Konsep Ruang dan Waktu
secara tepatnya berhubungan dengan waktu.
131
Penegasan Kant tentang ruang dan waktu merupakan upaya mengukuhkan validitas objektif semua objek
penampakkan. Kant tidak sependapat dengan Newton yang menganggap ruang dan waktu
itu riil dan absolut. Bagi Newton, ruang dan waktu dianggap riil karena berada di dunia nyata dan terlepas dari pikiran manapun, kecuali pikiran Tuhan. Disebut
absolut, karena ruang dan waktu ada secara independen dan melekat pada diri subjek. Andaikata tidak ada hal-hal empiris pun, maka keduanya tetap ada. Kant
juga tidak sependapat dengan Leibniz yang berpendapat bahwa ruang dan waktu keduanya adalah ideal dan relatif. Bagi Leibniz, ruang dan waktu hanya berkaitan
dengan penampakan monad, sehingga bersifat ideal dan tidak riil. Namun, Leibniz tidak beranggapan bahwa ruang dan waktu tidak nyata. Ia hanya menganggap hal
itu relatif.
132
Contoh yang biasa ia berikan adalah fenomena pelangi. Bagi Leibniz, munculnya pelangi merupakan sebuah fenomena yang tidak bisa dikatakan riil.
Hal itu hanya penampakan monad yang bersifat ideal, karena berkaitan secara relatif dengan sudut pandang tiap-tiap individu.
Menurut Kant, ruang dan waktu secara empiris riil dan secara transendental ideal.
133
Disebut riil, karena ruang dan waktu berkaitan dengan penampakan objek-objek luar. Meskipun kedudukan penampakan tersebut sudah
berupa sintesis antara unsur a posteriori dan a priori, namun penampakan adalah hal yang nyata dan bukan ilusi. Dengan penampakan itu, subjek mendapat
informasi yang akan diteruskan ke dalam struktur a priori lain dalam dirinya.
131
Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 181
132
Georges Dicker, Kant’s Theory of Knowledge, h. 28
133
Frederick Copleston, A History of Philosophy, vol. 6, Wolff to Kant Wellwood: Burn Oates, 1999, h. 241
Disebut ideal, karena keduanya berada dalam tatanan a priori subjek. Ruang dan waktu memberi validitas dan menentukan batas-batas tertentu sejumlah data yang
didapat dari luar. Salah seorang komentator Kant, H.J. Paton, menggambarkan kedua hal itu seperti kaca mata biru yang dikenakan pada setiap orang.
134
Dengan kaca mata itu, apa pun yang dilihat subjek, akan terlihat dan disesuaikan dengan
kondisi kaca mata yang berwarna biru. Dengan demikian, penampakan sudah merupakan sebuah sintesis atas unsur-unsur a posteriori dan a priori.
Menurut Kant, pandangan bahwa ruang dan waktu adalah absolut, tidak bisa dibenarkan. Ia menjelaskan:
“Those, however, who assert the absolute reality of space and time, whether they assume it to be subsisting or only inhering, must themselves
come into conflict with the principles of experience. For if they decide in favor of the first which is generally the position of the mathematical
investigators of nature, then they must assume two eternal and infinite self-subsisting non-entities space and time, which exist yet without there
being anything real only in order to comprehend everything real within themselves. If they adopt the second position as do some metaphysicians
of nature, and hold space and time to be relation of appearance next to or successive to one another that are abstracted from experience though
confusedly represented in this abstraction, then they must dispute the validity or at least the apodictic certainty of a priori mathematical
doctrines in regard to real things e.g. in space, since this certainty does not occur a posteriori, and on this view the a priori concepts of space and
time are only creatures of imagination, the origin of which must really be sought in experience, out of whose abstracted relations imagination has
made something that, to be sure, contains what is general in them but that cannot occur without the restrictions that nature has attached to them.”
135
134
Georges Dicker, Kant’s Theory of Knowledge, h. 30
135
“Mereka, bagaimana pun, yang menetapkan realitas absolut tentang ruang dan waktu, apakah mereka mengasumsikannya untuk menjadi ketetapan atau hanya sesuatu yang melekat,
menyebabkan mereka jatuh dalam konflik dengan prinsip-prinsip pengalaman. Karena jika mereka memutuskan memilih yang pertama yang secara umum posisi penyelidik alam matematika, maka
mereka harus mengasumsikan dua non-entitas yang mempertahankan diri, tak terbatas dan abadi ruang dan waktu, yang ada namun tanpa sesuatu yang riil hanya agar meliputi segala yang riil
dalam diri mereka sendiri. Namun, jika mereka mengadopsi pilihan kedua sebagaimana yang dilakukan metafisikus alam, dan menganggap ruang dan waktu menjadi hubungan dari
penampakan berikut rangkaian dari satu ke yang lain yang diabtraksikan dari pengalaman, malahan dihadirkan secara membingungkan dalam abstraksi ini, maka mereka harus membantah
validitas atau setidaknya kepastian apodiktik dari doktrin-doktrin a priori matematika yang menyesuaikan dengan hal-hal yang riil misalnya di dalam ruang, karena kepastian ini tidak
terjadi secara aposteriori, dan dalam pandangan ini, konsep-konsep a priori ruang dan waktu
Penilaian absolut tentang ruang dan waktu tidak memberi penjelasan yang memadai, karena hanya menimbulkan sejumlah kebingungan menyangkut prinsip-
prinsip pengalaman. Dengan alasan ini pula, Kant menentang pendapat idealisme dogmatik. Misalnya, pandangan Berkeley tentang objek dalam ruang yang hanya
besifat imajinasi dan keberadaannya sangat ditentukan struktur subjek. Kant dengan sangat tegas mengatakan bahwa realitas yang ditangkap subjek adalah
nyata, bukan ilusi, dan dapat menambah informasi kepada subjek menyangkut realitas terluar. Penolakan Kant terhadap Berkeley seperti penolakannya terhadap
anggapan ruang dan waktu adalah relatif. Argumentasi yang diajukannya semisal dalam perhitungan geometri. Kant mencontohkan misalnya perhitungan, “garis
lurus adalah jarak terpendek antara dua titik”.
136
Geometri adalah ilmu yang menentukan sifat-sifat ruang secara sintetik dan a priori. Dalam perhitungan di atas, predikat “jarak terpendek antara dua
titik”, tidak diperoleh dari data inderawi, melainkan a priori. Tidak juga predikat itu berisi di dalam subjeknya; tidak didapat dari analisis atas subjek. Tapi,
predikat tersebut mampu memberikan informasi baru atas subjeknya, sehingga bersifat sintetik. Oleh karena itu, tidak benar bahwa perhitungan geometri didapat
dari pandangan relatif. Tapi, berdasarkan pemikiran objektif tiap-tiap individu. Dengan demikian Kant mampu menghadirkan bukti kokoh bahwa ruang begitu
ideal, dalam arti ia tidak didapat dari objek empiris, dan hanya diperoleh melalui intuisi subjek.
137
hanya bentuk-bentuk majinasi. Asal usul tentangnya harus dicari dalam pengalaman, keluar dari imajinasi hubungan yang diabstrasikan membuat sesuatu, yakin, berisi apa yang umum dalam
mereka. Tapi, itu tidak bisa terjadi tanpa pembatasan yang secara alamiah telah melekat kepada mereka. ” Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 184
136
Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 145
137
Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 176
Dengan ruang dan waktu, Kant menganggap segala sesuatu yang diperoleh daya sensibiltas dari luar, sudah ditentukan batas-batasnya oleh kedua fungsi a
priori tersebut. Dengan begitu, penampakan menjadi sesuatu yang sudah tidak murni benda pada dirinya. Kant menganggap penampakkan hanya sebuah
fenomena, bukan noumena. Fenomena berarti penampakkan, sejauh yang bisa ditangkap subjek.
138
Noumena adalah wujud benda pada dirinya sendiri.
139
Fenomena berbeda dari noumena. Wujud benda pada dirinya sendiri adalah sesuatu yang masih bersifat misteri, dan berada di luar jangkauan manusia.
Selanjutnya, setelah penampakan objek berada dalam ruang lingkup a priori tersebut, ada hal lain yang harus dipenuhi sebelum bisa menghasilkan
pengetahuan. Kant menyebutnya dengan istilah kategori sebagai turunan dari putusan-putusan.