bisa dibuktikan secara ilmiah, dan bergantung pada sikap manusia itu sendiri. Selain itu, kalimat tersebut berisi kategori totalitas, dan realitas. Kategori
keniscayaan-kontingensi diturunkan dari putusan apodiktik. Pada dasarnya, keseluruhan dua belas kategori yang sudah dijelaskan di
atas, dapat dikelompokkan menjadi dua. Yang pertama adalah kategori matematis, yakni kategori kuantitas dan kualitas. Sedangkan yang kedua disebut kategori
dinamik, yakni kategori relasi dan modalitas. Kategori matematik berhubungan dengan objek-objek intuisi. Sedangkan kategori dinamik memainkan peranan
dalam mengarahkan eksistensi objek-objek tersebut satu sama lain, atau terhadap pemahaman.
178
D. Deduksi Transendental
Sub-bab deduksi transendental dalam Critique of Pure Reason, berisi argumentasi yang menguatkan prinsip dua belas kategori.
179
Kant menyatakan bahwa fungsi a priori, semisal dua belas kategori memiliki validitas objektif yang
tidak terbantahkan.
180
Keduabelas kategori tersebut pada dasarnya dapat disimpulkan menjadi lima, sebagai basis pemikiran: keluasan, realitas, subjek,
dasar, dan keseluruhan.
181
Kategori tersebut menghasilkan pengetahuan a priori, yakni pengetahuan yang berisi komponen a priori atas beragam objek, ketika
menampakkan dirinya kepada subjek. Oleh karena itu, tugas dari kategori tidak
178
Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 215
179
Sebastian Gardner, Kant and the Critique of Pure Reason London: Routledge, 2003, h.130
180
Georges Dicker, Kant’s Theory of Knowledge, h. 84
181
Paul Guyer, “The Transcendental Deduction of Categories,” in Paul Guyer, ed., The Cambridge Companion to Kant Cambridge: Cambridge University Press, 2006, h. 131
lain adalah menghasilkan pengetahuan a priori tentang struktur dasar pengalaman manusia.
182
Menurut George Dicker—salah satu komentator Kant—fokus utama sub- bab tersebut ingin menegaskan dua konsep: substansi dan sebab-akibat.
183
Sub- bab tersebut adalah cara untuk menunjukkan bahwa pengalaman harus bisa
dikonseptualisasikan dalam bingkai substansi, agar segala perubahannya bisa dijelaskan oleh hukum sebab-akibat. Dari paparannya, Kant menyimpulkan
konsep dasar pemahaman sebagai kategori sintesis, menjadi tiga: konsep substansi, kausalitas, dan komposisi atau keseluruhan. Kant menyimpulkan bahwa
konsep transendental pengalaman mencakup dalam tiga hal: sesuatu sebagai substansi, setiap kondisi dunia sebagai sebuah akibat, dan semua penampakkan
membuat satu keseluruhan.
184
Di dalamnya, ia mengritik pandangan Hume atas subjektivisme dan ketidakmungkinan adanya hukum kausalitas. Bagi Kant,
pengalaman adalah hal yang mungkin, dan pengetahuan selalu berkenaan dengan pengalaman.
Agar bisa diamati secara utuh, pengalaman harus dikonseptualisasikan sebagai objek-objek yang tetap enduring objects. Pengalaman harus memiliki
sejumlah atribut yang memungkinkan subjek mengamatinya. Di sini Kant menawarkan rumusan bahwa pengalaman harus bisa diamati, dan diidentifikasi
sebagai sesuatu yang bersifat tetap dengan ciri yang tidak pernah berubah-ubah. Terlebih struktur pengalaman yang bermacam-macam dalam suatu keadaan
tertentu, harus bisa dijelaskan dalam skala rasional, yang secara signifikan
182
George Dicker, Kant’s Theory of Knowledge, h. 85
183
George Dicker, Kant’s Theory of Knowledge, h. 85
184
Paul Guyer, “The Transcendental Deduction”, h. 135
memiliki pengaruh pada kebiasaan dan atau pengulangan-pengulangan.
185
Sejumlah penyelidikan mengenai objek pengalaman bisa terus dilakukan. Mungkin hasilnya akan berbeda-beda, karena selalu terjadi perubahan. Tapi, objek
yang diamati, pada dirinya, bersifat tetap. Hal ini sebagaimana rumusan Kant tentang substansi.
Menurut Kant, setiap substansi bersifat tetap, kekal permanent. Dengan tegas, ia mengatakan bahwa semua penampakkan berisi sesuatu permanen the
permanent sebagaimana sebuah objek pada dirinya, dan perubahan the transitory hanya sebagai penentuannya, yang merupakan cara bagaimana sebuah
objek berada.
186
Substansi objek pada dirinya adalah tetap. Perubahan yang nampak terjadi pada objek sebenarnya hanya atribut yang dikenakan padanya.
Semua penampakkan berisi sesuatu yang tetap substansi, dan segala perubahan berada pada wilayah penentuan hukum.
187
Jadi, yang berubah adalah sifat objek, bukan substansi pada dirinya.
Kant masih mengikuti pengertian substansi dalam istilah klasik, yakni Aristoteles. Substansi adalah sesuatu yang bisa menjadi subjek, tapi tidak bisa
menjadi predikat.
188
Dengan kata lain, substansi bagi Kant adalah pembawa sifat a property-bearer, yang tidak bisa menjadi sifat.
189
Perubahan pada sifat substansi terjadi terus-menerus. Perubahan tersebut berada di dalam waktu, yang
meliputi objek pada dirinya, bukan waktu dalam pengertian a priori subjek. Perubahan pada sifat, bisa menyebabkan objek menjadi bentuk yang lain dari
asalnya, atau hanya merubah segelintir saja dari sifatnya. Tapi, menurut Kant,
185
George Dicker, Kant’s Theory of Knowledge, h. 144
186
George Dicker, Kant’s Theory of Knowledge, h. 145
187
Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 299
188
Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 334
189
George Dicker, Kant’s Theory of Knowledge, h. 151