pembaharuan, penyempurnaan; usaha, tindakan, dan kegiatan yg dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yg lebih baik
”.
35
Maka dari pernyataan tersebut, penulis menyimpulkan pembinaan adalah suatu proses kegiatan yang disertai usaha untuk perbaikan-perbaikan,
pengembangan dan pertumbuhan suatu hal yang menjadi binaan. Pribadi yang telah dihiasi dengan pembinaan dan pendidikan, memiliki
pengaruh yang sangat luar biasa dalam kehidupan pribadi seseorang khususnya dan bagi masyarakat pada umumnya. Pribadi seperti ini tidak akan didapatkan
kecuali apabila dia telah dididik dan dibina dari berbagai aspek kehidupan yang dia butuhkan. Dan tidak cukup pembinaan ini didapatkan bersandar pada aspek
lahir dalam diri anak saja, tetapi aspek batin juga merupakan kebutuhan anak yang harus terpenuhi.
7. Pembinaan Akhlak Siswa
Untuk menjadikan seorang anak didik memiliki budi pekerti luhur atau Akhlakul Karimah akhlak mulia diperlukan pembinaan terus-menerus dan
berkesinambungan di sekolah. Untuk mewujudkannya pada diri anak didik tidaklah mudah karena menyangkut kebiasaan hidup. Pembinaan akan berhasil
hanya dengan usaha keras dan penuh kesabaran dari para guru, selain itu harus didukung oleh peran serta dari orang tua murid dan masyarakat. Dalam
pembinaan atau penanaman akhlakul karimah terhadap para siswa di sekolah diperlukan upaya keras dari semua guru secara bersama-sama, secara konsisten
dan berkesinambungan dengan pendekatan yang tepat
36
. Dalam pembinaan ahklak siswa, sekolah bukanlah satu-satunya lembaga
yang mempunyai satu kewajiban untuk membina akhlakul karimah siswa. Karena itu perlu adanya kerja sama antara sekolah dan pihak-pihak lain yang berkaitan
demi tercapainya upaya pembinaan akhlak siswa.
8. Metode Pembinaan Akhlak
Berbicara mengenai masalah pembinaan dan pembentukan akhlak sama dengan berbicara mengenai tujuan pendidikan. Karena banyak sekali dijumpai
35
KBBI, Op.Cit, hal. 146.
36
Nurul Zuriah, Pendidikan Moral Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, Cet. Ke-2, hal. 80.
pendapat para ahli yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah pembentukan dan pembinaan akhlak mulia. Ada dua pendapat terkait dengan
masalah pembinaan akhlak. Pendapat pertama mengatakan bahwa akhlak tidak perlu dibina.
Menurut aliran ini akhlak tumbuh dengan sendirinya tanpa dibina. Akhlak adalah gambaran batin yang tercermin dalam perbuatan. Pendapat kedua
mengatakan bahwa akhlak adalah hasil dari pendidikan, latihan, pembinaan dan perjuangan keras serta sungguh-sungguh. Menurut Imam Ghazali seperti dikutip
Fathiyah Hasan berpendapat bahwa sekiranya tabiat manusia tidak mungkin dapat diubah, tentu nasihat dan bimbingan tidak ada gunanya. Beliau menegaskan
sekiranya akhlak itu tidak dapat menerima perubahan niscaya fatwa, nasihat dan pendidikan itu adalah hampa”
37
. Namun dalam kenyataannya di lapangan banyak usaha yang telah
dilakukan orang dalam membentuk akhlak yang mulia. Lahirnya lembaga- lembaga pendidikan dalam rangka pembinaan akhlak akan semakin memperkuat
pendapat bahwa akhlak memang perlu dibina dan dilatih. Karena Islam telah memberikan perhatian yang besar dalam rangka membentuk akhlak mulia. Akhlak
yang mulia merupakan cermin dari keimanan yang bersih. Adapun metode pendidikan akhlak adalah :
a. Metode Keteladanan Yang dimaksud dengan metode keteladanan yaitu suatu metode
pendidikan dengan cara memberikan contoh yang baik kepada peserta didik, baik di dalam ucapan maupun perbuatan
38
. Keteladanan merupakan salah satu metode pendidikan yang diterapkan
Rasulullah dan paling banyak pengaruhnya terhadap keberhasilan menyampaikan misi dakwahnya. Ahli pendidikan banyak yang berpendapat bahwa pendidikan
37
Fathiyah Hasan Sulaiman, Sistem Pendidikan Versi al-Ghazali, Al Maarif: Bandung, 2004, Cet. I, hal. 66.
38
Syahidin, Metode Pendidikan Qur‟ani Teori dan Aplikasi, Misaka Galiza: Jakarta,
2009, Cet. I, hal. 135.
dengan teladan merupakan metode yang paling berhasil guna. Abdullah Ulwan misalnya sebagaimana dikutip oleh Hery Noer Aly mengatakan bahwa pendidik
akan merasa mudah mengkomunikasikan pesannya secara lisan. Namun anak akan merasa kesulitan dalam memahami pesan itu apabila pendidiknya tidak
memberi contoh tentang pesan yang disampaikannya
39
. Hal ini karena secara psikologis anak adalah seorang peniru yang ulung.
Murid-murid cenderung meneladani gurunya dan menjadikannya sebagai tokoh identifikasi dalam segala hal.
b. Metode Pembiasaan Pembiasaan menurut MD. Dahlan seperti dikutip oleh Hery Noer Aly
merupakan proses penanaman kebiasaan. Sedang kebiasaan habit ialah caracara bertindak yang persistent, uniform dan hampir-hampir otomatis hampir tidak
disadari oleh pelakunya
40
. Pembiasaan tersebut dapat dilakukan untuk membiasakan pada tingkah
laku, keterampilan, kecakapan dan pola pikir. Pembiasaan ini bertujuan untuk mempermudah melakukannya. Karena seseorang yang telah mempunyai
kebiasaan tertentu akan dapat melakukannya dengan mudah dan senang hati. Bahkan sesuatu yang telah dibiasakan dan akhirnya menjadi kebiasaan
dalam usia muda itu sulit untuk diubah dan tetap berlangsung sampai hari tua. Maka diperlukan terapi dan pengendalian diri yang sangat serius untuk dapat
mengubahnya. c. Metode Memberi Nasihat
Abdurrahman al-Nahlawi sebagaimana dikutip oleh Hery Noer Aly mengatakan bahwa yang dimaksud dengan nasihat adalah penjelasan kebenaran
dan kemaslahatan dengan tujuan menghindarkan orang yang dinasihati dari
39
Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, Logos Wacana Mulia: Jakarta, 1999, Cet. I, hal. 178.
40
Ibid., hal. 134.
bahaya serta menunjukkannya ke jalan yang mendatangkan kebahagiaan dan manfaat
41
. Dalam metode memberi nasihat ini pendidik mempunyai kesempatan yang
luas untuk mengarahkan peserta didik kepada berbagai kebaikan dan kemaslahatan umat. Di antaranya dengan menggunakan kisah-
kisah Qur’ani, baik kisah nabawi maupun umat terdahulu yang banyak mengandung pelajaran yang
dapat dipetik. d. Metode Motivasi dan Intimidasi
Metode motivasi dan intimidasi dalam bahasa Arab disebut dengan uslub al-targhib wa al-tarhib atau metode targhib dan tarhib. Targhib berasal dari kata
kerja raghaba yang berarti menyenangi, menyukai dan mencintai. Kemudian kata itu diubah menjadi kata benda targhib yang mengandung
makna suatu harapan untuk memperoleh kesenangan, kecintaan dan kebahagiaan yang mendorong seseorang sehingga timbul harapan dan semangat untuk
memperolehnya
42
. Metode ini akan sangat efektif apabila dalam penyampaiannya
menggunakan bahasa yang menarik dan meyakinkan pihak yang mendengar. Oleh hendaknya pendidik bisa meyakinkan muridnya ketika menggunakan metode ini.
Namun sebaliknya apabila bahasa yang digunakan kurang meyakinkan maka akan membuat murid tersebut malas memperhatikannya.
Sedangkan tarhib berasal dari rahhaba yang berarti menakut-nakuti atau mengancam. Menakut-nakuti dan mengancamnya sebagai akibat melakukan dosa
atau kesalahan yang dilarang Allah atau akibat lengah dalam menjalankan kewajiban yang diperintahkan Allah
43
. Penggunaan metode motivasi sejalan dengan apa yang ada dalam
psikologi belajar disebut sebagai law of happines atau prinsip yang
41
Ibid., hal. 190.
42
Syahidin, Op. Cit., hal. 121.
43
Ibid.., hal. 121.