Peran Ulama Dayah dalam pelaksanaan syari’at

83 Kendati aceh kini memasuki masa perdamaian sosok pemersatu rakyat juga masih diperlukan. Pada tataran skup yang lebih kecil sebagai pemersatu umat rakyat, teungku masih diperlukan sebagaimana kasus yang telah kita bahas pada poin peran ulama dalam menyelesaikan sengketa.

4.7.9. Peran Ulama Dayah dalam pelaksanaan syari’at

Seperti yang telah dipaparkan diatas bahwasanya adanya tumpang tindih dalam pemahaman dan penilaian implementasi syati’at Islam di Aceh bagi kalangan agamawan traditional melihat tidak ada masalah dan tidak ada hubungan antara implementasi syari’at Islam yang berlaku dan syaria’at seperti yang mereka katakan. Berdasarkan hasil observasi penulis melihat adanya sentiment antara ulama terhdap pemerintah atau dinas syari’at sehingga terkesan ulama dayah sinis dalam melihat implementasi syari’at Islam. Jenjang hirarki tersebut kami coba untuk ungkapkan karena pada hakikatnya mereka belum adanya satu pemahaman disatu sisi ulama memahami akan syari’at sementara mereka tidak memahami akan qanun disisi lain itu adalah tugas pemerintah untuk mensosialisasikan kepada warga masyarakat. Hal tersebut terungkap dari hasil wawancara dengan Tgk. Zakaria sebagai berikut: “Tugas saya selaku Teungku dayah yang pertama mengajar didayah, kemudian mengisi ceramah, majelis ta’lim serta khutbah jum’at selain itu saya mencari nafkah selaku pimpinan rumah tangga. Jadi dengan adanya syari’at Islam saya lihat meunasah mesjid sudah lebih aktif dan saya juga sering dipanggail untuk ngisi acara dan itu atas permintaan masyarakt setempat baik teungku Imuem mesjid maupun gampong tidak fakum seperti dulu namun saya tidak mengharapkan pamrih dari situ walau setip kali ngisi selalu diberi amplop, karena itu menjadi kewajiban mukmin untuk membantu mukmin yang lain dan ketika ilmu yang bermanfaat Universitas Sumatera Utara 84 merupakan salah satu yang akan bawa kealam kubur”. Wawancara 28 Juli 2009 Dari pemaparan tersebut terlihat bahwa Tgk. dayah tidak dilibatakan scara langsung walaupun merekan mendapat peran secara tidak langsung. Seharusnya jika kita merujuk pada persoalan hambatan mengenai implementasi adalah sosialisasi yang kurang terarah dan disini perlu adanya suatu cara sosialisasi yang lebih membumi dengan demikian akan meninggikan kesadaran. Dengan kharismatik yang dimiliki oleh ulama maka sangat memungkinkan penyadaran masyarakat oleh ulama. Peran ulama pada dasarnya adalah merancang mengenai qanun sebagaimana dikatakan oleh Masykur sebagai berikut: “Tugas ulama adalah dan dinas syari’at adalah dibuaat oleh Ulama terutama ulama yang tergabung dalam Majelis Permuswaratan Ulama selain itu juga ulama dayah diikut sertakan oleh dinas syari’at Islam Pemerintah sebagai koordinator penaseha dan pelaksana syari’at Islamdi Aceh”. wawancara 29 Juli 2009 Sementara informan lainnya mengatakan sedikit banyak ulama dayah masih berperan terutama pada ring terluar terhadap pengaturan kurikulum yang sampai saat ini terus di diusahakan dan senantiasa tahapan demi tahapan akan dilakukan dan diaktualisasikan kemampuan apa saja yang mampu diapresiasi agar syaria’at berjalan. Salah satu langkah yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan partisipasi ulama dayah dalam penseleksian siswa yang harus mampun membaca Al- Qur’an sebagai dasar pemahaman akan agama. Bagaimana mungkin seorang calon imtelektual Aceh pada masa yang akan datang harus faham akan agama. Sebagaimana yang diungkapkan Bpk. Iskandar Gade Camat Syamtalira Aron sebagai berikut: ”Sudah ada peran ulama dayah terutama diperbantukan di sekolah- sekolah untuk menseleksi dan mewajibkan mampu membaca Al-qur’an bagi calon sisiwa SMP dan apabila mereka tidak mampu maka harus Universitas Sumatera Utara 85 ditempa terlebih dahulu. Karena seyogyanya seorang muslim dengan usia 12 tahun harus mampu membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar”. Wawancara 28 Juli 2009 Kerterlibatan ulama yang dimaksud belumlah merata diperoleh oleh para ulama dayah tergantung keaktifan mereka dan juga koneksi mereka ke atas untuk melobi bagaimana agar kiranya mampu berperan dan yang pastinya mereka akan mendapatkan manfaat secara ekonomi. Namum demikian banyak orang beranggapan Tgk. Dayah tidak ada peran secara substansi dan juga mereka merasa bahwa syari’at Islam tidak ada fungisnya sama sekali sehingga secara politik ini menguntungkan pihak tertertu. Persoalannya adalah sosok dari ulama tersebut sangat dinanti dikalangan masyarakat namun ketika suatu kebijakan mendatangkan keuntungan secara finansial pekerjaan tersebut menjadi miliki bagi orang- orang tertentu. Jika semua orang memandang syaria’at tersebut penting maka seharusnya mereka harus memiliki pemahaman akan syari’at layaknya seorang Teugku. Jika tidak maka teungku tersebut juga harus dihargai sebagai seorang intelektual muslim yang profesional sebagaimana dikatakan oleh saudara Suhaimi masyarakat Gampong pante sebagai berikut: ”Menyo memang awak nya hana di peuyom teungku nyak dipeuroh lan syari’at jino bah menan mantong menyo na yah jih meninggai bek hoei teungku jak seumano, peukafan, seumayang dan tanom keuro manyet ureung chik jih”. Jika memang meraka Pemerintah tidak menghargai para Teungku maka yang harus mereka lakukan adalah ketika orang tuanya meninggal dunia tidak usah memanggil Tuengku untuk melaksanakan fardhu kifayah namun mereka harus memandikan, mengkafani, mensolatkan dan menguburkan secara sendiri.wawancara 26, Juli 2009 Sebagian masyarakat merasa prihatin dengan perubahan yang terjadi namun tidak memberikan kesempatan kepada orang yang memiliki kompetensi. Layaknya ulama Universitas Sumatera Utara 86 dayah yang memiliki pengetahuan akan agama dengan baik namun meraka tidak dilibatkan diposisi tertentu dalam hal pembuatan qanun dan implementasi syaria’at secara intensif. Karena dengan adanya peran ulama maka akan mudah dipahami dan diemban oleh masyarakat terkait syari’at. Mayarakat sangat mengidamkan agar implementasi syariat Islam berjalan lancer sebagaimana mestinya. Namun salah satu kendala yang dihadapai adalah masih adanya tumpang tindih antara pemerintah dan ulama dayah dalam melihat dan mempersepsikan qanun. Hingga kini sudah enam tahun implementasi syari’at pencapaian implementasi syari’at Islam masih jauh dari yang diharapkan karena masih banyaknya kendala- kendala dilapangan. Kendala tersebut baik berupa proses sosialisasi yang dilakukan oleh syari’at maupun pada objek implementasi kepada masyarakat seperti yang dikatakan oleh Tgk. Masykur santri Budi muzein sebagai berikut: ”Saya lihat bahwa syari’at islam diAceh belum bisa diterapkan secara kaffah, karena masyarakat belum menerima pemberlakukan syari’at Islam baik secara mental maupun spiritual, karena masyarakat aceh belum memahami sepenuhnya syari’at Islam yang sebenarnya”.wawancara 29 Juli 2009 Disamping gencarnya kontroversi sudut pandang pelaksanaan syari’at. Bagi pemerintah melihat masyarakat kurang respon terhadap syaria’at Islam ada indikasi pelaksanaan syari’at islam untuk kepentingan pemerintah semata. Bagi segelintir orang masih memandang hal ini sebagai suatu yang riskan dan syari’at dibuat bukanlah untuk menertipkan peraturan namun justru mencari pelanggaran seperti yang dikatakan oleh Tgk. Abdurrahman sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 87 Menyo tanak pegot syaria’at Islam awaknyan dile suah takoh jaro , seubab chit awaknyan nyang le pegot salah lage korupsi dan menyo nyan chit han dijeut. Sampo oh jino hana nyang dikoh jaro lom menyo geutanyo hana meudaleh sapeu malam ta seumebeut oh uro tajak u blang . Jika kita ingin melaksanakan syaria’at maka terlebih dahulu merekalah Pemerintah yang harus di potong tangan karena merekalah yang senantiasa membuat ulah seperti kasus korupasi tidak ada yang diangkat ke Mahkamah agama dan mereka tidak akan berani membuat peraturan seperti tersebut. Kalau seperti kami tidak ada masalah, pada siang hari kami bertani dan dimalamnya kami mengaji jadi tidak ada pengaruh syari’at atau tidak. wawancara 27 Juli 2009 Jadi masyarakat cenderung menuntut keadilan itu dilaksanakan dari atas top- down bukan seperti sekarang justru kalangan bawah yang senantiasa terkena imbas. Seperti kasus pencurian terkadang yang dicuri hanya berupa ternak atau barang- barang yang murah karena rakyat lapar lantas mereka buru- buru menaikkan perkara ke mahkamah dan hasilnya tersangka di eksuskusi cambuk. Ketidak adilan demikian yang menjadi bulan- bulanan warga. Sementara jika kita lihat juga ada kemajuan yang dicapai walaupun masih banyaknya hambatan dan kesemuanya dibutuh kan waktu dan kerja sama dari seluruh komponen masyarakat sebagaimana yang dikatakan oleh Iskandar Gade, SE Camat Syamalira Aron sebagai berikut: ”Cukup banyak pencapai dari implementasi syari’at seperti terutama kaum wanita sudah seragam menggunakan busana muslimah, namun yang paling penting adalah akhir- akhir ini kesadaran masyrakat sudah mulai tinggi terlihat semakin minimnya pelanggaran. Pada awal-awal pemberlakuan Qanun, pada setiap selesai shalat jum’at pasti ada eksekusi cambuk baik dimesjid lhokseumawe maupun di mesjida Lhoksukon dan sekarang hanya setiap bulan satu kali adanya eksekusi tesebut di mesjid”. Wawancara 28 Juli 2009 Universitas Sumatera Utara 88 Pemerintah sendiri sangat optimis akan dapat ditegakkan syari’at sesuai dengan rencana yang telah ada. Berbeda pendapat dengan masyarakat yang masih pesimis atas implementasi syari’at. Dan hingga kini kita lihat secara makro sebenarnya syari’at Islam baru barlaku sekitar 60 dan ini menjadi pekerjaan berat pemerintah.

4.8. Harapan masyarakat terhadap Ulama agar syari’at Islam berjalan sebagaimana mestinya