Ruang Lingkup Akhlak Akhlakul Karimah

Semantara itu Quraish Shyihab mengatakan bahwa titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada tuhan kecuali Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu, jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkaunya. Berkenaan akhlak kepada Allah dilakukan dengan cara banyak memuji-Nya. Selanjutnya sikap tersebut diteruskan dengan senantiasa bertawakal kepada-Nya, yakni menjadikan Tuhan sebagai satu- satunya yang menguasai diri manusia. b. Akhlak terhadap Sesama Manusia Banyak sekali rincian yang dikemukakan Al- Qur’an berkaitan dengan perlakuan terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini tidak hanya dalam bentuk larangan melakukan hal-hal negatif seperti membunuh, menyakiti badan, atau mengambil harta tanpa alasan yang benar, melainkan juga kepada menyakiti hati dengan jalan menceritakan aib seseorang di belakangnya, tidak peduli aib itu benar atau salah. Hal ini sesuai dengan Firman Allah Swt dalam Al- Qur’an:                                     Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba- sangka kecurigaan, karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. QS. Al-Hujurat: 12 21 Di sisi lain Al- Qur’an menekankan bahwa setiap orang hendaknya melakukan perbuatan secara wajar. Tidak masuk kerumah orang lain tanpa izin, jika bertemu saling mengucapkan salam, dan ucapan yang dikeluarkan adalah yang baik. Setiap ucapan yang diucapkan adalah ucapan yang benar, jangan 21 Departemen Agama RI, Op. cit., hal.412. mengucilkan seseorang atau kelompok lain, tidak wajar pula berprasangka buruk tanpa alasan, atau menceritakan keburukan seseorang, dan menyapa atau memanggilnya dengan sebutan buruk. Selanjutnya yang melakukan kesalahan hendaknya dimaafkan. Pemaafan ini hendaknya disertai dengan kesadaran bahwa yang dimaafkan berpotensi pula melakukan kesalahan. Selain itu pula dianjurkan agar menjadi orang yang pandai mengendalikan nafsu amarah. Untuk pegangan operasional dalam menjalankan pendidikan keagamaan, kiranya nilai-nilai akhlak terhadap sesama manusia nilai-nilai kemanusiaan berikut ini patut sekali untuk dipertimbangkan, antara lain: 1 Silaturahim, yaitu pertalian rasa cinta kasih antara sesama manusia, khususnya antara saudara, kerabat, handai taulan, tetangga dan seterusnya. Sifat utama Tuhan adalah kasih rahm, rahmah sebagai satu-satunya sifat ilahi yang diwajibkan sendiri atas diri-Nya. Maka manusia pun harus cinta kepada sesamanya agar Allah cinta kepadanya. 2 Persaudaraan ukhuwah, yaitu semangat persaudaraan, lebih-lebih antara sesama kaum beriman biasa disebut ukhuwah Islamiyah. Intinya adalah agar manusia tidak mudah merendahkan golongan lain. Tidak merasa lebih baik atau lebih rendah dari golongan lain, tidak saling menghina, saling mengejek, banyak berprasangka, suka mencari-cari kesalahan orang lain dan suka mengumpat membicarakan keburukan orang lain. Karena pada dasarnya umat Islam adalah bersaudara, maka jika terjadi perselisihan diantara mereka, sudah menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk mendamaikannya. Hal ini sesuai dengan Firman Allah Swt dalam Al- Qur’an Surat Al-Hujurat ayat 10:             Artinya: Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu yang berselisih dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat. 22 22 Departemen Agama RI,Op. cit., h. 516. 3 Persamaan al-musawah, yaitu pandangan bahwa semua manusia sama harkat dan martabatnya. Tanpa memandang jenis kelamin, ras, ataupun suku bangsa. Tinggi rendah manusia hanya berdasarkan ketakwaannya yang penilaian dan kadarnya hanya Tuhan yang tahu. 4 Adil, yaitu wawasan yang seimbang balanced dalam memandang, menilai atau menyikapi sesuatu atau seseorang. Jadi, tidak secara apriori masa bodoh dalam menunjukkan sikap positif atau negatif. Sikap kepada sesuatu atau seseorang dilakukan hanya setelah mempertimbangkannya dari berbagai segi secara jujur dan seimbang, penuh itikad baik dan bebas dari prasangka. 5 Baik sangka husnuzh-zhan, yaitu sikap penuh baik sangka kepada sesama manusia. Berdasarkan ajaran agama, pada hakikat aslinya bahwa manusia itu adalah baik, karena diciptakan Allah dan dilahirkan atas fitrah atau kejadian asal yang suci. Sehingga manusia adalah makhluk yang memiliki kecenderungan kepada kebenaran dan kebaikan hanif. 6 Rendah hati tawadhu’, yaitu sikap yang tumbuh karena keinsafan bahwa segala kemuliaan hanya milik Allah. Maka, tidak sepantasnya manusia mengklaim kemuliaan kecuali dengan pikiran dan perbuatan yang baik, yang itu pun hanya Allah yang akan menilainya. Sikap rendah hati selaku orang beriman adalah suatu kemestian, hanya kepada mereka yang jelas-jelas menentang kebenaran, manusia dibolehkan untuk bersikap tinggi hati. 7 Tepat janji al-wafa‟. Salah satu sifat orang yang benar-benar beriman ialah sikap selalu menepati janji bila membuat perjanjian. Dalam masyarakat dengan pola hubungan yang lebih kompleks dan luas, sikap tepat janji merupakan unsur budi luhur yang amat diperlukan dan terpuji. 8 Lapang dada insyiraf, yaitu sikap penuh kesediaan menghargai pendapat dan pandangan orang lain. Ketika ada seseorang yang memberikan pendapat terhadap suatu masalah, maka hendaknya mendengarkan terlebih dahulu pendapatnya sampai selesai, sebelum mengomentari pendapat orang tersebut. 9 Dapat dipercaya al-amanah. Salah satu konsekuensi iman ialah amanah atau penampilan diri yang dapat dipercaya. Amanah sebagai budi luhur adalah lawan dari khianat yang amat tercela. 10 Perwira ‘iffah atau ta‟affuf, yaitu sikap penuh harga diri namun tidak sombong, tetap rendah hati, dan tidak mudah menunjukkan sikap memelas atau iba dengan maksud mengundang belas kasihan dan mengharapkan pertolongan orang lain. 11 Hemat qawamiyah, yaitu sikap tidak boros israf dan tidak pula kikir qatr dalam menggunakan harta, melainkan sedang qawam antara keduanya. Yaitu menggunakan harta seperlunya saja dan lebih mendahulukan kebutuhan daripada keinginan. 12 Dermawan al-munfiqun, menjalankan infaq, yaitu sikap kaum beriman yang memiliki kesediaan yang besar untuk menolong sesama manusia, terutama mereka yang kurang beruntung dengan mendermakan sebagian dari harta benda yang dikaruniakan dan diamanatkan Tuhan kepada mereka. Sebab manusia tidak akan memperoleh kebajikan sebelum mendermakan sebagian dari harta benda yang dicintainya. Sama halnya dengan nilai-nilai ketuhanan yang membentuk ketakwaan, maka nilai-nilai kemanusiaan yang membentuk akhlak mulia di atas tentu masih dapat ditambah dengan deretan nilai yang banyak sekali. Namun, kiranya apa yang telah disampaikan di atas dapat menjadikan pijakan ke arah pemahaman dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan bersosial. c. Akhlak terhadap Lingkungan Yang dimaksud dengan lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa. Pada dasarnya akhlak yang diajarkan Al- Qur’an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi manusia dengan sesamanya dan terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta bimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptanya. Karena pada dasarnya, Allah Swt menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi, untuk mengelola dan mengambil manfaat dari segala sesuatu yang dianugerahkan diberikan Allah Swt di muka bumi ini. Hal ini sesuai dengan Firman Allah Swt dalam Al- Qur’an:                        Dan Dia-lah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi dan Dia mengangkat derajat sebagian kamu di atas yang lain, untuk mengujimu atas karunia yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya tuhanmu sangat cepat memberi hukuman dan sungguh, Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang. Al- An’am: 165 23 Dalam pandangan Islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum matang, atau memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptanya. Ini berarti manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang sedang berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang terjadi. Yang demikian mengantarkan manusia bertanggung jawab, sehingga ia tidak melakukan pengrusakan, bahkan dengan kata lain, setiap pengrusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai pengrusakan pada diri manusia sendiri. Binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda tak bernyawa semuanya diciptakan oleh Allah SWT dan menjadi milik-Nya, serta semuanya memiliki ketergantungan kepada-Nya. Hal ini dapat menambah keyakinan seorang muslim, untuk menyadari bahwa segala sesuatu yang Allah Swt ciptakan di alam semesta ini, pasti semuanya akan kembali kepada-Nya. Dari uraian di atas memperlihatkan bahwa akhlak Islam sangat komprehensif menyeluruh dan mencakup berbagai makhluk yang diciptakan Tuhan. Hal yang demikian dilakukan karena secara fungsional seluruh makhluk 23 Departemen Agama RI, Op. cit., h. 150. tersebut satu sama lain saling membutuhkan. Punah dan rusaknya salah satu bagian dari makhluk Tuhan akan berdampak negatif bagi makhluk lainnya. 24

3. Macam-macam Akhlak

Kata “akhlak” tanpa keterangan baik dan buruk di belakangnya, sifatnya masih netral. Mungkin baik atau terpuji, mungkin buruk atau tercela. Karena itu akhlak ada dua macam : Akhlak mahmudah. Yaitu akhlak yang terpuji, dan akhlak madzmumah yaitu akhlak yang tercela. Islam mengajarkan agar setiap muslim berakhlak mahmudah dan melarang berakhlak madzmumah. Dan untuk tujuan ini pula sesungguhnya Nabi Muhammad diutus sebagai rasul dengan membawa agama Islam 25 . Dan untuk itu lebih jelasnya lagi penulis akan menjabarkan lebih jauh lagi tentang macam-macam akhlak sebagai berikut : a. Akhlak-akhlak tercela Al-Akhlak Al-Madzmumah Hidup manusia terkadang mengarah kepada kesempurnaan jiwa dan kesuciannya, tapi kadang pula mengarah kepada keburukan. Hal tersebut bergantung kepada beberapa hal yang mempengaruhinya. Menurut, keburukan akhlak dosa dan kejahatan muncul disebabkan karena “Kesempitan pandangan dan pengalamannya, serta besarnya ego. ” Dalam pembahasan ini, akhlak tercela didahulukan terlebih dahulu dibandingkan dengan akhlak yang terpuji agar kita melakukan terlebih dahulu usaha takhliyah, yaitu mengosongkan atau membersihkan dirijiwa dari sifat-sifat tercela sambil mengisi tahliyah dengan sifat terpuji. Kemudian kita melakukan tajalli, yaitu mendekatkan diri kepada Allah. Akhlak yang buruk adalah bentuk yang menakutkan, yang bila dikenakan oleh seseorang maka dia akan menunjukkan sosok yang menakutkan pula. Ia akan 24 Ibid., hal. 152-158. 25 Tim Dosen Agama Islam IKIP Malang, Pendidikan Agama Islam Untuk Mahasiswa Malang: UM Press, 1991 hal. 243 menjadi sumber malapetaka bagi pemiliknya sendiri dan juga bagi masyarakatnya seperti yang selama ini dikatakan orang-orang 26 . Orang seperti itu, bila bergaul dengan orang lain, ia bertindak zalim; bila berjanji, ingkar; bila berkata ia bohong; jika dipercaya ia khianat; bila ada kesempatan, ia menyimpang : ia jauh dari kebaikan dan dekat kepada keburukan, cepat menyebarkan fitnah, dan tidak mampu menciptakan persatuan. Oleh karena itulah Rasulullah bersabda, “Allah menolak tobat orang yang perangainya buruk”. Rasulullah ditanya, Bagaimana bisa terjadi demikian, Ya Rasulullah?” Beliau menjawab, jika dia bertobat dari suatu dosa, maka dia terlibat dalam dosa yang lebih besar.” Al- Shadiq berkata, “Siapa yang akhlaknya buruk, berarti telah menyiksa dirinya.” Beliau berkata pula, “Sesungguhnya akhlak yang buruk benar-benar merusak perbuatan”, dan seterusnya sampai beliau menjelaskan, “sesungguhnya bahaya buruk itu menjalar kepada jiwa manusia, merusak keyakinan dan menghancurkan prinsip-prinsip yang dianutnya. Jika aqidah telah hancur, akan lahir darinya keraguan, kegoncangan, lalu harapan dan cita-cita menjadi terkikis. Akhirnya, keputusasaan dan kebosanan akan melanda segi-segi kehidupan sebagaimana ia menimbulkan keraguan pada sumber-sumbernya 27 . Menurut Imam Ghazali, akhlak yang tercela ini dikenal dengan sifat-sifat muhlikat, yakni segala tingkah laku manusia yang dapat membawanya kepada kebinasaan dan kehancuran diri, yang tentu saja bertentangan dengan fitrahnya untuk selalu mengarah kepada kebaikan. Al-Ghazali menerangkan empat hal yang mendorong manusia melakukan perbuatan tercela maksiat diantaranya : 1 Dunia dan isinya, yaitu berbagai hal yang bersifat material harta, kedudukan yang ingin dimiliki manusia sebagai sebagai kebutuhan dalam melangsungkan hidupnya agar bahagia. 2 Manusia selain mendatangkan kebaikan, juga dapat mengakibatkan keburukan, seperti istri, anak. Karena kecintaan kepada mereka, misalnya, dapat melalaikan manusia dari kewajibannya terhadap Allah dan terhadap sesama. 26 Musa Subaiti, Akhlak Keluarga Muhammad SAW Jakarta:Lentera,2000, hal. 31. 27 Ibid ., hal. 32 3 Setan iblis. Setan adalah musuh manusia yang paling nyata, ia menggoda manusia melalui batinnya untuk berbuat jahat dan menjauhi Tuhan. 4 Nafsu, nafsu ada kalanya baik muthmainnah dan ada kalanya buruk amarah akan tetapi nafsu cenderung mengarah kepada keburukan 28 . b. Akhlak-akhlak terpuji Al-Akhlak Al- Mahmudah Al-akhlak Al-mahmudah disebut juga dengan akhlak al karimah, akhlak al karimah berasal dari Bahasa Arab yang berarti akhlak yang mulia. Akhlak al karimah biasanya disamakan dengan perbuatan atau nilai-nilai luhur tersebut memiliki sifat terpuji mahmudah. Akhlak al karimah memiliki dimensi penting di dalam hidup manusia secara vertikal dan horizontal. Nilai-nilai luhur yang bersifat terpuji tadi contohnya ialah: 1 Berbuat baik kepada kedua orang tua birrul waalidaini 2 Berlaku benar, atau Ash-shidqu 3 Perasaan malu Al- haya’ 4 Memelihara kesucian diri Al-iffah 5 Berlaku kasih sayang Al-Rahman dan Al-barr 6 Berhemat Al-Iqlishad 7 Berlaku sederhana Qana’ah dan zuhud 8 Berlaku jujur Al-Amanah Menurut Al-Ghazali, berakhlak mulia atau terpuji artinya “menghilangkan semua adat kebiasaan yang tercela yang sudah digariskan dalam agama Islam serta menjauhkan diri dari perbuatan tercela tersebut, kemudian membiasakan adat kebiasaan yang baik, melakukan dan mencintainya 29 . Menurut HAMKA, ada beberapa hal yang mendorong seseorang untuk berbuat baik, diantaranya 30 : 1 Karena bujukan atau ancaman dari manusia lain 2 Mengharap pujian, atau karena takut mendapat cela 28 Asmaran, Pengantar Studi Akhlak Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 1992, hlm. 131- 140. 29 Asmaran op.cit ..., hal 204 30 Asmaran Ibid ..., hal. 48. 3 Karena kebaikan dirinya dorongan hati nurani 4 Mengharapkan pahala dan surga 5 Mengharap pujian dan takut azab Tuhan 6 Mengharap keridhaan Allah semata

4. Fungsi Akhlak

Akhlak merupakan pokok-pokok kehidupan yang esensial, yang diharuskan dalam agama dan agama sangat menghormati orang-orang yang memiliki akhlak yang baik. Oleh karena itu Islam datang untuk mengantarkan manusia ke jenjang kehidupan yang gemilang, bahagia, dan sejahtera, melalui berbagai segi keutamaan akhlak yang luhur. Dalam kehidupan sehari-hari akhlakul karimah merupakan faktor utama untuk tercapainya kemakmuran dan kesejahteraa dalam kehidupan masyarakat. Drs Djazuli “Akhlak dalam Islam” mengemukakan ada tiga keutamaan akhlakul karimah: a. Akhlak yang baik harus ditanamkan kepada manusia supaya manusia supaya manusia mempunyai kepercayaan yang teguh dan pendirian yang kuat. Sifat- sifat terpuji banyak dibicarakan dan dikaji dari sumber-sumber lain. b. Sifat-sifat terpuji atau akhlak yang baik merupakan latihan bagi pembentukan sikap sehari-hari. Sifat-sifat ini banyak dibicarakan dan berhubungan dengan rukun Islam dan ibadah seperti: shalat, zakat, puasa, haji, sadaqah, tolong menolong dan sebagainya. c. Untuk mengatur hubungan yang baik antara manusia dengan Allah dan manusia dengan manusia. Dalam buku Pengantar Studi Akhlak Hasbi Ash Siddiqi mengatakan: “Kepercayaan dan budi pekerti dalam pandangan al-Qur’an dihukum satu, dihukum setaraf dan sederajat” Lantaran demikian Allah mencurahkan kehormatan pada akhlak dan memperbesar kedudukannya. Bahkan Allah memerintahkan seseorang muslim untuk memelihara akhlaknya dengan kata-kata yang pasti, terang dan jelas. Para muslimin tidak dibenarkan sedikit juga untuk mennyia-nyiakan akhlaknya, bahkan tidak boleh memudah-mudahkannya. 31 Aqidah tanpa akhlak bagaikan sebatang pohon yang tidak dijadikan tempat untuk berlindung disaat kepanasan dan tidak pula ada buahnya yang dapat dipetik. Juga sebaliknya akhlak tanpa aqidah bagaikan bayang-bayang bagi benda, tidak tetap dan selalu bergerak. Oleh karena itu Islam memberikan perhatian khusus terhadap pendidikan akhlak dalam kaitannya dengan hal ini Rasulullah Saw menegaskan bahwa kesempurnaan iman seseorang terletak pada kesempurnaan akhlak.

5. Faktor-faktor Pembentuk Akhlak

pada dasarnya, akhlak berkaitan sangat erat dengan nilai-nilai dan norma-norma. Juga, seperti telah dikemukakan, bahwa akhlak terbentuk melalui proses pembiasaan sehingga karakter yang selaras dengan nilai-nilai yang berlaku dalam suatu lingkungan. Dengan demikian agar karakter ini dapat diarahkan pada nilai-nilai yang baik dan positif maka perlu diketahui faktor- faktor apa saja yang berperan dalam pembentukan karakter atau akhlak. Pada dasarnya faktor ini terdiri dari 2 macam yaitu; a. Faktor dari dalam dirinya. b. Faktor dari luar dirinya. Kedua faktor di atas dirinci lebih jauh adalah: a. Faktor dari dalam dirinya 1 Insting atau naluri Insting adalah karakter yang melekat dalam jiwa seseorang yang dibawanya sejak lahir. Ini yang merupakan faktor pertama yang memunculkan sikap dan perilaku dalam diri. Para psikolog menjelaskan bahwa insting berfungsi sebagai motivator penggerak yang mendorong lahirnya tingkah laku. Antara lain naluri bertuhan, naluri makan, naluri bertahan hidup, naluri memiliki pasangan, dll. Seperti yang tertera dalam Al- Qur’an Q.S Ali-Imron ayat 14. 31 Asmaran As, Op-cit, hal;13

Dokumen yang terkait

STRATEGI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN AKHLAKUL KARIMAH SISWA KELAS VII SMP MUHAMMADIYAH 01 MALANG

2 10 19

Peran guru agama islam dalam membentuk akhlakul karimah siswa MTS. Darul Ma;arif

4 53 89

Upaya guru pendidikan agama islam dalam meningkatkan akhlakul karimah siswa di SD Putra Jaya

0 15 0

Peranan Pembimbing Rohani Islami dalam membina akhlakul karimah di Panti Sosial Bina Remaja Bambu Apus Jakarta

2 14 92

Peran Guru Pendidikan Agama Islam Di Era Globalisasi Dalam Membina Akhlak Siswa Di SMAN 47 MODEL Jakarta.

4 72 108

UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBINA AKHLAK SISWA Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Membina Akhlak Siswa (Studi Kasus di SMA Muhammadiyah 1 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2015/2016).

0 14 16

UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENERAPKAN METODE ROLE PLAYING UNTUK MEMBENTUK AKHLAKUL KARIMAH Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Menerapkan Metode Role Playing Untuk Membentuk Akhlakul Karimah Pada Siswa SMP Muhammadiyah 10 Surakarta Tah

0 3 22

“UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN AKHLAKUL KARIMAH SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Akhalakul Karimah Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Mojogedang Tahun Pelajaran 2014/2015.

0 3 20

PERANAN KELUARGA DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS V DI SDIT FATAHILLAH Peran Keluarga dalam Pendidikan Agama Islam Kelas V di SDIT Fatahillah Sukoharjo.

0 0 15

BAB II LANDASAN TEORI A. Peran Guru Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam - PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBINA AKHLAK SISWA DI SD NEGERI 3 TAMBAHREJO - Raden Intan Repository

0 0 45