22
BAB I PENDAHULUAN
1.1 . Latar Belakang Masalah
Berbicara masalah Ulama juga berbicara masalah personal, ”Ulama” dari segi Bahasa merupakan orang yang memiliki Ilmu Ilmu Agama. Secara Panggilan dan
tingkatan pengakuan terhadap Ulama di Aceh adalah ”Teungku”. Panggilan Teungku diberikan untuk orang-orang yang memiliki pengatahuan Agama, Berakhlak mulia dan
pada waktu tertentu pergi ”Meudagang” menuntut Ilmu disalah satu Dayah lembaga pendidikan Islam tradisional yang biasanya jauh dari kampung halaman. Namun yang
paling penting adalah adanya pengakuan dari masyarakat. Ulama Dayah identik dengan pemimpin Pesantren Dayah, bedanya adalah ”Ulama” adalah mereka yang lulusan
Dayah yang kemudian bekerja di sektor non- pesantren. Dan ”Ulama dayah” merupakan mereka yang lulusan Dayah kemudian menjadi Ulama muda yang mendirikan Dayah
pesantren dilingkungan asalnya. Predikat status ulama akan meningkat apabila Dayah yang dibangunnya terus berkembang dan memiliki santri didikan yang terus bertambah.
Dayah disini dikategorikan sebagai pesantren yang diklaim sebagai lembaga pendidikan traditional. Nilai keagamaan seperti Ukhwah persaudaraan, Ta’awun tolong
menolong, Ittihat persatuan, Thalabul Ilmi menuntut ilmu, Ikhlas, Jihad berjuang, Tha’at
patuh, kepada Tuhan ALLAH, Rasul, Ulama Kiayi sebagai pewaris para Nabi dan berbagai nilai-nilai yang secara eksplisit tertulis sebagai ajaran Islam yang ikut
mendukung eksistensi Pesantren. Walaupun saat ini telah banyak Pesantren yang dikategorikan modern di Aceh namun Pesantren Traditional Dayah masih cukup eksis.
Dalam kenyataannya perkembangan pesantren traditional Dayah secara kualitatif tidak
Universitas Sumatera Utara
23
menurun bahkan memperlihatkan gejala naik yang ditandai oleh timbulnya pesantren Dayah-dayah baru disekitarnya.
Dayah yang berkembang pada masyarakat aceh secara total memperlihatkan dirinya sebuah parameter yang mewarnai kehidupan kelompok masyarakat luas. Dayah
merupakan lembaga keagamaan yang mengajarkan, mengembangkan dan menyebarkan Ilmu agama Islam. Struktur pendidikan dayah juga menunjukkan strata tertentu dimana
kurikulum sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki oleh Teugku chik pimpinan dayah. Pendidikan dasar dayah dimulai dengan materi kitab arab mulayu yang dikenal dengan
meunasah . Kemudian yang kedua memahami kitab arab gundul dikenal dengan kelas
Rangkang. Dan yang terakhir adalah kelas kitab-kitab nahwu, sharaf atau dikenal dengan
dengan kitab kuning. Bagi santri yang belajar kitab tersebut di Bale, harus mempunyai kemampuan yang tinggi karena semua ilmu yang diajarkan di Bale memiliki sifat saling
berkesinambungan. Kriteria santri tidak hanya dilihat dayah, kedewasaan ilmu, namun juga kemampuan. Jadi tidak heran dalam kelas terakhir ini para santri dengan umur
beraneka ragam serta kelas inilah yang langsung dibimbing oleh teungku Chik. Sehingga merekalah yang bakal jadi Teungku- teungku guru bantu. Taufik 1996 hal 160
1.2. Peran Ulama Aceh Pada Masa lalu