Konsep Dua Belas Kategori sebagai Turunan Derivation Dua Belas

Logika transendental menjadi arah bagi penjelasan kenapa munculnya konsep a priori dalam diri subjek. Logika transendental adalah pengetahuan yang menentukan asal-usul, wilayah, dan validitas objektif kesadaran. Logika transendental hanya berurusan dengan hukum-hukum pemahaman dan akal, sejauh kedua hal ini berkaitan dengan objek-objek secara a priori. Logika transendental tidak seperti halnya logika umum, atau tipe logika kedua yang berfungsi sebagai alat. Logika transendental berhubungan, baik dengan hal empiris maupun kesadaran akal dengan tanpa perbedaan, 147 serta bukan menjadi alat semata. Secara keseluruhan, logika transendental terbagi menjadi dua: analitik transendental dan dialektik transendental. Analitik transendental merupakan bagian dari logika transendental yang menguraikan elemen-elemen kesadaran murni pemahaman dan prinsip-prinsip, yang tanpanya tak ada objek yang bisa dipikirkan. 148 Objek dalam hal ini sudah terlepas dari unsur luar dan berada dalam wilayah a priori. Kant membandingkan logika transendental ini dengan estetika transendental. Yang pertama berurusan dengan upaya memisahkan pemahaman dari unsur-unsur luar, dan yang kedua mengisolasi data inderawi dalam ruang dan waktu dari sensibilitas. Kegunaan analitik transendental adalah menemukan suatu hukum dan prinsip murni, mengenai kesadaran subjek atas pemahaman yang telah diisolasi dari aspek empirisnya. Dengan begitu, pemahaman akan menemukan legitimasi keabsahan informasi mengenai hubungan antara objeknya secara a priori. Adapun dialektik transendental berkaitan dengan kritik dialektik ilusi pemahaman. Di sini kritik diarahkan kepada pemahaman dan akal, yang kerap kali 147 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 196-197 148 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 199 mendasarkan perkiraan pada ilusi. Kritik ini bertujuan agar pemahaman lepas dari pengaruh cara berpikir yang keliru, dengan menemukan kesalahan perkiraan yang didapat tanpa penelusuran memadai terkait klaim kebenarannya. Kritik diakhiri pada titik kulminasinya, guna mencapai prinsip-prinsip transendental yang memberi penilaian dan mengevaluasi pemahaman murni, menuntun pemahaman melawan tipu muslihat yang menyesatkan. 149 Dialektika transendental adalah proses terakhir setelah analitik transendental. Pada tahap ini, semua yang sudah dimurnikan pada wilayah analitik, disatukan guna mencapai kesatuan menyeluruh. Dalam analitik transendetal, analisis ditujukan pada kesadaran murni a priori ke dalam elemen-elemen kesadaran pemahaman murni. Kant menjelaskan beberapa poin terkait analisis tersebut sebagai berikut: 1 konsep-konsep yang digunakan bersifat murni dan tidak empiris; 2 konsep tersebut bukan berasal dari intuisi, ataupun sensibilitas, melainkan pemikiran dan pemahaman; 3 merupakan konsep elementer dan bisa secara jelas dibedakan dari turunannya, atau dari percampurannya; 4 skema konsep tersebut bersifat sempurna dan secara keseluruhan menghabiskan keseluruhan pemahaman murni. 150 Dari kejelasan konsep ini, pemahaman murni tidak saja memisahkan dirinya dari sesuatu yang empiris, tapi bahkan dari sensibilitas. Melalui konsep murni, akan didapatkan keseluruhan kesadaran pemahaman. Pembahasan berikutnya akan menguraikan seputar konsep pemahaman murni, dan setelahnya dijelaskan prinsip-prinsip yang mengatur konsep tersebut. Antara konsep pemahaman murni dan prinsip-prinsipnya harus ada hubungan yang memadai. Hubungan itu berjalan timbal-balik, dan menandai 149 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 200 150 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 201 kejelasan antara kesempurnaan keseluruhannya secara a priori. Bagi Kant, munculnya kesadaran diperoleh lewat pemahaman tentang sesuatu yang sudah terbentuk dalam konsep-konsep. Munculnya konsep tersebut, terjadi setelah adanya penelusuran secara mendalam terkait beragam hal. Dengan begitu, kesadaran diperoleh melalui diskursif, bukan intuitif. 151 Ia hadir diupayakan dengan kemampuan akal, bukan seketika dari luar. Setiap konsep dalam pemahaman bekerja dengan fungsinya masing- masing. Melalui fungsi tersebut, pemahaman bekerja di bawah kesatuan aksi terhadap representasi yang berbeda-beda di bawah satu kesamaan a common one. 152 Konsep-konsep tersebut berjalan sebagai pemikiran yang spontan, dan seketika. Perbedaannya dengan intuisi, yakni intuisi bekerja dalam tahap penerimaan kesan-kesan dari luar secara seketika. Sedangkan konsep, merupakan pemikiran secara langsung terhadap data yang sudah diserap indera. Pemikiran membuat putusan terhadap data yang sudah didapat dari luar. Selain itu, yang membedakan intuisi dari konsep a priori, yakni intuisi hanya berhubungan dengan objek yang diintuisikan. Adapun konsep, selain berhubungan dengan objek yang dipikirkan, juga berhubungan dengan sejumlah representasi yang lain dalam konsep-konsep yang beragam. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya penghubung antara konsep dengan objek-objek representasi tersebut. Kesadaran terhadap objek, tidak serta merta datang secara langsung, tapi diupayakan lewat pemikiran, berupa putusan. Putusan menengahi antara konsep dan objek representasi. Menurut Kant, dalam setiap putusan terdapat konsep yang berkaitan dengan banyak hal, termasuk yang hadir tanpa diupayakan given. Misalnya 151 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 205 152 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 205 putusan, “semua tubuh bisa dibagi”. Menurut Kant, konsep bisa dibagi berhubungan dengan konsep-konsep yang lain, misalnya dengan tubuh, bentuk, berat, atau penampakan—sesuatu yang hadir tanpa diupayakan. Objek dalam putusan tersebut, dihadirkan melalui konsep dalam keterbagian. Semua putusan pada dasarnya sama seperti itu. Contoh lain seperti konsep, “kuda”. Untuk bisa mengerti tentang kuda, contoh empiris bisa dengan mudah dihadirkan, yakni berupa bentuk fisik dari kuda, dan penjelasan bahwa kuda adalah hewan herbivora. Namun, fakta empiris saja tidak cukup. Putusan mengarahkan sejumlah penyelidikan abstrak, yang mengikat setiap jenis hewan yang menyerupai konsep kuda. Dalam hal ini, diperlukan penyelidikan secara logis, bahwa jika A adalah B, dan B adalah C, maka A adalah C. Penjelasan silogistik semacam ini, menurut Kant tidak didapatkan dari fakta empiris, melainkan murni a priori. 153 Putusan apapun selalu merupakan fungsi-fungsi kesatuan di antara representasi, yang memungkinkan adanya representasi hal yang lebih luas atas hal-hal yang bersifat partikular. Karena kesadaran terhadap objek dimediasi oleh putusan, sehingga bisa dikatakan bahwa pemahaman adalah fakultas untuk memutuskan faculty for judging. 154 Dengan demikian, segala bentuk pemikiran pada dasarnya tidak bisa lepas dari putusan-putusan. Putusan berada dalam skala rasional, yang bekerja dalam memberikan informasi terkait objek yang hadir melalui intuisi. Menurut Kant, jika kita mengabstraksikan isi semua putusan secara umum, dan sampai pada bentuk pemahaman murni, akan ditemukan bahwa fungsi pemikiran dapat 153 Georges Dicker, Kant’s Theory of Knowledge, h. 52 154 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 205 dikelompokkan ke dalam empat jenis putusan. Tiap jenis putusan membawahi tiga keadaan moment. Daftar putusan tersebut dijelaskan berikut ini 155 : . Putusan Kuantitas Universal Partikular Singular . . Putusan Kualitas Putusan Relasi Affirmative Kategoris Negative Hipotetis Ketidakterbatasan infinite Disjunktif . Putusan Modalitas Problematis Penegasan Assertotic Keniscayaan Apodictic Putusan yang pertama adalah kuantitas. Putusan ini berkaitan dengan jumlah sesuatu. Sudah diketahui secara umum bahwa bilangan sesuatu berhubungan dengan sifat keumuman, kekhususan, atau kesatuan. Kant menyebut yang pertama putusan universal. Yang kedua disebut partikular. Yang ketiga disebut singular. Ketiganya saling berkaitan, dan menentukan jumlah sesuatu sebagai tujuannya. Contoh putusan universal semisal, “semua makhluk hidup pasti mati”. Dalam putusan ini, subjek makhluk mencakup segala sesuatu yang bernyawa, tanpa pengecualian. Hal ini dapat dipahami secara sederhana. Tapi, perlu diperhatikan bahwa tiap-tiap putusan tidak bekerja sendiri-sendiri, melainkan bersamaan dengan putusan-putusan lainnya. 156 Misalnya dalam contoh di atas, “semua makhluk hidup pasti mati”. Proposisi ini tidak saja merupakan 155 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 206 156 Paul Guyer, Kant New York: Routledge, 2007, h. 73 contoh putusan universal, tapi juga mengandung maksud putusan affirmatif, kategorikal, dan apodiktif. Selanjutnya adalah putusan partikular. Misalnya jika bentuk subjek dalam contoh di atas diubah menjadi, “manusia pasti mati”. Maksud dalam kalimat ini hanya berlaku pada jenis makhluk hidup yang disebut manusia, sehingga mengecualikan makhluk lainnya. Putusan jenis ini disebut partikular, karena bersifat khusus. Selain itu, juga berisi maksud putusan affirmatif, kategoris, dan apodiktif. Kemudian, ketika subjek putusan itu diubah menjadi nama pribadi seperti, “Budi pasti mati”, maka predikat dalam putusan ini hanya mencakup sosok tertentu. Kalimat ini termasuk dalam putusan singular, affrimatif, kategoris, dan apodiktif. Bagian kedua adalah putusan kualitas. Putusan ini memiliki tiga bentuk. 157 Yang pertama adalah affirmatif, atau pengakuan. Pengakuan dimaksud pencakupan terhadap sesuatu. Misalnya putusan, “jiwa adalah elemen bagi makhluk hidup”. Dalam putusan ini, predikatnya memberi pengakuan tentang suatu hal, yakni makhluk hidup. Putusan ini dikategorikan affirmatif, karena mengandung makna penyetujuan. Selain itu, juga mengandung maksud putusan singular, kategoris, dan apodiktif. Namun, jika contoh tersebut diubah dalam bentuk penolakan menjadi, “jiwa bukan elemen bagi makhluk hidup”, maka menjadi contoh putusan negatif, singular, kategoris, dan problematik. Tapi, Kant tidak berhenti dalam wilayah ini. Baginya, jika suatu kalimat ditarik lebih jauh, maka dapat diketahui bahwa maknanya berada dalam bentuk yang lebih luas tak terbatas. Misalnya dikatakan, 157 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 207-208 “itu bukan makhluk hidup”. Kalimat ini mencakup segala hal yang bukan makhluk hidup, dan tidak terbatas infinite. Kalimat tersebut, juga berisi maksud putusan singular, kategoris, dan apodiktif. Sejak awal, Kant menyadari adanya hubungan yang mengikat antara berbagai proposisi. Hubungan tersebut juga turut menandai kejelasan makna. Hal ini disebutnya putusan relasi. Kant membaginya menjadi: kategoris, hipotetis, dan disjunktif. 158 Yang pertama adalah putusan yang terdiri dari subjek dan predikat. Dua komponen ini membentuk sebuah putusan, tanpa disertai unsur lain dari luar. Contohnya seperti kalimat yang sudah disebutkan di atas, “manusia pasti mati”. Putusan ini dibentuk dalam susunan subjek-predikat, dalam bentuk satu proposisi, serta dapat memberi makna tanpa mengaitkan unsur-unsur lain dari luar. Selain itu, juga berisi makna putusan singular, affirmatif, dan apodiktik. Yang kedua adalah putusan yang dibentuk oleh dua proposisi. Jika yang ada hanya satu, maka tidak bisa memberi makna secara sempurna. Artinya, keniscayaan hubungan kedua proposisi, menjadi unsur luar yang harus ada agar terbentuknya keseluruhan makna. Misalnya putusan, “air mendidih, karena dipanaskan sampai 100 derajat celcius”. Putusan ini terdiri dari dua proposisi, yang bermakna secara sempurna dengan susunan dua proposisi. Meskipun demikian, tiap-tiap proposisi sudah mengandung putusan sendiri, yakni singular, dan problematis. Yang ketiga adalah putusan yang dibentuk dari banyak proposisi. Misalnya putusan, “dunia ada, apakah melalui kesempatan buta, atau melalui keniscayaan terdalam, atau karena sebab abadi”. Susunan kalimat ini secara keseluruhan termasuk putusan disjunktif. Artinya, jika dunia terwujud tidak 158 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 208-209 menurut proposisi pertama, atau menurut proposisi kedua, atau ketiga, tidak ada kejelasan. Dalam putusan itu, tidak ada kontradiksi, sehingga termasuk jenis putusan disjunktif tidak sempurna. Ketiga proposisi tersebut menempati putusan- putusan tertentu, yakni yang pertama singular, affrimatif, dan apodiktif; yang kedua dan seterusnya adalah bentuk putusan singular, affirmatif, dan problematis. Bagian yang terakhir, yakni putusan modalitas, tidak memberikan penjelasan tentang isi dari putusan. Putusan modalitas hanya berkenaan dengan masalah nilai copula 159 pengikat, dalam hubungan dengan pemikiran secara umum. 160 Kant mengakui bahwa putusan modalitas tidak selalu dinyatakan dalam ungkapan linguistik secara eksplisit. 161 Putusan ini terbagi menjadi tiga: problematik, assertotik, dan apodiktik. Misalnya dapat dilihat dalam kalimat, “jika ada keadilan sejati, maka iblis jahat harus dihukum”. Dalam putusan ini, informasi yang dijelaskan berisi suatu maksud yang dikaitkan dengan kondisi subjek. Dalam putusan problematis, analisis diarahkan pada kemungkinan dan ketidakmungkinan informasi. Perlu ditegaskan di sini bahwa semua putusan modalitas selalu arbitrary. Artinya, memberi ruang terjadinya kemungkinan pemahaman menurut selera tertentu dari subjek. Putusan ini hanya berkesesuaian dengan sikap subjek, daripada isi putusan itu sendiri. 162 Sehingga munculnya pemahaman berbeda, tetap bisa diterima. Dalam hal ini, kemungkinan terciptanya keadilan sejati sehingga iblis jahat bisa dihukum, atau justru sebaliknya tidak ada keadilan sejati, menjadi wilayah persoalan bagaimana sikap subjek ketika menyatakan putusan. 159 Copula adalah ekspresi dalam kalimat, yang mengikat antara subjek dengan predikat. Tapi, jika predikat sudah melekat dengan subjeknya, maka copula tidak dibutuhkan lagi. Thomas Mautner ed., The Penguin Dictionary of Philosophy, h. 113 160 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 209 161 Paul Guyer, Kant New York: Routledge, 2007, h. 74; Lihat juga, A.C. Ewing, A Short Commentary on Kant’s Critique of Pure Reason Chicago: Chicago University Press, 1984, h. 142 162 Georges Dicker, Kant’s Theory of Knowledge, h. 57 Kemungkinan apapun bisa terjadi, sejauh dipahami dalam ruang lingkup subjek. Meskipun demikian, masing-masing dari dua proposisi tersebut, merupakan bentuk putusan tersendiri. Yang pertama adalah singular, affirmatif, dan problematik. Sedangkan bagian kedua adalah putusan singular, affirmatif, dan assertotik. Putusan modalitas kedua, yakni assertotik, berhubungan dengan informasi penegasan atau pun fakta aktual. 163 Misalnya dicontohkan berikut, “Immanuel Kant lahir di Königsberg”. Putusan ini membatasi informasi yang berisi fakta dalam kenyataan. Selain itu, kalimat ini juga termasuk putusan singular, dan affirmatif. Sedangkan bagian ketiga, yakni apodiktik, adalah putusan yang berisi keniscayaan. Misalnya dalam kalimat, “manusia pasti mati”. Putusan ini berkaitan dengan informasi yang bersifat niscaya bahwa manusia pasti mati. Kendati putusan modalitas terkait dengan kehendak subjek, isi putusan apodiktif diarahkan untuk menjelaskan sesuatu yang bersifat niscaya berdasarkan pada pertimbangan rasional. Selain itu berisi apodiktif, kalimat tersebut juga berisi putusan partikular, affirmatif, dan kategorikal. Dengan ketiga bentuk putusan modalitas, proses pemikiran dapat dijelaskan dalam bentuk problematis, kepastian, dan keniscayaan. Ketiganya berada dalam bentuk pemikiran rasional secara umum. 164 Kesemua putusan yang memiliki fungsi a priori tersebut, bekerja dalam upaya menjembatani antara objek dan kesadaran. Tanpa itu, kesadaran terhadap data yang sudah ditempatkan dalam ruang dan waktu tidak bisa muncul. Dalam kerjanya, putusan mengarahkan sejumlah representasi objek dari ruang dan waktu 163 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 209 164 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 210 dalam satu kesadaran. Keragaman objek diolah dan ditempatkan ke dalam skala yang lebih sederhana. Fungsi ini menimbulkan sebuah sintesis, antara pelbagai bentuk objek. Sintesis tersebut bersifat murni. 165 Sintesis murni tersebut mengumpulkan elemen-elemen dasar kesadaran, dan menyatukan mereka dalam bentuk-bentuk tertentu. Bentuk tersebut adalah hal pertama yang menandai asal-usul munculnya kesadaran. Kesadaran dibentuk atas dasar informasi menyeluruh yang diperoleh dari penyelidikan terhadap objek. Sintesis murni atas objek kemudian menghasilkan konsep-konsep pemahaman murni. Konsep-konsep pemahaman murni ini adalah hasil terjadinya sintesis murni. 166 Di dalam konsep-konsep murni, secara analitis segala jenis representasi yang berbeda disatukan. Logika transendental mengarahkan sintesis murni representasi di bawah satu konsep pemahaman. Ketika konsep pemahaman sudah didapatkan, hal pertama yang hadir secara a priori bagi kesadaran atas semua objek adalah keragaman intuisi murni. Setelah itu, muncul sintesis keragaman, yang diperoleh melalui imajinasi. Namun, kedua hal itu belum bisa menghasilkan kesadaran secara utuh. Dibutuhkan hal lain agar kesadaran bisa muncul, yakni konsep yang memberikan kesatuan sintesis murni, yang terdiri hanya dalam representasi kesatuan sintetis. 167 Kant menjelaskan bahwa konsep murni pemahaman diterapkan pada objek intuisi secara umum dan bersifat a priori. 168 Kant menyebut konsep-konsep murni pemahaman sebagai kategori. Berikut bagan keseluruhan kategori tersebut: 165 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 210 166 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 211 167 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 211 168 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 212 . Kategori Kuantitas Kesatuan Unity Pluralitas Plurality Totalitas Totality . . Kategori Kualitas Kategori Relasi Realitas Substansi dan Aksidensi Substantia et Accident Negasi Kausalitas dan Ketergantungan Limitasi Komunitas . Kategori Modalitas Kemungkinan-Kemustahilan Eksistensi-Non-Eksistensi Keniscayaan-Kontingensi Meskipun istilah kategori sudah digunakan Aristoteles, pengertian dan jumlah kategori menurut Kant, berbeda sama sekali. Kategori dalam pengertian Kant diartikan sebagai elemen dalam semua pengetahuan, dan berjumlah dua belas. Sedangkan Aristoteles mengartikan kategori sebagai kind of predication sejenis predikat, atau kind of being sejenis wujud, dan berjumlah sepuluh buah, yakni: substansi, kuantitas, kualitas, relasi, tempat, waktu, posisi, kepemilikan, aktivitas, dan kepasifan. 169 Kant mengakui bahwa Aristoteles sudah membuka jalan penyelidikan luar biasa dalam masalah ini. Namun, karena tidak memiliki prinsip secara menyeluruh, Aristoteles hanya mengumpulkan dan mendatanya secara tidak sempurna. Penjelasannya masih mengandung sejumlah celah, karena tidak mencakup keseluruhan konsep- konsep pemahaman murni. Bagi Kant, semua kategori adalah konsep-konsep leluhur pemahaman murni ancestral concepts of pure understanding yang memiliki sejumlah konsep turunan derivative concepts, sebagai kesempurnaan 169 Thomas Mautner ed., The Penguin Dictionary of Philosophy, h. 89 sistem filsafat transendental. Bisa dikatakan bahwa kategori tersebut adalah predicables 170 pemahaman murni. 171 Kedua belas kategori dalam penjelasan Kant, dikelompokkan menjadi empat tema utama, bekerja dalam tatanan rasional, dan merupakan turunan derivation dari empat jenis putusan. Sehingga dalam penjelasan fungsinya masing-masing, tidak bisa mengesampingkan bagaimana sebuah putusan bekerja. Kategori merupakan konsep pemahaman murni, yang diterapkan pada semua elemen objek. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kategori tersebut, dalam skala ketat, memberi legitimasi pertimbangan rasional yang terlepas dari unsur a posteriori. Menurut Kant, segala pertimbangan subjek terhadap penampakkan objek selalu berkesuaian dengan kategori-kategori tersebut. Kant berkata: “Categories are concepts that describe laws a priori to appearances, thus to nature as the sum total of all appearances nature materialiter spectata…” Ia melanjutkan, “…thus on the categories, all possible perceptions, hence everything that can ever reach empirical counsciousness, i.e., all appearances of nature, as far as their combination is concerned, stand under the categories, on which nature considered merely as nature in general depends, as the original ground of its necessary lawfulness as natura formaliter spectata” 172 170 Istilah umum dalam logika yang menunjuk pada predikat. Penggunaannya sudah digunakan sejak Aristoteles dalam lima bentuk: horos, idiom, genos, diaphora, symbebēkos. Thomas Mautner ed., The Penguin Dictionary of Philosophy, h. 442-443 171 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 213 172 “Kategori-kategori adalah konsep-konsep yang menggambarkan hukum a priori terhadap penampakkan, demikian pula terhadap alam sebagai jumlah total semua penampakkan nature materialiter spectata…” Ia melanjutkan, “…jadi, pada kategori, semua persepsi yang mungkin, karena segala hal yang bisa mencapai kesadaran empiris, yakni semua penampakkan alam sejauh perhatian kombinasi mereka, berdiri di bawah kategori-kategori, di mana alam dipertimbangkan hanya sebagai alam secara umum bergantung, sebagai dasar yang asli bagi keabsahan hukum yang mungkin sebagai natura formaliter spectata”. Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 263 Kategori-kategori itu ditempatkan dan diterapkan dalam memahami keberadaan objek, dengan menggambarkan hukum a priori terhadap penampakkan, sekaligus terhadap alam sebagai jumlah total penampakkan. Kategori-kategori tersebut bekerja bersama-sama. Sehingga dalam satu proposisi diketemukan beberapa bentuk kategori. Berikut ini penjelasan satu persatu kedua belas kategori tersebut.

C. . Kuantitas

Kategori kuantitas bekerja di bawah turunan putusan kuantitas. Kategori kuantitas disebut Kant, Aksioma Intuisi Axioms of Intuition. 173 Kategori kuantitas terdiri dari: kesatuan, pluralitas atau kejamakan, dan totalitas. Hubungan antara kategori dan putusannya dijelaskan dalam contoh berikut. Kategori kuantitas-kesatuan misalnya, “semua binatang adalah makhluk hidup”. Ungkapan ini, mengindikasikan sebuah kesatuan semua binatang. Banyaknya binatang dipahami dalam kesatuan yang tidak dibatasi, tidak beberapa, tapi semua. Meskipun demikian, kalimat tersebut juga berisi kategori realitas, substansi- aksidensi, dan eksistensi-non-eksistensi. Jadi, tidak hanya kategori kesatuan. Contoh itu digunakan hanya untuk mempermudah pemahaman. Kategori kesatuan merupakan turunan putusan universal, dan berbeda dari bentuk pluralitas. Bentuk pluralitas dapat dilihat misalnya dalam kalimat, “sebagian batu adalah marmer”. Dari kalimat tersebut, yang muncul bukanlah kesatuan, tapi kejamakan. Makna pluralitas hanya mencakup sebagian dari sesuatu hal, dan tidak melingkupi keseluruhan. Oleh karena itu, objek hanya berkenaan dengan maksud tertentu. Selain kategori pluralitas, kalimat itu juga berisi kategori realitas, 173 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 286 substansi-aksidensi, dan eksistensi-non-eksistensi. Ketiganya ada bersamaan. Kategori pluralitas adalah turunan dari putusan partikular, yang mengarahkan maksudnya pada objek-objek tertentu saja. Bagian yang ketiga adalah totalitas totality. Misalnya kalimat, “batu ini adalah batu apung”. Kategori totalitas menunjukkan makna pada suatu objek khusus, yang meliputi keseluruhan aspeknya. Yang dimaksud dengan kalimat, “batu ini”, adalah tertuju pada batu tertentu, dan meliputi keseluruhan dari aspek batu tersebut. Tidak hanya mencakup sisi atau ujung tertentu dari batu. Tapi, menyeluruh meliputi bagian terluar, dan terdalam, serta elemen-elemen penting yang menjadi penyusunnya. Selain mengandung kategori totalitas, contoh tersebut juga berisi kategori realitas, substansi-aksidensi dan eksistensi-non-eksistensi. Kategori totalitas adalah turunan dari putusan singular, yang mengarahkan maksudnya pada satu objek khusus. Menurut Kant, penjelasan ketiga kategori tersebut berikut maksud yang dituju didapatkan secara a priori, dan lepas dari unsur a posteriori.

C. . Kualitas

Kategori kualitas diturunkan dari putusan kualitas, dan disebut Antisipasi Persepsi Anticipation of Perception. 174 Kategori ini terdiri dari: realitas, negasi, dan limitasi. Misalnya dikatakan, “ini meja“. Kalimat tersebut mengarahkan maksud pada sesuatu yang disebut meja. Sebuah penjelasan atas benda yang menjadi objek, dengan mengakui keberadaannya. Hal tersebut menggambarkan sebuah realitas yang dijelaskan sebagai meja. Realitas meja diakui sebagai objek. Selain kategori realitas, kalimat tersebut juga berisi kategori totalitas, dan kategori 174 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 290 eksistensi-non-eksistensi. Kategori realitas adalah turunan dari putusan Affirmatif . Maksud dalam kategori realitas, terlihat sangat bertentangan dengan makna dalam kategori negasi. Kategori negasi misalnya dicontohkan berikut, “ini bukan meja”. Kalimat tersebut menunjukan pada penyangkalan negation. Dalam arti, menyangkal keberadaan meja sebagai realitas. Penyangkalan ini berarti menunjukkan maksud negatif bahwa objek itu bukan meja. Objek yang dituju tidak diakui sebagai meja. Selain itu, kalimat tersebut juga berisi kategori totalitas, dan eksistensi-non- eksistensi. Kategori negasi adalah turunan dari putusan negatif. Jika dalam bentuk pernyataan negatif “ini bukan meja” meniscayakan adanya kekosongan realitas meja, maka dalam kategori limitasi, perinciannya akan lebih luas. Misalnya dicontohkan berikut, “itu kawasan non-manusia”. Kalimat tersebut, meskipun memberikan penjelasan tentang selain manusia, juga membatasi objek yang disebut manusia. Jadi, yang dimaksud, “non-manusia”, adalah objek yang bukan manusia. Objek-objek selain manusia jumlahnya sangat banyak, mungkin tidak terbatas. Tapi, justru hal tersebut merupakan pembatasan pada manusia. Memasukkan sesuatu selain manusia, secara tidak langsung telah membatasi objek-objek yang termasuk jenis manusia. Selain berisi kategori limitasi, contoh tersebut juga mengandung kategori totalitas, dan eksistensi-non- eksistensi.

C. . Relasi

Kategori relasi merupakan turunan dari putusan relasi. Kant menyebutnya, Analogi Pengalaman Analogies of Experience. 175 Kategori relasi terdiri dari 175 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 295 substansi-aksidensi, sebab-akibat, dan komunitas. Contoh kategori substansi- aksidensi dapat dilihat seperti dalam kalimat, “batu itu hitam”. Kata batu menunjukkan sebuah benda substansi, dan hitam menunjukkan warna aksidensi. Pola hubungan ini sangat erat, karena warna sebagai aksiden, melekat pada substansi dan tidak dapat berdiri dengan sendirinya. Begitu pula benda yang diwarnai, merupakan jenis tersendiri yang membedakannya dengan benda-benda lain, dari jenisnya yang sama. Kalimat tersebut menunjukkan makna suatu kekhususan objek tertentu. Di samping itu, juga mengandung kategori realitas, totalitas, dan eksistensi-non-eksistensi. Kategori substansi-aksidensi adalah turunan dari putusan kategoris. Bagian kedua adalah kategori kausalitas. Contohnya seperti dalam kalimat, “jalanan basah, karena hujan turun”. Pernyataan tersebut menunjukkan adanya pola hubungan sebab-akibat. Kategori kausalitas diturunkan dari putusan hipotetis. Dalam kategori ini, informasi menyeluruh ditopang oleh susunan dua proposisi yang satu sama lain sudah menghasilkan makna. Kedua proposisi itu saling melengkapi untuk membentuk kebenaran yang utuh dalam pola hubungan sebab akibat. Selain berupa kategori kausalitas, contoh tersebut juga berisi kategori totalitas, realitas—yakni realitas jalan dan hujan—dan kategori keniscayaan-kemustahilan. Karena sejak awal sudah memiliki makna, tiap-tiap proposisi dalam contoh tersebut, jika dipisahkan memiliki perincian sendiri- sendiri. Proposisi pertama berisi kategori totalitas, realitas, substansi-aksidensi dan kemungkinan-kemustahilan. Proposisi kedua berisi kategori totalitas, realitas, dan kemungkinan-kemustahilan. Dengan menetapkan kategori kausalitas, Kant membantah kritik Hume atas kepastian hukum sebab-akibat. Menurut Hume, kaidah kausalitas adalah fakta empiris, yang berasal dari kondisi mental subjektif dan tidak bisa dipastikan. Sebaliknya bagi Kant, kausalitas adalah ketetapan logis yang bersifat a priori, karena tidak didapat dari pengalaman, melainkan dari konsep pemahaman murni. Hukum kausalitas bersifat tetap, dan dapat dibuktikan kebenarannya, sehingga berlaku objektif. Jenis kategori ketiga adalah komunitas. Misalnya dicontohkan dalam pernyataan, “jalanan menjadi basah, karena turun hujan, atau truk pengangkut air meneteskan muatannya di jalanan”. Dalam kalimat tersebut, terdapat sebuah informasi yang tidak menjelaskan kepastian mengenai sebab terjadinya sesuatu. Apakah sumber terjadinya jalanan basah didapat dari proposisi pertama atau yang kedua, hanya bersifat kemungkinan. Jika diperinci, tiap-tiap proposisinya mengandung beberapa kategori. Proposisi pertama berisi kategori totalitas, realitas, substansi-aksidensi, dan kemungkinan-kemustahilan. Proposisi kedua berisi kategori totalitas, realitas, dan kemungkinan-kemustahilan. Proposisi ketiga berisi kategori totalitas, realitas, dan kemungkinan-kemustahilan. Namun, secara keseluruhan, ketiga proposisi tersebut membentuk kategori komunitas. Kategori komunitas adalah turunan dari putusan disjunktif.

C. . Modalitas

Kategori modalitas diturunkan dari putusan modalitas. Kant menyebutnya, Postulat Pemikiran Empiris secara Umum Postulates of Empirical Thinking in General. 176 Kategori modalitas terdiri dari: kemungkinan-ketidakmungkinan, 176 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 321