Pinjaman Luar Negeri dan Modal Asing

98 terwakili dalam sarana tagihan-tagihan pembayaran. Monzer membagi hutang negara menjadi tiga tujuan utama: 62 a. Pendanaan bagi pengeluaran darurat yang melebihi kapasitas pajak b. Pendanaan program pembangunan c. Penyerapa suntikan untuk kasus hutang yang tidak terbayar kelebihan atau kekurangan uang di tangan pemerintah sebagai alat pengelola moneter. Namun jika dilihat dari pembagian tujuan ini, penulis lebih mendukung tujuan utang luar negeri dari konsep Hatta dan Syafruddin. Dan Islam pun pernah menyebutkan bahwa tangan di atas memberi itu lebih baik dari pada tangan di bawah meminta-minta, maka lebih baik jika pinjaman luar negeri sebagai utang negara itu dilakukan pada pilihan terakhir yang mendesak dengan ketentuan perundang-undnagan yang sudah disepakati.

6. Riba

Mengenai masalah Riba yang merupakan dasar perbedaan dari ekonomi Islam dan konvensional. Hatta tidak membantah bahwa riba itu haram hukumnya, karena sudah jelas Allah menyebutkannya dalam Al-Q ur’an dalam Q.S Al-Baqarah 2: 277-278. 62 Ibid., h. 315. 99                                   Artinya: 277. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. 278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba yang belum dipungut jika kamu orang-orang yang beriman. Namun yang menjadi perhatian adalah pandangannya mengenai bunga yang menurutnya tidaklah haram “selama tingkat suku bunga tersebut telah ditetapkan terlebih dahulu, sehingga kemudian seseorang dapat memutuskan secara lebih tepat apakah hal itu akan menguntungkan baginya atau tidak untuk meminjam uang tersebut. 63 Hatta lebih menekankan pada keterbukaan dalam transaksi karena menurutnya harus ada kerelaan dari kedua belah pihak. Hatta menambahkan “bila seseorang masih tetap ingin mempergunakan jasa bank, berarti ia telah 63 Anwar Abbas, Mohammad Hatta dan Ekonomi Islam Jakarta: Kompas, 2010, h. 219. 100 rela membayar rentenya. Sebaliknya, bila rente dilakukan dengan diam-diam maka ia termasuk riba. 64 Bunga dalam bank adalah suatu hal yang positif karena bersifat produktif sedangkan riba malah menghancurkan. Gambaran bunga dalam bank pun menjadi cara dalam menuju kemajuan ekonomi. Pandangan yang di dapat Hatta itu juga tak terlepas dari peran guru agamanya yang bernama H. Abdullah Ahmad seorang ulama dan tokoh agama terkenal di padang, Sumatera Barat. 65 Selaras dengan pemikiran Hatta, Syafruddin tidak mempermasalahkan riba yang dilarang agama, namun yang ia permasalahkan ketika pengertian riba itu dimaknai bunga bank. Menurutnya bunga bank bisa dikategorikan riba jika jumlahnya berlipat ganda karena dimaknai sebagai pengerukan keuntungan yang tinggi eksploratif. Dan menurutnya riba itu diartikan sebagai keuntungan yang diperoleh dengan cara-cara tak berkeprimanusiaan, dengan menipu dan menindas rakyat, itulah riba yang dimaksudkan dalam Islam. Kemudian pendapatannya saat didirikan Bank Syariah dengan sistem profit-sharing , ia akan menyetujuinya karena Bank Syariah menghindari empat larangan agama dalam kegiatan ekonomi yaitu maysir perjudian, gharar spekulasi, riba bunga uang yang berlipat ganda, dan bathil 64 Ibid., h.219. 65 Ibid., h. 220.