didik menjadi manusia dewasa susila yang cakap. Tanpa pembimbing, anak didik akan mengalami kesulitan dalam menghadapi perkembangan dirinya.
Kekurangmampuan anak didik dalam menghadapi perkembangan dirinya itu menyebabkan mereka bergantung pada bantuan guru, tetapi semakin dewasa,
ketergantungan anak didik semakin berkurang. Jadi, bagaimanapun juga bimbingan dari guru sangat diperlukan pada saat anak didik belum mampu berdiri
sendiri mandiri. i.
Pengelolaan kelas Sebagai pengelola kelas, guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan
baik, karena kelas adalah tempat berhimpun semua anak didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelajaran dari guru. Kelas yang dikelola dengan baik
akan menunjang jalannya interaksi edukatif. Sebaliknya, kelas yang tidak dikelola dengan baik akan menghambat kegiatan pengajaran, anak didik tidak mustahil
akan merasa bosan untuk tinggal lebih lama di kelas. Hal ini akan berakibat mengganggu jalannya proses interaksi edukatif, kelas yang selalu padat dengan
anak didik, pertukaran udara yang kurang, penuh kegaduhan, lebih banyak tidak menguntungkan bagi terlaksananya interaksi edukatif yang optimal.
Hal ini tidak sejalan dengan tujuan umum dari pengelolaan kelas, yaitu menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas bagi bermacam-macam kegiatan
belajar-mengajar agar tercapai hasil yang baik dan optimal. Jadi, inti dari pengelolaan kelas adalah agar anak didik nyaman tinggal di kelas dengan motivasi
yang tinggi untuk senantiasa belajar di dalamnya. j.
Evaluator Sebagai evaluator, guru dituntut untuk menjadi seorang evaluator yang
baik dan jujur, dengan memberikan penilain yang menyentuh aspek ekstrinsik dan instrinsik, penilaian terhadap aspek instrinsik lebih menyentuh pada aspek
kepribadian anak didik.Berdasarkan hal ini guru harus bisa memberikan penilaian dalam dimensi yang luas, jadi, penilaian itu pada hakikatnya diarahkan pada
perubahan kepribadian anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap.
Sebagai evaluator, guru tidak hanya menilai produk hasil pengajaran, tetapi juga menilai proses jalannya pengajaran. Dari kedua kegiatan ini akan
mendapatkan umpan balik feed back tentang pelaksanaan interaksi edukatif yang telah dilakukan.
12
Dari pemaparan tentang peran guru pendidikan agama Islam tersebut, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa peran guru pendidikan agama Islam
tidak hanya mengajar, tetapi juga harus bisa mendidik, terutama dari segi sikap atau tingkah laku siswa. Karena, mengajar dan mendidik ibarat dua sisi mata uang
yang tidak bisa saling dipisahkan dan saling melengkapi. Mengajar tanpa mendidik itu akan sia-sia. Sebaliknya, mendidik tanpa mengajar akan mudah
digoyahkan keyakinannya. Jadi, peran guru pendidikan agama Islam disamping mengajar mentransfer ilmu pengetahuan juga harus bisa mendidik menanamkan
nilai-nilai agama kepada siswanya, agar tercipta siswa yang cerdas dan berakhlakul karimah.
B. Akhlakul Karimah
1. Pengertian Akhlak
Dari segi etimologi kata ahklak berasal dari bahasa Arab akhlak قاخا
merupakan bentuk jamak dari قلخ yang artinya perangkai.
13
Dalam pengertian sehari-hari akhlak umumnya disamakan dengan kata budi pekerti, watak, tabiat.
Sedangkan menurut terminologi kata budi pekerti terdiri dari kata budi dan pekerti yang dapat diartikan sebagai berikut:
“Budi adalah yang ada pada manusia, yang berhubungan dengan kesadaran yang didorong oleh pemikiran
rasio yang disebut karakter. Pekerti ialah apa yang terlihat pada manusia, karena didorong oleh perasaan hati yang disebut behavior
”.
14
Untuk lebih jelasnya mengenai pengertian akhlak ini akan penulis uraikan dari beberapa denifisi yang dikemukan oleh para ahli diantaranya:
12
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: Rineka Cipta, 2010, cet. III, h. 43-48.
13
Mahmud Yunus, Kamus Arap Indonesia, Yayasan PenyeleggaraPenafsiran Al Quran,
1973 , hal. 70.
14
Rachmad Djatmiko, System Etika Islam, Surabaya:Pustaka Islam, 1987, hal. 25.
a. Ibnu Maskawih dalam kitabnya Tahzibul Akhlak Walhirul A‟roq sebagaimana
yang dikutip oleh Rahmad Djatmiko dalam buku Sistem Etika Islam, menyatakan bahwa:
ح لا
ل ل ف
س د
عا ي ة
لا ا ل
ا ف عا
ل م ا
ن غ
ي ف
ك ر
و ر و ي ة
Artinya :”Keadaan jiwa seorang yang mendorong untuk melakukan
perbuatan-perbuatan tampa melalui pertimbangan lebih dulu
15
b. Menurut Al-Qurthuby, sebagaimana yang dikutip oleh Rahmad Djatmiko
dalam buku Sistem Etika Islam, bahwasanya yang dinamakan akhlak itu adalah
م ي و ا
. ي ف ة ق ل ْا ن م ر ي ص ي ن أ ,اًق ل خ ى م س ي ب د أا ن م س ف ن نا س ن ْا ب ذ خ أ
Artinya:”Suatu perbuatan manusia yang bersumber dari adab kesopananya disebut akhlak, karena perbuatan-perbuatan itu termasuk
bagian dari kejadian”
16
. Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa yang dimaksud akhlak itu
adalah perbuatan-perbuatan manusia yang mana perbuatan tersebut masuk bagian yang dialaminya, dan hal tersebut bersumber pada adab dan kesopanannya.
c. Didalam Al-Mu‟jam Al –Wasit
Oleh Asmaran dise butkan denifisi akhlak adalah “Akhlak ialah sifat yang
ditanam dalam jiwa, yang denganya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
”
17
Dari beberapa pengertian denifisi akhlak yang disebut di atas pada hakekatnya yang dinamakan akhlak budi pekerti itu adalah suatu kondisi atau
sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadikan kepribadian, hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa
dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Dari hal tersebut maka akan timbulah kelakuan yang baik dan terpuji yang dinamakan budi pekerti atau akhlak
yang mulia, dan sebaliknya apabila lahir kelakuan buruk maka disebut budi pekerti yang tercela atau akhlak tercela.
Sedangkan karimah berasal dari bahasa Arab juga yang artinya terpuji, baik atau mulia. Berdasarkan pengertian kata akhlak dan karimah maka dapat
15
Ibid, hal. 28 .
16
Mahjudin, Kuliah Ahklak Tasawuf, Jakarta, Kalam Mulia, 1991, hlm 3
17
Asmaran, Pengantar Studi Ahklak, Rajawali Press, 1992, hal. 2.
penulis ambil kesimpulan bahwasanya yang dimaksud akhlakul karimah adalah segala budi pekerti yang baik yang ditimbulkan manusia tanpa melalui pemikiran
dan pertimbangan, yang mana sifat itu dapat menjadi budi pekerti yang utama dan dapat meningkatkan martabat kemanusian.
2. Ruang Lingkup Akhlak
Ruang lingkup ajaran akhlak adalah sama dengan ruang lingkup ajaran Islam itu sendiri, khususnya yang berkaitan dengan pola hubungan. Akhlak dalam
ajaran Islam mencakup berbagai aspek, dimulai dari akhlak terhadap Allah, hingga akhlak kepada sesama makhluk manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan,
dan benda-benda tak bernyawa. Lebih jelasnya dapat disimak paparan berikut ini: a.
Akhlak terhadap Allah Akhlak terhadap Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang
seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik. Sikap atau perbuatan tersebut memiliki ciri-ciri perbuatan akhlaki
sebagaimana telah dijelaskan di atas. Abuddin Nata menyebutkan sekurang-kurangnya ada empat alasan
mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah, yaitu: Pertama, karena Allah yang telah menciptakan manusia. Dia menciptakan
manusia dari air yang ditumpahkan ke luar dari antara tulang punggung dan tulang rusuk
Sebagaimana firman Allah SWT :
Artinya :Maka hendaklah manusia memperhatikan dari Apakah Dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang dipancarkan, yang keluar dari antara
tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan. QS. Ath-Thariq: 5-7
18
.
18
M. Imam Pamungkas, Akhlak Muslim Modern-Membangun Karakter Generasi Muda, Bandung: Penerbit Marja, 2012, hal.50.
Dalam ayat lain, Allah mengatakan bahwa manusia dalam tempat yang kokoh rahim. Setelah itu menjadi segumpal darah, segumpal daging, dijadikan
tulang dan dibalut dengan daging, dan selanjutnya diberi roh. Dengan demikian, sudah sepantasnya manusia berterima kasih kepada yang menciptakan-nya.
Kedua, karena Allah yang telah memberikan perlengkapan panca indera, berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati sanubari, di samping
anggota badan yang kokoh dan sempurna. Perlengkapan itu diberikan kepada manusia agar manusia mampu mengembangkan ilmu pengetahuan. Penglihatan
dan pendengaran adalah sarana observasi, yang dengan bantuan akal mampu untuk mengamati dan mengartikan kenyataan empiris. Hanya dengan proses
generalisasi empiris ini akan mengarahkan manusia bersyukur kepada pencipta- Nya. Bersyukur berarti mampu memanfaatkan perlengkapan panca indera tersebut
menurut ketentuan-ketentuan yang telah digariskan Allah SWT.
Artinya : Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan
dan hati, agar kamu bersyukur. QS An-Nahl : 78. Ketiga, karena Allah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana
yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak, dan sebagainya.
Artinya Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencari
karunia -Nya dan Mudah-mudahan kamu bersyukur. Dan Dia telah menundukkan
untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, sebagai rahmat daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir. QS. Al-Jatsiyah: 12-13.
Keempat, Allah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan menguasai daratan dan lautan. Maka, dengan kemampuan yang Allah
Swt berikan kepada manusia, seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat manusia, bukan untuk melakukan kerusakan dan menimbulkan mudharat
bahaya ke semua orang. Sebagaimana firman Allah SWT :
Artinya : Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan
19
, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan
makhluk yang telah Kami ciptakan. QS Al-Isra: 70.
Meski Allah telah memberikan berbagai kenikmatan kepada manusia sebagaimana disebutkan di atas, bukanlah menjadi alasan Allah perlu dihormati.
Bagi Allah, dihormati atau tidak, tidak akan mengurangi kemuliaan-Nya. Akan tetapi sebagai makhluk ciptaan-Nya, sudah sewajarnya manusia menunjukkan
sikap akhlak yang pantas kepada Allah. Akhlak terhadap Allah merupakan fondasi dalam berakhlak kepada
siapapun di muka bumi ini. Jika seseorang tidak memiliki akhlak yang baik kepada Allah, apalagi kepada yang lain
20
. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam berakhlak kepada Allah dan
kegiatan menanamkan nilai-nilai akhlak kepada Allah yang sesungguhnya akan membentuk pendidikan keagamaan. Di antara nilai-nilai ketuhanan yang sangat
mendasar ialah: 1
Iman, yaitu sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Tuhan. Jadi tidak cukup hanya
“percaya” kepada adanya Tuhan, melainkan harus meningkat menjadi sikap mempercayai Tuhan dan menaruh kepercayaan kepada-Nya.
19
Maksudnya: Allah memudahkan bagi anak Adam pengangkutan-pengangkutan di daratan dan di lautan untuk memperoleh penghidupan.
20
Ibid, hal. 51.