan datang. Universitas Sumatera Utara 34 Masyarakat aceh yang fanatik akan mengikuti perkataaan ulama, karena ulama merupakan tempat bertanya masalah yang menyangkut kehidupan, terutama menyangkut norma baru yang dikaitkan dengan norma agama memerlukan penafsiran. Oleh karenanya apabila ulama mengatakan sesuatu masalah itu dapat dilaksanakan maka masyarakat akan melaksanakannya dengan tulus dan ikhlas. Stratifikasi sosial yang diberikan masyarakat kepada ulama ini bersandarkan pada konsep- konsep agama islam baik melalui kitab suci maupun hadits yang disampaikan Nabi antara lain ”sesungguhnya yang takut kepada Tuhan dari hamba-hambanya adalah ulama”. TM. Ashashadiqi 1971: 700

2.2 Peran Sosial Kepemimpinan Informal