Syafruddin Prawinegara Konsep Pembangunan Ekonomi
73
bukan lagi bersifat komplementer tapi benar-benar menjadi sumber dana utama. Alhasil dari sistem pembangunan ekonomi itu sebagian besar
masyarakat tidak turut bekerjasama dan berpartisipasi dalam proses pembangunan, mereka hanya menjadi penonton dan menjadi korban dari yang
dinamakan „modernisasi’. Syafruddin tidak menampikkan modal asing yang masuk ke Indonesia,
hal itu dianggapnya sebagai jalan untuk melakukan industrilisasi Indonesia. Namun pada kenyataannya pemerintah Orde Baru melakukan liberalisasi
permodalan dengan jalan melakukan pinjaman luar negeri untuk menutupi defisist negara. Padahal hal tersebut sangat mengandung resiko, menurutnya
seharusnya defisist negara itu cukup didasarkan pada penerimaan dalam negeri saja. Adapun modal asing dalam perusahaan di Indonesia seharusnya
diberlakukan undang-undang yang dibuat agar Indonesia bisa bermitra dengan pihak asing, namun setelah itu Indonesia dapat mengambil alih proyek modal
asing tersebut. Posisinya yang berada dalam masa transisi atau masa peralihan yaitu
dari masa kolonial menuju arah pembangunan perekonomian yang mandiri membuatnya harus lebih melihat dan memahami permasalahan pembangunan
serta melihat permasalahan yang terjadi di lapangan yang sering disebut „kesulitan masa peralihan’, yang membuatnya berfikir kritis dan hati-hati pada
setiap langkah yang akan diambil. Menurutnya dalam masa peralihan dari
74
ekonomi kolonial menuju ekonomi nasional bukan dengan menggantikan pengusaha asing dengan pengusaha pribumi dengan membiarkan sifat
kapitalis liberal melekat, namun peralihan dari sistem ekonomi yang hanya mementingkan golongan yang berkuasa kepada sistem ekonomi yang
mementingkan seluruh masyarakat terutama golongan-golongan dengan ekonomi lemah.
42
Seperti yang terjadi pada deskriminasi pengusaha Tionghoa yang dirasa sangat menguasai perekonomian Indonesia, Syafruddin berpandangan
bahwa peraturan politik perekonomian itu dirasa terlampau „Social Policy‟
daripada „Economic Policy‟ karena peraturannya yang „melindungi yang
lemah dan melenyapkan atau mengurangi kekuasaan yang kaya’, dan karena Tionghoa yang lebih berkuasa maka peraturan itu seperti peraturan yang anti-
Tionghoa. Padahal menurutnya bisa saja Tionghoa itu menjadi warganegara yang baik dan mencintai tanah airnya. Dan ditegaskan olehnya bahwa tugas
negara pemerintah yang utama itu adalah menjaga, jangan sampai warga- warga melakukan perbuatan jahat, seperti membunuh, mencuri, menipu dan
42
Sjafruddin Prawiranegara, “Peran Agama dan Moral dalam Pembangunan Masyarakat dan
Ekonomi Indonesia”, dalam Kumpulan Karangan Terpilih Jilid I Islam Sebagai Pedoman Hidup Jakarta: Idayu Press, 1986, h. 105.
75
lain-lain. Dan peraturan-peraturan yang bertalian dengan kewajiban negara menjamin keadilan hukum dan keadilan sosial.
43
Selanjutnya mengenai masalah transmigrasi, Syafruddin sama halnya dengan Hatta mendukung terlaksananya transmigrasi untuk pemerataan
pembangunan, namun menurutnya seharusnya trnasmigrasi dilakukan secara spontan yaitu jangan menunggu pemerintah yang mengatur karena akan
memberikan kesempatan korupsi. Serta menurutnya transmigrasi memerlukan biaya yang sangat mahal dan terkadang gagal dilakukan setelah itu karena
penduduk yang ingin kembali ke Jawa.
44
Konsep pembangunan yang dicanangkan oleh Syafruddin adalah yang mengarah pada tujuan Islam dan UUD 1945 pasal 31, 32, 33, dan 34,
mengenai pendidikan dan kesejahteraan sosial. Menurutnya konseptor negara yang menyusun UUD 45 ingin membawa Indonesia pada konsep
kekeluargaan, sehingga tidak terdapat orang-orang fakir miskin dan anak-anak yatim piatu yang terlantar.
UUD 1945 kembali dipakai pada 5 Juli 1959 setelah sebelumnya Soekarno mengambil UUD RIS sebagai landasan negara, namun ternyata
43
Syafruddin Prawiranegara, “Membangun Kembali Ekonomi Indonesia”, dalam Hadi Soesastro ed. Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi Indonesia Selama Setengah Tahun Terakhir
1966-1982 Paruh Pertama Ekonomi Orde Baru Jakarta: Kanisius, 2005, h. 51.
44
Thee Kian We ed., Pelaku Berkisah Ekonomi Indonesia 1950-an sampai 1990-an Jakarta: Kompas, 2005, h. 47.
76
setelah itu pemahaman yang salah terjadi pada pengaplikasian dari tujuan UUD ’45, sehingga semakin lama penyimpangan dari UUD semakin jauh.
Tujuan dari pengajaran dan pendidikan yang layak dikatakan membutuhkan dana yang banyak. Uang sebagai syarat yang tidak dapat dielakkan atau
„conditio sine qua non‟ sebagai modal dalam mengangkat taraf hidup rakyat, menjadikan orang bodoh menjadi terdidik dan orang miskin menjadi makmur,
menjadi suatu „kejahatan yang wajib’ necessary evil dengan cara
membangun tempat maksiat maaf perjudian dan pelacuran untuk menarik wisatawan asing, serta banyaknya pungutan liar sebagai komersialisasi
jabatan.
45
Hal yang menjadikan pembangunan ekonomi itu memerlukan dana yang sangat tinggi adalah karena sebagian besar dana pembangunan itu masuk
ke dalam saku-saku petugas negara, calo-calo, dan kontraktor yang diistimewakan. Mereka berusaha memperoleh keuntungan sebesar-besarnya
atas beban rakyat dan negara. Syafruddin berpandangan, jika pembangunan ekonomi didahulukan
namun tidak disertai dengan pembangunan akhlak maka yang ada hanyalah terjadinya korupsi yang merajalela. Jikapun ada pemberantasan korupsi
ataupun pungli, hal itu sangat susah karena merubah falsafah hidup itu tidak
45
Syafruddin Prawiranegara, Human Development Pola Pembangunan yang sesuai dengan Ajaran-
ajaran Islam dan UUD ‟45 Jakarta: Bulan Bintang, 1977, h.11.
77
mudah. Karena konsep awal yang salah yang menjadikan manusia seperti mendewakan uang dan kekayaan. Sehingga jika kebanyakan orangpejabat
hidup dalam rumah mewah, mobil yang mengkilap, benda mewah yang ber
’merk’, dan juga hiburan-hiburan lain yang tidak cukup dipenuhi dengan gaji yang pas-pasan itu, dari mana lagi mereka akan mendapatkan uang jika
tidak dari perbuatan mereka yang menyeleweng dari hukum?
46
Maka menurut Syafruddin Prawiranegara, pendidikan dan pengajaran adalah prioritas pertama dalam pembangunan, yaitu pembangunan akhlak
yang akan menjamin bahwa rakyat Indonesia benar-benar rakyat Pancasila yang takwa kepada Allah SWT. Jika dalam pelaksanaannya membutuhkan
dana yang banyak seperti yang disebutkan sebelumnya, Syafruddin menggambarkan
seperti masyarakat
yang bergotong-royong
dalam membangun masjid sebagai tempat ibadah untuk publik, yang tidak perlu
memerlukan dana yang besar karena sebagian besar adalah sumbangan dana dan juga tenaga dari masyarakat sekitar. Begitu juga dengan pembanguan
pendidikan menurutnya banyak rakyat yang bersedia bergotong-royong dalam mendirikan sekolah. Sehingga sejak di sekolah dasar warga Indonesia sudah
dilatih untuk bergotong-royong, suka bekerja, belajar dan berdikari, bukan hanya mengumpulkan ilmu pengetahuan intelektual yang kering dan hampa.
Mereka dididik untuk memiliki self-respect harga diri hingga tidak suka
46
Ibid., h. 16.
78
meminta-minta dan berhutang jika benar-benar tidak perlu. Namun pada kenyataannya Indonesia terus menerus meminjam uang dan menerima
sumbangan-sumbangan dari luar negeri, karena memang miskin, tetapi pembesar-pembesarnya, sampai yang tidak tinggi sekalipun hidupnya sama
mewahnya atau lebih mewah lagi dari pembesar-pembesar di negara-negara donor yang me
mberi pinjaman dan sumbangan.”
Kutipan Syafruddin mengenai pembangunan dan gambaran Indonesia:
47
“Pembangunan bukan memanjakan orang asing untuk mengosongi dompetnya, tetapi yang harus dimanjakan adalah anak-anak dan pemuda-pemuda
kita, bukan dengan kemewahan, tetapi dengan pengajaran dan pendidikan yang bertujuan membentuk mereka menjadi manusia dan warga negara yang baik, yang
takwa kepada Allah S.W.T .”
Selanjutnya yang menjadi prioritas kedua dalam pembangunan adalah pembangunan ekonomi. Dimana menurut Syafruddin pembangunan ekonomi
ini juga memiliki dua tujuan, yaitu:
48
Pertama :menunjang pendidikan dan pengajaran,dan
Kedua :memenuhi keperluan hidup rakyat yang primer, pangan,
sandang dan perumahan serta keperluan lainnya. Mengenai bentuk ekonomi Indonesia Syafruddin sependapat dengan
Hatta bahwa bentuk koperasi sebagai bentuk pertama ekonomi Indonesia,
47
Ibid., h. 25.
48
Ibid., h. 26.
79
seperti yang dicanangkan dalam pasal 33 UUD ’45, karena koperasi merupakan bentuk yang harmonis antara individualisme dan kolektivisme.
Bentuk kedua adalah perusahaan negara yang mengurus kepentingan rakyat primer. Dan bentuk ketiga adalah perusahaan swasta milik perseorangan
dimana perusahaan ini dibiarkan bekerja di bidang di mana koperasi dan perusahaan negara tidak ada, karena belum ada atau dianggap tidak perlu.
Kembali kepada tujuan pembangunan ekonomi yang disebutkan Syafruddin yaitu untuk menunjang pendidikan dan pengajaran, maka setiap
pembangunan yang dilakukan pun yang harus diutamakan adalah bangunan- bangunan untuk kepentingan pengajaran dan pendidikan bukan hotel-hotel
mewah untuk menampung wisatawan asing. Selain itu pembanguan industri juga seharusnya yang berkaitan untuk kepentingan pengajaran dan pendidikan
seperti kertas, pensil, percetakan dan lain-lain. Mendahulukan pembangunan pengajaran dan pendidikan bukan berarti
menolak wisatawan yang datang ke Indonesia untuk melihat keindahan alam dan juga budaya. Namun Syafruddin berpendapat bahwa wisatawan asinglah
yang harus menyesuaikan diri dengan keadaan alam dan adat istiadat Indonesia, bukan orang Indonesia yang harus menyesuaikan kehidupan barat
di Indonesia karena hanya ingin mendapatkan uang dari mereka. Syafruddin juga berpendapat bahwa pembanguan pada saat ini seperti imitasi dari
80
pembangunan yang dilakukan oleh negara maju sebelumnya dan hanya sedikit saja yang mengandung unsur kreatifitas.
Manusia yang kreatif adalah manusia yang dapat membangun lingkungan hidupnya sesuai dengan keadaan alam dan masyarakatnya,
sehingga dengan adanya pembangunan itu tidak hanya memelihara kelestarian alamnya tetapi juga memperbaikinya bersama dengan peningkatan derajat dan
mutu masyarakat.
49
Pengetahuan Syafruddin yang dalam mengenai agama dan ideologi membawanya pada suatu pemikiran bahwa dalam pembangunan hal yang
utama itu bukanlah sekedar masalah ekonomi-materi, melainkan juga kebudayaan. Sehingga dari setiap gagasan pembangunan yang dia sampaikan
lebih banyak mengenai proses pembangunan yang berhubungan dengan faktor non ekonomi seperti agama, moral, hukum, sember daya manusia, dan hak-
hak asasi manusia. Selain pandangannya mengenai bentuk ekonomi Indonesia dan juga
pembangunan ekonomi yang menjurus juga pada pembangunan sumber daya manusia, Syafruddin sebagai Gubernur Bank Indonesia pertama yang juga
menjadi menteri pertama saat dirinya menjabat sebagai Menteri Kemakmuran
49
Ibid., h. 28.
81
pada Kabinet Hatta yang mengeluarkan ORI Oeang Republik Indonesia,
50
dan yang memegang peranan penting dalam kestabilan moneter, ia sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan ekonomi, ia tidak mau jika setiap
pembangunan yang ditujukan membangun perekonomian malah merusak kestabilan moneter. Banyak gagasan yang dia tidak setuju dalam beberapa
kebijakan yang diajukan oleh Soemitro Djojohadikoesoemo sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan dalam Kabinet Natsir. Seperti gagasan
Soemitro mengenai industrialisasi yang memproduksi barang pengganti impor merupakan langkah besar dalam kemandirian ekonomi, yang dikritisi
Syafruddin sebagai strategi pembangunan yang terlalu melompat jauh, menurutnya industrilisasi harus didahului pembangunan pertanian yang akan
menjadi tulang punggungnya dan juga sebagai sumber pembentukan modal. Juga mengenai anggaran berimbang yang dikatakan oleh Soemitro
tidak boleh statis jadi harus selalu dinamis sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan harus mengambil resiko defisit. Sedangkan Syafruddin
yang tidak mau mengakibatkan anggaran defisit apalagi jika ditutupi dengan utang luar negeri hal itu akan sangat mengandung resiko, baginya anggaran
berimbang boleh dilakukan asal jangan menimbulkan inflasi, yang disebut oleh Tan Goan Po pandangan Syafruddin itu akan menutup kemungkinan
50
Thee Kian We ed., Pelaku Berkisah Ekonomi Indonesia 1950-an sampai 1990-an Jakarta: Kompas, 2005, h. 41.
82
kemajuan dan terobosan baru. Malah Tan Goan Po yang banyak mendukung gagasan Soemitro saat terjadi polemik antara keduanya mengenai strategi
pembangunan.
51
Tan Goan Po menyarankan agar dicetak uang baru untuk pembiayaan pembangunan yang langsung dikritik oleh Syafruddin sebagai
suatu gagasan yang akan menimbulkan inflasi dan merosotnya nilai mata uang.
52
Tapi selain polemik Syafruddin dengan Soemitro keduanya memiliki pandangan yang sama mengenai industri kecil yang pro-ekonomi rakyat, sama
halnya dengan Hatta yang memperjuangkan industri rakyat kecil, atau ekonomi kerakyatan yang disebut Syafruddin sosialis kerakyatan.
Masih mengenai keuangan, Syafruddin yang saat itu menjabat sebagai Menteri Keuangan pertama dalam masa Kabinet Hatta melakukan
pengguntingan uang yang lalu disebut dengan “Gunting Syafruddin”. Dimana pada saat itu beredar dua mata uang yaitu yang dikeluarkan oleh Belanda dan
Republik Indonesia, untuk menyeragamkan mata uang dan juga untuk menghapus perbedaan antara mata uang tersebut, maka Syafruddin memotong
uang Belanda menjadi dua bagian, yang pertama dirubah menjadi uang Republik dan sebagian lagi menjadi obligasi keuangan.
53
51
M. Dawam Rahardjo, Ekonomi Neo-Klasik dan Sosialisme Religius Jakarta: Mizan, 2011, h. 112.
52
Sjafruddin Prawiranegara, “Kesulitan-kesulitan Masa peralihan ditinjau dari Sudut Pandang Ekonomi”, dalam Ekonomi dan Keuangan: Makna Ekonomi Islam Kumpulan Karangan Terpilih Jilid
II Jakarta: Haji Masagung, 1988, h. 62.
53
Thee Kian We ed., Pelaku Berkisah Ekonomi Indonesia 1950-an sampai 1990-an Jakarta: Kompas, 2005, h. 42.
83
Selain itu ia juga banyak memberikan gagasan terkait dengan pembangunan di awal perkembangan Indonesia merdeka, di mana gagasan-
gagasan tersebut banyak dipakai saat masa Orde Baru, di antara beberapa gagasannya adalah
54
, pertama diperlukannya stabilisasi moneter sebagai basis pertumbuhan ekonomi, baik internal yang berkaitan dengan anggaran negara
dengan mengendalikan pengeluaran dan mengatur skala prioritas, maupun eksternal yang berhubungan dengan neraca pembayaran.
Kedua, perlunya membangun sektor pertanian sebagai tulang
punggung industrilisasi. Di mana sektor pertanian yang dikembangkan ini adalah sektor pertanian pangan untuk mencapai swasembada pangan dan
sektor perkebunan untuk menghasilkan devisa. Serta untuk skala menengah memberikan kesempatan kepada pihak asing yang mampu mengimpor
teknologi. Ketiga,
perlunya mempertahankan dan meningkatkan modal asing untuk melakukan industrilisasi Indonesia. Karena Indonesia belum memiliki
modal yang cukup untuk menggerakan industri, dan jika ingin menuju ekonomi nasionalis dengan mengusir para kapitalis asing jaman kolonialis,
54
M. Dawam Rahardjo, Ekonomi Neo-Klasik dan Sosialisme Religius Jakarta: Mizan, 2011, h. 71-72.
84
maka dalam jangka pendek modal itu akan hancur dan tak akan memberikan hasil lagi.
55
Keempat, melakukan
Indonesianisasi manajemen perusahaan- perusahaan asing, dengan menyiapkan tenaga-tenaga profesonal yang dididik
di dalam maupun luar negeri sehingga mampu mengelola perusahaan dengan baik.
Kelima, memberdayakan usaha kecil melalui kredit perbankan.
Keenam , menempatkan Bank Sentral sebagai lembaga mandiri pendamping
pemerintah yang bertugas memelihara kestabilan moneter dan nilai rupiah. Ketujuh
, Perencanaan pembangunan yang dilakukan dalam kerangka model sistem ekonomi swasta, yaitu dengan memberikan kesempatan kepada
pihak swasta nasional, pribumi maupun aisng untuk melakukan kegiatan produktif.
56
Meskipun pola pembangunan yang dipakai pada Orde Baru adalah gagasan Syafruddin, dari pada dua tokoh lainnya yaitu Hatta dan Soemitro.
Namun pemikirannya keduanya juga di pakai dalam, seperti gagasan Hatta mengenai koperasi yang dikembangkan oleh Sudarsono Hadisaputro sebagai
55
Sjafruddin Praw iranegara, “Apakah Modal Asing Berbahaya bagi Bangsa dan Negara Kita?”,
dalam Ekonomi dan Keuangan: Makna Ekonomi Islam Kumpulan Karangan Terpilih Jilid II Jakarta: Haji Masagung, 1988, h. 19.
56
M. Dawam Rahardjo. Ekonomi Neo-Klasik dan Sosialisme Religius Jakarta: Mizan, 2011, h. 140.
85
Menteri Pertanian, di mana ia membentuk Koperasi Unit Desa KUD yang dimulai dengan pengembangan Badan Usaha Unit Desa BUUD. Kemudian
gagasan Soemitro mengenai program industrilisasi yang dipakai dalam pengembangan BUMN.
Setelah menganalisis beberapa konsep pembangunan ekonomi Indonesia dari Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara, ada beberapa
konsep mereka yang sama dan saling melengkapi dan ada juga konsep pembangunan ekonomi keduanya yang berbeda dan ada beberapa pandnagan
yang tidak dibahas salah satunya. Tabel 1. Komparasi Konsep Pembangunan Ekonomi Mohammad Hatta
dan Syafruddin Prawiranegara Masa Peralihan.
No Konsep
Pembangunan Ekonomi
Mohammad Hatta Syafruddin Prawiranegara
1 Ideologi
Mendahulukan kesejahteraan sosial terutama rakyat kecil dalam setiap
konsep pembangunan ekonominya seperti idenya yang tercantum dalam
pasal 33, dan tidak menyukai adanya eksploitasi manusia dan perbudakan
Menjunjung ekonomi kerakyatan yang dapat
memajukan kemakmuran masyarakat, dan tidak
setuju dengan pandangan kapitalis yang menurutnya
profit-making, dan setuju pada ekonomi pasar yang
tidak bersifat eksploitasi dan tetap mendapat
pengawasan
86
2 Pendidikan
Pendidikan merupakan bentuk pengkaderan SDM yang sangat efektif,
juga untuk menumbuhkan pergerakan rakyat setelah masa kolonial. Hatta juga
sangat peduli akan pendidikan moral Pendidikan sangat penting
dalam pembangunan moral dan akhlak serta
menumbuhkan self-respect jika tidak ada pendidikan
maka korupsi akan merajalela, maka
pendidikan menjadi hal utama dalam
pembangunan sebelum ekonomi
3 Transmigrasi
Transmigrasi salah satu bentuk dari pemerataan kemakmuran, karena
pembangunan yang terjadi hanya di pulau Jawa, maka dengan adanya
transmigrasi kemakmuran semakin bertambah
Transmigrasi harus dilakukan secara spontan
jangan menunggu pemerintah karena
memberikan kesempatan korupsi, transmigrasi juga
membutuhkan banyak dana dan terkadang gagal
karena transmigran yang ingin kembali ke Jawa
4 Pinjaman Luar
negeri Pembangunan paska masa kolonial
membutuhkan dana yang banyak, dan jalan keluarnya melalui pinjaman luar
negeri. Namun pinjaman luar negeri ini pengembaliannya dalam jangka panjang
dan digunakan untuk kepentingan rakyat Syafruddin sangat tidak
menyetujui adanya pinjaman luar negeri
apapun alasannya, bisa saja hal itu bersifat
komplementer, namun Indonesia telah
menjadikannya sebagai sumber dana utama dan
itu mengandung resiko yang besar
87
5 Modal Asing
Hatta masih ragu-ragu dengan modal asing, namun menurutnya modal asing
harus digunakan secara hati-hati dan lebih baik digunakan untuk kepentingan
ekspor yang pendapatannya bisa mejadi devisa
Berbeda dengan Hatta, Syafruddin melihat modal
asing sebagai aset, karena modal dan SDM Indonesia
yang belum mencukupi dalam masa peralihan,
maka modal asing sangat diperlukan untuk
industrilisasi ke depannya, tetap dengan peraturan
yang ketat sehingga pada akhirnya Indonesia bisa
mengambil alih modal tersebut
6 Industri
Karena penduduk yang bertambah padat sehingga lahan pertanian menjadi
semakin sempit, maka industrilisasi perlu dibangun, namun jika Indonesia
melakukan industrilisasi maka harus cukup memberi penghidupan pada
berjuta-juta rakyat Industrilisasi yang harus
dibangun Indonesia adalah pertanian sebagai tulang
punggung industrilisasi dan untuk modal utama
pembangunan. Dan juga mempertahankan dan
meningkatkan modal asing sebagai awal industrilisasi
Indonesia
7 Pertanian
Mengembangkan sektor pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan dan
mengembangkan sektor perkebunan untuk menghasilkan devisa
Menjadikan pertanian sebagai soko guru dalam
perekonomian Indonesia yang saat itu sebagain
besar sebagai petani, untuk mencapai swasembada
pangan dan juga perkebunan sebagai devisa
8 Koperasi
Koperasi sesuai dengan cita-citanya yaitu untuk menciptakan keadilan dalam
bidang ekonomi yang dapat mencapai kemakmuran yang merata, dan solusi
yang baik untuk memajukan usaha rakyat kecil
Setuju dengan konsep koperasi Hatta karena
menurutnya koperasi merupakan penyatuan
harmonis antara kolektivisme dan
individualisme
88
9 Stabilitas Moneter
- Stabilisasi moneter sebagai
basis pertumbuhan ekonomi, baik internal
dengan mengendalikan pengeluaran dan mengatur
skala prioritas dan eksternal dengan neraca
pembayaran
10 Nasionalisasi
Ekonomi -
Nasionalisasi bukan dengan menggantikan
pengusaha asing dengan pengusaha pribumi dengan
membiarkan sifat kapitalis liberal melekat, namun
peralihan peralihan sistem ekonomi yang hanya
mementingkan golongan kepada sistem yang
mementingkan golongan masyarakat ekonomi
lemah, Juga seharusnya pemindahan itu disertai
dengan kemampuan mengatur perusahaan
dengan baik
11 Infrastruktur
Infrakstruktur dapat mempermudah pembangunan ekonomi di wilayah lain,
karena Indonesia yang terdiri dari pulau- pulau, sehingga infrakstruktur dan
transportasi sangat diperlukan, infrakstruktur dan transportasi
merupakan urat nadi perekonomian. -
89