67
ulama dalam implementasi syariat Islam di Aceh Sebagai bahan pertimbangan berikut akan ditampilkan deskripsi dan hasil wawancara langsung dengan beberapa informan.
4.7.1. Peran Ulama dalam sosialisasi syariaat Islam
Penanaman nilai- nilai syariat Islam sebagaimana tercantum dalam Al-Quran dan Hadits sudah menjadi kelaziman di berikan oleh para alim ulama dan cerdik pandai
kepada masyarakat umum. Demikian juga di Aceh persoalan tersebut sudah sejak zaman dahulu hingga sekarang masih berlaku. Terkait implementasi syariat Islam di Aceh
penanaman nilai dan sosialisasi tersebut semakain di intensifkan tanpa adanya instruksi dari manapun. karena bagi orang yang beriman memberi Ilmu kepada orang lain sudah
menjadi suatu Ibadah khususnya sadakah jariyah yang tak pernah habisnya menjadi tuntunan dalam kehidupan dunia dan akhirat. Sebagai mana yang dikatakan oleh Saudara
Mansur sebagai berikut: “Pengetahuan akan syari’at Islam secara menyeluruh mulai dari yang
mendasar hingga yang rumit saya dapatkan dari teugku dimana saya mengaji ketika saya masih anak- anak. Dulu waktu saya mengaji didayah
kami senantiasa masuk sore hari sampai keesokan harinya. Selama masa pengajian tersebut kami selalu dibimbing dalam hal syari’at serta
pelatihan secara kecil- kecilan, misalnya ganjaran bagi yang melanggar aturan atau tidak shalat maka akan di kenakan cambuk oleh teungku
menggunakan rotan. Karena dalam islam sejak usia 7 tahun harus diingatkan dan dipaksa agar anak dapat melakukan shalat dan jika lebih
dari 10 tahun maka wajib di pukuli. Disamping itu juga teungku bilang masih untung kita hidup di Aceh coba saja jika di Arab maka bagi yang
tidak taat aturan maka akan dicambuk menggunakan cambuk asli, bagi yang mencuri akan dipotong tangan”. Wawancara 28 Juli 2009
Masyarakat khususnya yang tinggal di daerah pedesaan senantiasa mengimbangi
antara pendidikan agama dan pendidikan sekolah secara bersamaan. Seperti dikatakan oleh saudara Mansur misalnya sejak masa pendidikan sekolah dasar SD mereka telah
ditempa dengan dengan pendidikan agama dan ini menjadi kewajiban bagi setiap orang
Universitas Sumatera Utara
68
tua untuk menitipkan anak- anak mereka pada teugku Dayah. Sejak itu pula sosialisasi ajaran syariat Islam telah terbentuk sehingga menjadikan seseorang menjadi insan yang
bukan hanya beragama islam namun juga memahami ritual keagamaan. Sejak anak- anak mereka telah terlatih dengan pola pendidikan dayah yang juga berlaku system reward and
punishman . Sosialisasi primer di peroleh dari keluarga dan sosialisasi sekunder selain
diperoleh dari sekolah juga di dapat dari dayah-dayah oleh Teungku. Karena itulah prilaku masyarakat aceh sangat fanatik terhadap Islam dimana walaupun sebagian dari
masyarakat aceh ada yang berperilaku tidak sesuai dengan ajaran Islam dan pada dasarnya mereka tahu akan hal tersebut dan semua itu hanya didapat dari lembaga dayah
tradisional yang dipimpin oleh Teungku. Lain halnya ketika disahkan pemberlakuan syari’at Islam maka disana telah
tersusun seperangkat aturan atau norma agama yang dipadukan dengan norma hukum. Dalam pelaksanaan syari’at Islam tidaklah mengubah sama sekali esensi yang berlaku
sesuai dengan ajaran Islam, hanya saja disana telah dilengkapi dengan sanksi- sanki apabila terjadi pelanggaran. Sosialisasi tersebut dilakukan melalui pamplet di sepanjang
jalan, dikecamatan dengan memanggil para perangkat desa yang akhirnya disampaikan kepada masyarakat baik oleh Geuhik maupun oleh Teungku Imuem.
Secara umum rencana program pemberlakuan syari’at sebenarnya cukup baik namun ketika dilapangan maka semuanya harus di kaji kembali karena adanya persoalan
diluar dugaan yang akan menghambat baik system maupun struktur perangkat desa. Perangkat desa gampong juga harus dibenahi sebelum membenahi masyarakat.
Persoalan ini terindikasi bahwa masih adanya oknum perangkat desa yang terpilih diluar dari criteria yang telah ditetapkan sehingga untuk mengayomi masyarakat sangat sulit.
Universitas Sumatera Utara
69
Seperti yang disampaikan oleh geuchik gampong teungoh bahwa masih adanya aparat desa yang tidak kompeten, berikut wawancara Geuchik Anwar:
“Untuk menyelenggarakan syari’at sesuai dengan yang diharapkan maka terlebih dahulu para perangkat desa harus memahami syari’at karena
saya melihat masih ada rekan kami Geuchik tidak disibutkan nama belum, saya ulangi masih belum memahami apa itu syari’at hal ini
karena panitia ketika pemilihan Geuchik tidak ketat dalam menentukan kriteria. Dan itu juga telah saya usulkan kepada pemerintah dan aparat
syari’at agar kedepan lebih ketat dalam menyeleksi calon geuchik”,wawancara 28 Juli 2009
Oleh karena itu hal ini merupakan suatu temuan penting yang harus kita resapi bersama jika syari’at Islam ingin ditegakkan di tanah serambi mekah. Selain faktor kesadaran juga
masalah pendanaan serta masalah rekruitmen dari pada perangkat desa. Dalam wawancara tersebut Geuchik Anwar bukan mengatakan para perangkat desa tidak
memahami ajaran syari’at namun sosialisasi yang diberikan oleh para pejabat syari’at yang kurang efekti. Artinya ada sebagian komponen syari’at yang diberlakukan secara
hukum pidana Islam disamping sebagian lainnya masih dalam tahap proses penyesuaian dan perancangan qanun. Sehingga seharusnya pemerintah dinas syari’at memberi
berupa pelatihan atau Diklat agar perangkat desa selaku pimpinan gampong dapat membuat kebijakan sesuai dengan yang diharapkan.
4.7.2. Peran Ulama dalam proses menjembatani perancangan hingga pelaksanaan