Pembinaan Akhlak Siswa Metode Pembinaan Akhlak

mengutamakan suasana menyenangkan dalam belajar 44 . Sedang metode intimidasi dan hukuman baru digunakan apabila metode-metode lain seperti nasihat, petunjuk dan bimbingan tidak berhasil untuk mewujudkan tujuan. e. Metode Persuasi Metode persuasi adalah meyakinkan peserta didik tentang sesuatu ajaran dengan kekuatan akal. Penggunaan metode persuasi didasarkan atas pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang berakal. Artinya Islam memerintahkan kepada manusia untuk menggunakan akalnya dalam membedakan antara yang benar dan salah serta atau yang baik dan buruk 45 . Penggunaan metode persuasi ini dalam pendidikan Islam menandakan bahwa pentingnya memperkenalkan dasar-dasar rasional dan logis kepada peserta didik agar mereka terhindar dari meniru yang tidak didasarkan pertimbangan rasional dan pengetahuan. f. Metode Kisah Metode kisah merupakan salah satu upaya untuk mendidik murid agar mengambil pelajaran dari kejadian di masa lampau. Apabila kejadian tersebut merupakan kejadian yang baik, maka harus diikutinya, sebaliknya apabila kejadian tersebut kejadian yang bertentangan dengan agama Islam maka harus dihindari. Metode ini sangat digemari khususnya oleh anak kecil, bahkan sering kali digunakan oleh seorang ibu ketika anak tersebut akan tidur. Apalagi metode ini disampaikan oleh orang yang pandai bercerita, akan menjadi daya tarik tersendiri. Namun perlu diingat bahwa kemampuan setiap murid dalam menerima pesan yang disampaikan sangat dipengaruhi oleh tingkat kesulitan bahasa yang digunakan. Oleh karena itu, hendaknya setiap pendidik bisa memilih bahasa yang 44 Hery Noer Aly, Op. Cit., hal. 197. 45 Ibid., hal. 193. mudah dipahami oleh setiap anak. Lebih lanjut an-Nahlawi menegaskan bahwa dampak penting pendidikan melalui kisah adalah: Pertama, kisah dapat mengaktifkan dan membangkitkan kesadaran pembaca tanpa cerminan kesantaian dan keterlambatan sehingga dengan kisah, setiap pembaca akan senantiasa merenungkan makna dan mengikuti berbagai situasi kisah tersebut sehingga pembaca terpengaruh oleh tokoh dan topik kisah tersebut. Kedua, interaksi kisah Qurani dan Nabawi dengan diri manusia dalam keutuhan realitasnya tercermin dalam pola terpenting yang hendak ditonjolkan oleh al Quran kepada manusia di dunia dan hendak mengarahkan perhatian pada setiap pola yang selaras dengan kepentingannya. Ketiga, kisah-kisah Qurani mampu membina perasaan ketuhanan melalui cara-cara berikut : 1 Mempengaruhi emosi , seperti takut, perasaan diawasi, rela dan lain-lain. 2 Mengarahkan semua emosi tersebut sehingga menyatu pada satu kesimpulan yang menjadi akhir cerita. 3 Mengikutsertakan unsur psikis yang membawa pembaca larut dalam setting emosional cerita sehingga pembaca, dengan emosinya, hidup bersama tokoh cerita. 4 Kisah Qurani memiliki keistimewaan karena, melalui topik cerita, kisah dapat memuaskan pemikiran, seperti pemberian sugesti, keinginan, dan keantusiasan, perenungan dan pemikiran 46 . C. Peserta Didik Siswa Anak didik adalah unsur manusiawi yang penting dalam kegiatan interaksi edukatif. Ia dijadikan sebagai pokok persoalan dalam semua gerak kegiatan pendidikan dan pengajaran. Sebagai pokok persoalan, anak didik memiliki kedudukan yang menempati posisi yang menentukan dalam sebuah interaksi. Guru tidak mempunyai arti apa-apa tanpa kehadiran anak didik sebagai subjek 46 Abdurrahman, An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat, Diponegoro: Bandung, 1992, Cet. II, hal. 242. pembinaan. Jadi, anak didik adalah “kunci” yang menentukan untuk terjadinya interaksi edukatif. 47 Selanjutnya, murid atau anak didik juga memiliki kepribadian yang unik, yaitu mempunyai potensi dan mengalami proses perkembangan. Dalam proses perkembangan itu, anak atau murid membutuhkan bantuan yang sifat dan coraknya tidak ditentukan oleh guru tetapi oleh anak itu sendiri, dalam suatu kehidupan bersama dengan individu-individu yang lain. 48 Dalam istilah tasawuf, anak didik sering kali disebut dengan “murid” atau thalib. Secara etimologi, murid berarti “orang yang menghendaki”. Sedangkan menurut arti terminologi, murid adalah “pencari hakikat di bawah bimbingan dan arahan seorang pembimbing spiritual mursyid ”. Sedangkan thalib secara bahasa berarti “orang yang mencari”, sedang menurut istilah tasawuf adalah “penempuh jalan spiritual, di mana ia berusaha keras menempuh dirinya untuk mencapai derajat sufi”. Penyebutan murid ini juga dipakai untuk menyebut peserta didik pada sekolah tingkat dasar dan menengah, sementara untuk perguruan tinggi lazimnya disebut dengan mahasiswa thalib. Istilah murid atau thalib ini sesungguhnya memiliki kedalaman makna daripada penyebutan siswa. Artinya, dalam proses pendidikan itu terdapat individu yang secara sungguh-sungguh menghendaki dan mencari ilmu pengetahuan. Hal ini menunjukkan bahwa istilah murid dan thalib menghendaki adanya keaktifan pada peserta didik dalam proses belajar mengajar, bukan pada pendidik. Namun, dalam pepatah dinyatakan: “tiada tepuk sebelah tangan”. Pepatah ini mengisyaratkan adanya active learning bagi peserta didik dan active teaching bagi pendidik, sehingga kedua belah pihak menjadi “gayung bersambung” dalam proses pendidikan agar tercapai hasil secara maksimal. 49 47 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: Rineka Cipta, 2005, Cet. Ke-2, hal.51. 48 Zakiah Daradjat, dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, hal. 268. 49 Abdul Mujib dan Mudzakkir, Op. cit., hal. 103-104.

D. Hasil Penelitian Relevan

Beberapa penelitian ya ng relevan dengan skripsi “Peran Guru terhadap Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa di SMA Fatahillah Jakarta ” adalah sebagai berikut: 1. Lutfiah Anggraeni, “Peran Kepala Sekolah Dalam Membina Al-Akhlak AlKarimah Siswa SMP Islam Ma’arif 02 Malang” Globalisasi merupakan suatu tantangan yang harus di hadapi oleh umat manusia termasuk umat Islam. Berkaitan dengan hal tersebut maka skripsi ini mengkaji tentang “Peran Kepala Sekolah Dalam Membina Al-Akhlak Al-Karimah siswa SMP Islam Ma’arif 02 Malang”. Sedangkan metode yang penulis gunakan dalam teknik pengumpulan data meliputi: Observasi, wawancara interview, dokumentasi. Setelah data terkumpul kemudian di analisis melalui metode deskriptif untuk data yang kualitatif. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan akhirnya menghasilkan suatu kesimpulan sebagai berikut : Kondisi Akhlak siswa di SMP Islam Ma’arif 02 Malang siswa yang ada di SMP Islam Ma’arif 02 Malang sudah cukup bagus dan dalam menciptakan anak yang soleh soleha yang mempunyai Al-Akhlak Al-Karimah Dan adanya kerja sama antara guru, orang tua dan instasi yang terkait apabila seorang siswa berkelakuan yang kurang baik di dalam sekolah atau luar sekolah dinasihati agar tidak berkelanjutan. Peran Kepala Sekolah menganjurkan bahwa kepada Pembina-pembina guru agama agar anak-anak itu tidak sekedar diajari pintar di dalam teori saja tapi lebih dari itu di lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah. Pelaksanaan pembinaan akhlakul karimah siswa terwujud dengan baik, maka kuncinya terletak pada kesiapan, kemauan dan kemampuan kepala sekolah dan hal tersebut dapat didukung dengan adanya peran yang lebih terfokus pada pemberian materi dan kegiatan yang lebih menitik beratkan pada pembinaan akhlakul karimah siswa. 2. Strategi guru pendidikan agama Islam dalam pembinaan akhlakul karimah siswa di SMPN I Soko Kabupaten Tuban, oleh Siti Nur Khomariyah dengan menggunakan metode deskriptif menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan guru agama Islam dalam pembinaan akhlakul karimah siswa ialah; pertama, Melalui proses pendidikan, yaitu dengan cara menanamkan nilai-nilai keimanan kepada siswa yang tercermin dari rukun Iman yang enam, yakni: Iman kepada Allah Swt, Iman kepada para Malaikat, Iman kepada Kitab-kitab Allah Swt, Iman kepada para rasul, Iman kepada hari kiamat, dan Iman kepada qadha dan qhadar-Nya. Selain menanamkan nilai-nilai keimanan kepada siswa, guru PAI juga harus menanamkan nilai-nilai Ibadah kepada siswanya, seperti cara melakukan sholat, puasa, zakat, shodaqoh, berdoa dan lain sebagainya.Kedua, melalui proses bimbingan dan penyuluhan, yaitu dengan cara menanamkan perasaan cinta kepada Allah Swt dalam hati siswa, menanamkan tujuan dan kepercayaan yang benar dalam diri siswa, mendidik siswa untuk taat menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya, membina akhlak yang mulia dan menunaikan kewajiban agama, mengajarkan siswa untuk mengetahui hukum-hukum agama Islam serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, memberikan teladan atau contoh yang baik, dan memberikan pengajaran serta nasihat. 3. Qostontiniyah, “Peranan Akhlak Guru terhadap Motivasi belajar bagi Siswa Madrasah Aliyah al-Hamidiyah di Cilangkap- Jawa Timur”, Skripsi jurusan pendidikan agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan akhlak guru dengan melihat ada tidaknya peranan serta hubungannya dengan motivasi belajar siswa. Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatif, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif, dengan model alat analisis product moment. Yang dilaksanakan mulai tanggal 09 Februari 2010 sampai dengan 31 Maret 2010. Dengan teknik pengambilan sample, cluster random sampling. Adapun instrumen yang diberikan berupa kuesioner berjumlah 24 butir soal pertanyaan untuk 50 sample dari 132 populasi. Dari hasil penghitungan uji hipotesis diperoleh nilai uji r hitung dengan r tabel didapat bahwa uji r hitung lebih besar dari r tabel , atau r hitung 0,59 r tabel 0,368 atau 0,284. Dengan demikian koefisien korelasi 0,59 adalah signifikan. Untuk memberikan interpretasi terhadap koefisien korelasi, maka koefisien korelasi yang ditemukan sebesar 0,59 berada di interval koefisien korelasi 0,40 hingga 0,69 dengan interpretasi tingkat hubungan yang kuat. Berdasarkan uji kontribusi variabel X terhadap variabel Y menunjukkan bahwa motivasi belajar siswa ditentukan oleh akhlak guru sebesar 0,35.

E. Kerangka Berpikir

Guru Pendidikan Agama Islam merupakan figur guru yang paling diperhatikan tindak tanduknya oleh para siswa maupun teman seprofesi bahkan masyarakat, keberadaan guru PAI dalam lingkungan sekolah seringkali dijadikan tumpuan utama dalam hal akhlak. Jika ada siswa yang bermasalah dengan tingkah lakunya yang paling dulu dipertanyakan tanggung jawabnya adalah guru PAI. Oleh karena itu, seorang guru PAI harus mampu menjadi suri tauladan yang baik bagi siswanya. Mampu mengayomi para siswa, bahkan guru PAI bisa sekaligus menjadi guru BK, meskipun pada dasarnya seorang guru PAI hanya bertugas sebagai pentransfer ilmu pengetahuan dan pendidikan seperti halnya guru umum yang lain. Pada realita kehidupan saat ini, dapat dilihat dan dinilai sendiri. Bagaimana moral dan perilaku seorang anak kepada dirinya sendiri dan orang- orang di sekitarnya. Tahun lalu dunia pendidikan dikejutkan oleh pemberitaan tentang kerusuhan yang disebabkan perilaku menyimpang dari kalangan siswa. Di sinilah peran guru Pendidikan Agama Islam dipertanyakan. Sejauh mana peran guru Pendidikan Agama Islam dalam melakukan pembinaan terhadap perilaku atau lebih khususnya akhlak mereka. Seperti yang telah diketahui bahwa lapangan pendidikan dimana pekerjaan mendidik berlangsung dalam masyarakat ini tidak hanya keluarga, tetapi di sekolah pun pendidikan anak dapat dilaksanakan oleh guru-guru. Dan juga, sebagian besar waktu anak-anak dihabiskan disekolah. Maka ketika mereka melakukan penyimpangan, yang biasanya disalahkan oleh orang tuanya adalah gurunya. Di sinilah peran pembinaan akhlak dalam sekolah dibutuhkan, khususnya dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam, sangat besar pengaruhnya bagi siswa. Selain memberikan pelajaran dan pendidikan guru Pendidikan Agama Islam juga dituntut untuk memberikan pesan yang baik, memberikan contoh yang baik pula. Yang kelak akan tertanam dalam hati setiap anak didiknya dan mempengaruhi pada sikap tingkah lakunya dalam masyarakat. Sehubungan dengan peranan guru Pendidikan Agama Islam sebagai tenaga “pengajar”, “pendidik”, dan “pembimbing”, senantiasa akan menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan siswa, guru maupun dengan staf yang lain, dari berbagai kegiatan interaksi belajar mengajar, dapat dipandang guru sebagai sentral bagi peranannya, sebab baik disadari atau tidak bahwa sebagian dari waktu dan perhatian guru Pendidikan Agama Islam banyak dicurahkan untuk menggarap proses belajar mengajar dan interaksi dengan siswanya. 50

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di SMA Fatahillah pada kelas X, XI, dan XII. Adapun waktu penelitian yang penulis rencanakan akan dilaksanakan pada bulan September – Maret 2014.

B. Metode Penelitian

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang menjelaskan fenomena yang terjadi di lapangan. Melihan rumusan masalah yang diajukan, maka penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriftif berupa kata-kata tertulis, gambar, dan bukan angka, yang mana data yang diperoleh dari orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan penelitian ini diharapkan peneliti dapat memperoleh data secara mendetail tentang hal-hal yang diteliti karena adanya hubungan langsung dengan responden atau obyek penelitian. “Metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penilaian, dan berupaya menarik realitas itu kepermukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu 1 .” C. Unit Analisis Menentukan populasi dan sampel yang dapat digunakan sebagai sumber data. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan 2 . ” Berdasakan pengertian di atas maka dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh siswa SMA Fatahillah Jakarta. Sedangkan menurut 1 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif Edisi 2, Jakarta : Prenada Media, 2007, hal. 68. 2 Sugiyono, metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan RD, Bandung: Penerbit Alfabeta, 2009, Cet. Ke-8, hal. 80.

Dokumen yang terkait

STRATEGI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN AKHLAKUL KARIMAH SISWA KELAS VII SMP MUHAMMADIYAH 01 MALANG

2 10 19

Peran guru agama islam dalam membentuk akhlakul karimah siswa MTS. Darul Ma;arif

4 53 89

Upaya guru pendidikan agama islam dalam meningkatkan akhlakul karimah siswa di SD Putra Jaya

0 15 0

Peranan Pembimbing Rohani Islami dalam membina akhlakul karimah di Panti Sosial Bina Remaja Bambu Apus Jakarta

2 14 92

Peran Guru Pendidikan Agama Islam Di Era Globalisasi Dalam Membina Akhlak Siswa Di SMAN 47 MODEL Jakarta.

4 72 108

UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBINA AKHLAK SISWA Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Membina Akhlak Siswa (Studi Kasus di SMA Muhammadiyah 1 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2015/2016).

0 14 16

UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENERAPKAN METODE ROLE PLAYING UNTUK MEMBENTUK AKHLAKUL KARIMAH Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Menerapkan Metode Role Playing Untuk Membentuk Akhlakul Karimah Pada Siswa SMP Muhammadiyah 10 Surakarta Tah

0 3 22

“UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN AKHLAKUL KARIMAH SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Akhalakul Karimah Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Mojogedang Tahun Pelajaran 2014/2015.

0 3 20

PERANAN KELUARGA DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS V DI SDIT FATAHILLAH Peran Keluarga dalam Pendidikan Agama Islam Kelas V di SDIT Fatahillah Sukoharjo.

0 0 15

BAB II LANDASAN TEORI A. Peran Guru Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam - PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBINA AKHLAK SISWA DI SD NEGERI 3 TAMBAHREJO - Raden Intan Repository

0 0 45