Syafruddin Prawinegara Konsep Pembangunan Ekonomi

73 bukan lagi bersifat komplementer tapi benar-benar menjadi sumber dana utama. Alhasil dari sistem pembangunan ekonomi itu sebagian besar masyarakat tidak turut bekerjasama dan berpartisipasi dalam proses pembangunan, mereka hanya menjadi penonton dan menjadi korban dari yang dinamakan „modernisasi’. Syafruddin tidak menampikkan modal asing yang masuk ke Indonesia, hal itu dianggapnya sebagai jalan untuk melakukan industrilisasi Indonesia. Namun pada kenyataannya pemerintah Orde Baru melakukan liberalisasi permodalan dengan jalan melakukan pinjaman luar negeri untuk menutupi defisist negara. Padahal hal tersebut sangat mengandung resiko, menurutnya seharusnya defisist negara itu cukup didasarkan pada penerimaan dalam negeri saja. Adapun modal asing dalam perusahaan di Indonesia seharusnya diberlakukan undang-undang yang dibuat agar Indonesia bisa bermitra dengan pihak asing, namun setelah itu Indonesia dapat mengambil alih proyek modal asing tersebut. Posisinya yang berada dalam masa transisi atau masa peralihan yaitu dari masa kolonial menuju arah pembangunan perekonomian yang mandiri membuatnya harus lebih melihat dan memahami permasalahan pembangunan serta melihat permasalahan yang terjadi di lapangan yang sering disebut „kesulitan masa peralihan’, yang membuatnya berfikir kritis dan hati-hati pada setiap langkah yang akan diambil. Menurutnya dalam masa peralihan dari 74 ekonomi kolonial menuju ekonomi nasional bukan dengan menggantikan pengusaha asing dengan pengusaha pribumi dengan membiarkan sifat kapitalis liberal melekat, namun peralihan dari sistem ekonomi yang hanya mementingkan golongan yang berkuasa kepada sistem ekonomi yang mementingkan seluruh masyarakat terutama golongan-golongan dengan ekonomi lemah. 42 Seperti yang terjadi pada deskriminasi pengusaha Tionghoa yang dirasa sangat menguasai perekonomian Indonesia, Syafruddin berpandangan bahwa peraturan politik perekonomian itu dirasa terlampau „Social Policy‟ daripada „Economic Policy‟ karena peraturannya yang „melindungi yang lemah dan melenyapkan atau mengurangi kekuasaan yang kaya’, dan karena Tionghoa yang lebih berkuasa maka peraturan itu seperti peraturan yang anti- Tionghoa. Padahal menurutnya bisa saja Tionghoa itu menjadi warganegara yang baik dan mencintai tanah airnya. Dan ditegaskan olehnya bahwa tugas negara pemerintah yang utama itu adalah menjaga, jangan sampai warga- warga melakukan perbuatan jahat, seperti membunuh, mencuri, menipu dan 42 Sjafruddin Prawiranegara, “Peran Agama dan Moral dalam Pembangunan Masyarakat dan Ekonomi Indonesia”, dalam Kumpulan Karangan Terpilih Jilid I Islam Sebagai Pedoman Hidup Jakarta: Idayu Press, 1986, h. 105. 75 lain-lain. Dan peraturan-peraturan yang bertalian dengan kewajiban negara menjamin keadilan hukum dan keadilan sosial. 43 Selanjutnya mengenai masalah transmigrasi, Syafruddin sama halnya dengan Hatta mendukung terlaksananya transmigrasi untuk pemerataan pembangunan, namun menurutnya seharusnya trnasmigrasi dilakukan secara spontan yaitu jangan menunggu pemerintah yang mengatur karena akan memberikan kesempatan korupsi. Serta menurutnya transmigrasi memerlukan biaya yang sangat mahal dan terkadang gagal dilakukan setelah itu karena penduduk yang ingin kembali ke Jawa. 44 Konsep pembangunan yang dicanangkan oleh Syafruddin adalah yang mengarah pada tujuan Islam dan UUD 1945 pasal 31, 32, 33, dan 34, mengenai pendidikan dan kesejahteraan sosial. Menurutnya konseptor negara yang menyusun UUD 45 ingin membawa Indonesia pada konsep kekeluargaan, sehingga tidak terdapat orang-orang fakir miskin dan anak-anak yatim piatu yang terlantar. UUD 1945 kembali dipakai pada 5 Juli 1959 setelah sebelumnya Soekarno mengambil UUD RIS sebagai landasan negara, namun ternyata 43 Syafruddin Prawiranegara, “Membangun Kembali Ekonomi Indonesia”, dalam Hadi Soesastro ed. Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi Indonesia Selama Setengah Tahun Terakhir 1966-1982 Paruh Pertama Ekonomi Orde Baru Jakarta: Kanisius, 2005, h. 51. 44 Thee Kian We ed., Pelaku Berkisah Ekonomi Indonesia 1950-an sampai 1990-an Jakarta: Kompas, 2005, h. 47. 76 setelah itu pemahaman yang salah terjadi pada pengaplikasian dari tujuan UUD ’45, sehingga semakin lama penyimpangan dari UUD semakin jauh. Tujuan dari pengajaran dan pendidikan yang layak dikatakan membutuhkan dana yang banyak. Uang sebagai syarat yang tidak dapat dielakkan atau „conditio sine qua non‟ sebagai modal dalam mengangkat taraf hidup rakyat, menjadikan orang bodoh menjadi terdidik dan orang miskin menjadi makmur, menjadi suatu „kejahatan yang wajib’ necessary evil dengan cara membangun tempat maksiat maaf perjudian dan pelacuran untuk menarik wisatawan asing, serta banyaknya pungutan liar sebagai komersialisasi jabatan. 45 Hal yang menjadikan pembangunan ekonomi itu memerlukan dana yang sangat tinggi adalah karena sebagian besar dana pembangunan itu masuk ke dalam saku-saku petugas negara, calo-calo, dan kontraktor yang diistimewakan. Mereka berusaha memperoleh keuntungan sebesar-besarnya atas beban rakyat dan negara. Syafruddin berpandangan, jika pembangunan ekonomi didahulukan namun tidak disertai dengan pembangunan akhlak maka yang ada hanyalah terjadinya korupsi yang merajalela. Jikapun ada pemberantasan korupsi ataupun pungli, hal itu sangat susah karena merubah falsafah hidup itu tidak 45 Syafruddin Prawiranegara, Human Development Pola Pembangunan yang sesuai dengan Ajaran- ajaran Islam dan UUD ‟45 Jakarta: Bulan Bintang, 1977, h.11. 77 mudah. Karena konsep awal yang salah yang menjadikan manusia seperti mendewakan uang dan kekayaan. Sehingga jika kebanyakan orangpejabat hidup dalam rumah mewah, mobil yang mengkilap, benda mewah yang ber ’merk’, dan juga hiburan-hiburan lain yang tidak cukup dipenuhi dengan gaji yang pas-pasan itu, dari mana lagi mereka akan mendapatkan uang jika tidak dari perbuatan mereka yang menyeleweng dari hukum? 46 Maka menurut Syafruddin Prawiranegara, pendidikan dan pengajaran adalah prioritas pertama dalam pembangunan, yaitu pembangunan akhlak yang akan menjamin bahwa rakyat Indonesia benar-benar rakyat Pancasila yang takwa kepada Allah SWT. Jika dalam pelaksanaannya membutuhkan dana yang banyak seperti yang disebutkan sebelumnya, Syafruddin menggambarkan seperti masyarakat yang bergotong-royong dalam membangun masjid sebagai tempat ibadah untuk publik, yang tidak perlu memerlukan dana yang besar karena sebagian besar adalah sumbangan dana dan juga tenaga dari masyarakat sekitar. Begitu juga dengan pembanguan pendidikan menurutnya banyak rakyat yang bersedia bergotong-royong dalam mendirikan sekolah. Sehingga sejak di sekolah dasar warga Indonesia sudah dilatih untuk bergotong-royong, suka bekerja, belajar dan berdikari, bukan hanya mengumpulkan ilmu pengetahuan intelektual yang kering dan hampa. Mereka dididik untuk memiliki self-respect harga diri hingga tidak suka 46 Ibid., h. 16. 78 meminta-minta dan berhutang jika benar-benar tidak perlu. Namun pada kenyataannya Indonesia terus menerus meminjam uang dan menerima sumbangan-sumbangan dari luar negeri, karena memang miskin, tetapi pembesar-pembesarnya, sampai yang tidak tinggi sekalipun hidupnya sama mewahnya atau lebih mewah lagi dari pembesar-pembesar di negara-negara donor yang me mberi pinjaman dan sumbangan.” Kutipan Syafruddin mengenai pembangunan dan gambaran Indonesia: 47 “Pembangunan bukan memanjakan orang asing untuk mengosongi dompetnya, tetapi yang harus dimanjakan adalah anak-anak dan pemuda-pemuda kita, bukan dengan kemewahan, tetapi dengan pengajaran dan pendidikan yang bertujuan membentuk mereka menjadi manusia dan warga negara yang baik, yang takwa kepada Allah S.W.T .” Selanjutnya yang menjadi prioritas kedua dalam pembangunan adalah pembangunan ekonomi. Dimana menurut Syafruddin pembangunan ekonomi ini juga memiliki dua tujuan, yaitu: 48 Pertama :menunjang pendidikan dan pengajaran,dan Kedua :memenuhi keperluan hidup rakyat yang primer, pangan, sandang dan perumahan serta keperluan lainnya. Mengenai bentuk ekonomi Indonesia Syafruddin sependapat dengan Hatta bahwa bentuk koperasi sebagai bentuk pertama ekonomi Indonesia, 47 Ibid., h. 25. 48 Ibid., h. 26. 79 seperti yang dicanangkan dalam pasal 33 UUD ’45, karena koperasi merupakan bentuk yang harmonis antara individualisme dan kolektivisme. Bentuk kedua adalah perusahaan negara yang mengurus kepentingan rakyat primer. Dan bentuk ketiga adalah perusahaan swasta milik perseorangan dimana perusahaan ini dibiarkan bekerja di bidang di mana koperasi dan perusahaan negara tidak ada, karena belum ada atau dianggap tidak perlu. Kembali kepada tujuan pembangunan ekonomi yang disebutkan Syafruddin yaitu untuk menunjang pendidikan dan pengajaran, maka setiap pembangunan yang dilakukan pun yang harus diutamakan adalah bangunan- bangunan untuk kepentingan pengajaran dan pendidikan bukan hotel-hotel mewah untuk menampung wisatawan asing. Selain itu pembanguan industri juga seharusnya yang berkaitan untuk kepentingan pengajaran dan pendidikan seperti kertas, pensil, percetakan dan lain-lain. Mendahulukan pembangunan pengajaran dan pendidikan bukan berarti menolak wisatawan yang datang ke Indonesia untuk melihat keindahan alam dan juga budaya. Namun Syafruddin berpendapat bahwa wisatawan asinglah yang harus menyesuaikan diri dengan keadaan alam dan adat istiadat Indonesia, bukan orang Indonesia yang harus menyesuaikan kehidupan barat di Indonesia karena hanya ingin mendapatkan uang dari mereka. Syafruddin juga berpendapat bahwa pembanguan pada saat ini seperti imitasi dari 80 pembangunan yang dilakukan oleh negara maju sebelumnya dan hanya sedikit saja yang mengandung unsur kreatifitas. Manusia yang kreatif adalah manusia yang dapat membangun lingkungan hidupnya sesuai dengan keadaan alam dan masyarakatnya, sehingga dengan adanya pembangunan itu tidak hanya memelihara kelestarian alamnya tetapi juga memperbaikinya bersama dengan peningkatan derajat dan mutu masyarakat. 49 Pengetahuan Syafruddin yang dalam mengenai agama dan ideologi membawanya pada suatu pemikiran bahwa dalam pembangunan hal yang utama itu bukanlah sekedar masalah ekonomi-materi, melainkan juga kebudayaan. Sehingga dari setiap gagasan pembangunan yang dia sampaikan lebih banyak mengenai proses pembangunan yang berhubungan dengan faktor non ekonomi seperti agama, moral, hukum, sember daya manusia, dan hak- hak asasi manusia. Selain pandangannya mengenai bentuk ekonomi Indonesia dan juga pembangunan ekonomi yang menjurus juga pada pembangunan sumber daya manusia, Syafruddin sebagai Gubernur Bank Indonesia pertama yang juga menjadi menteri pertama saat dirinya menjabat sebagai Menteri Kemakmuran 49 Ibid., h. 28. 81 pada Kabinet Hatta yang mengeluarkan ORI Oeang Republik Indonesia, 50 dan yang memegang peranan penting dalam kestabilan moneter, ia sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan ekonomi, ia tidak mau jika setiap pembangunan yang ditujukan membangun perekonomian malah merusak kestabilan moneter. Banyak gagasan yang dia tidak setuju dalam beberapa kebijakan yang diajukan oleh Soemitro Djojohadikoesoemo sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan dalam Kabinet Natsir. Seperti gagasan Soemitro mengenai industrialisasi yang memproduksi barang pengganti impor merupakan langkah besar dalam kemandirian ekonomi, yang dikritisi Syafruddin sebagai strategi pembangunan yang terlalu melompat jauh, menurutnya industrilisasi harus didahului pembangunan pertanian yang akan menjadi tulang punggungnya dan juga sebagai sumber pembentukan modal. Juga mengenai anggaran berimbang yang dikatakan oleh Soemitro tidak boleh statis jadi harus selalu dinamis sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan harus mengambil resiko defisit. Sedangkan Syafruddin yang tidak mau mengakibatkan anggaran defisit apalagi jika ditutupi dengan utang luar negeri hal itu akan sangat mengandung resiko, baginya anggaran berimbang boleh dilakukan asal jangan menimbulkan inflasi, yang disebut oleh Tan Goan Po pandangan Syafruddin itu akan menutup kemungkinan 50 Thee Kian We ed., Pelaku Berkisah Ekonomi Indonesia 1950-an sampai 1990-an Jakarta: Kompas, 2005, h. 41. 82 kemajuan dan terobosan baru. Malah Tan Goan Po yang banyak mendukung gagasan Soemitro saat terjadi polemik antara keduanya mengenai strategi pembangunan. 51 Tan Goan Po menyarankan agar dicetak uang baru untuk pembiayaan pembangunan yang langsung dikritik oleh Syafruddin sebagai suatu gagasan yang akan menimbulkan inflasi dan merosotnya nilai mata uang. 52 Tapi selain polemik Syafruddin dengan Soemitro keduanya memiliki pandangan yang sama mengenai industri kecil yang pro-ekonomi rakyat, sama halnya dengan Hatta yang memperjuangkan industri rakyat kecil, atau ekonomi kerakyatan yang disebut Syafruddin sosialis kerakyatan. Masih mengenai keuangan, Syafruddin yang saat itu menjabat sebagai Menteri Keuangan pertama dalam masa Kabinet Hatta melakukan pengguntingan uang yang lalu disebut dengan “Gunting Syafruddin”. Dimana pada saat itu beredar dua mata uang yaitu yang dikeluarkan oleh Belanda dan Republik Indonesia, untuk menyeragamkan mata uang dan juga untuk menghapus perbedaan antara mata uang tersebut, maka Syafruddin memotong uang Belanda menjadi dua bagian, yang pertama dirubah menjadi uang Republik dan sebagian lagi menjadi obligasi keuangan. 53 51 M. Dawam Rahardjo, Ekonomi Neo-Klasik dan Sosialisme Religius Jakarta: Mizan, 2011, h. 112. 52 Sjafruddin Prawiranegara, “Kesulitan-kesulitan Masa peralihan ditinjau dari Sudut Pandang Ekonomi”, dalam Ekonomi dan Keuangan: Makna Ekonomi Islam Kumpulan Karangan Terpilih Jilid II Jakarta: Haji Masagung, 1988, h. 62. 53 Thee Kian We ed., Pelaku Berkisah Ekonomi Indonesia 1950-an sampai 1990-an Jakarta: Kompas, 2005, h. 42. 83 Selain itu ia juga banyak memberikan gagasan terkait dengan pembangunan di awal perkembangan Indonesia merdeka, di mana gagasan- gagasan tersebut banyak dipakai saat masa Orde Baru, di antara beberapa gagasannya adalah 54 , pertama diperlukannya stabilisasi moneter sebagai basis pertumbuhan ekonomi, baik internal yang berkaitan dengan anggaran negara dengan mengendalikan pengeluaran dan mengatur skala prioritas, maupun eksternal yang berhubungan dengan neraca pembayaran. Kedua, perlunya membangun sektor pertanian sebagai tulang punggung industrilisasi. Di mana sektor pertanian yang dikembangkan ini adalah sektor pertanian pangan untuk mencapai swasembada pangan dan sektor perkebunan untuk menghasilkan devisa. Serta untuk skala menengah memberikan kesempatan kepada pihak asing yang mampu mengimpor teknologi. Ketiga, perlunya mempertahankan dan meningkatkan modal asing untuk melakukan industrilisasi Indonesia. Karena Indonesia belum memiliki modal yang cukup untuk menggerakan industri, dan jika ingin menuju ekonomi nasionalis dengan mengusir para kapitalis asing jaman kolonialis, 54 M. Dawam Rahardjo, Ekonomi Neo-Klasik dan Sosialisme Religius Jakarta: Mizan, 2011, h. 71-72. 84 maka dalam jangka pendek modal itu akan hancur dan tak akan memberikan hasil lagi. 55 Keempat, melakukan Indonesianisasi manajemen perusahaan- perusahaan asing, dengan menyiapkan tenaga-tenaga profesonal yang dididik di dalam maupun luar negeri sehingga mampu mengelola perusahaan dengan baik. Kelima, memberdayakan usaha kecil melalui kredit perbankan. Keenam , menempatkan Bank Sentral sebagai lembaga mandiri pendamping pemerintah yang bertugas memelihara kestabilan moneter dan nilai rupiah. Ketujuh , Perencanaan pembangunan yang dilakukan dalam kerangka model sistem ekonomi swasta, yaitu dengan memberikan kesempatan kepada pihak swasta nasional, pribumi maupun aisng untuk melakukan kegiatan produktif. 56 Meskipun pola pembangunan yang dipakai pada Orde Baru adalah gagasan Syafruddin, dari pada dua tokoh lainnya yaitu Hatta dan Soemitro. Namun pemikirannya keduanya juga di pakai dalam, seperti gagasan Hatta mengenai koperasi yang dikembangkan oleh Sudarsono Hadisaputro sebagai 55 Sjafruddin Praw iranegara, “Apakah Modal Asing Berbahaya bagi Bangsa dan Negara Kita?”, dalam Ekonomi dan Keuangan: Makna Ekonomi Islam Kumpulan Karangan Terpilih Jilid II Jakarta: Haji Masagung, 1988, h. 19. 56 M. Dawam Rahardjo. Ekonomi Neo-Klasik dan Sosialisme Religius Jakarta: Mizan, 2011, h. 140. 85 Menteri Pertanian, di mana ia membentuk Koperasi Unit Desa KUD yang dimulai dengan pengembangan Badan Usaha Unit Desa BUUD. Kemudian gagasan Soemitro mengenai program industrilisasi yang dipakai dalam pengembangan BUMN. Setelah menganalisis beberapa konsep pembangunan ekonomi Indonesia dari Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara, ada beberapa konsep mereka yang sama dan saling melengkapi dan ada juga konsep pembangunan ekonomi keduanya yang berbeda dan ada beberapa pandnagan yang tidak dibahas salah satunya. Tabel 1. Komparasi Konsep Pembangunan Ekonomi Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara Masa Peralihan. No Konsep Pembangunan Ekonomi Mohammad Hatta Syafruddin Prawiranegara 1 Ideologi Mendahulukan kesejahteraan sosial terutama rakyat kecil dalam setiap konsep pembangunan ekonominya seperti idenya yang tercantum dalam pasal 33, dan tidak menyukai adanya eksploitasi manusia dan perbudakan Menjunjung ekonomi kerakyatan yang dapat memajukan kemakmuran masyarakat, dan tidak setuju dengan pandangan kapitalis yang menurutnya profit-making, dan setuju pada ekonomi pasar yang tidak bersifat eksploitasi dan tetap mendapat pengawasan 86 2 Pendidikan Pendidikan merupakan bentuk pengkaderan SDM yang sangat efektif, juga untuk menumbuhkan pergerakan rakyat setelah masa kolonial. Hatta juga sangat peduli akan pendidikan moral Pendidikan sangat penting dalam pembangunan moral dan akhlak serta menumbuhkan self-respect jika tidak ada pendidikan maka korupsi akan merajalela, maka pendidikan menjadi hal utama dalam pembangunan sebelum ekonomi 3 Transmigrasi Transmigrasi salah satu bentuk dari pemerataan kemakmuran, karena pembangunan yang terjadi hanya di pulau Jawa, maka dengan adanya transmigrasi kemakmuran semakin bertambah Transmigrasi harus dilakukan secara spontan jangan menunggu pemerintah karena memberikan kesempatan korupsi, transmigrasi juga membutuhkan banyak dana dan terkadang gagal karena transmigran yang ingin kembali ke Jawa 4 Pinjaman Luar negeri Pembangunan paska masa kolonial membutuhkan dana yang banyak, dan jalan keluarnya melalui pinjaman luar negeri. Namun pinjaman luar negeri ini pengembaliannya dalam jangka panjang dan digunakan untuk kepentingan rakyat Syafruddin sangat tidak menyetujui adanya pinjaman luar negeri apapun alasannya, bisa saja hal itu bersifat komplementer, namun Indonesia telah menjadikannya sebagai sumber dana utama dan itu mengandung resiko yang besar 87 5 Modal Asing Hatta masih ragu-ragu dengan modal asing, namun menurutnya modal asing harus digunakan secara hati-hati dan lebih baik digunakan untuk kepentingan ekspor yang pendapatannya bisa mejadi devisa Berbeda dengan Hatta, Syafruddin melihat modal asing sebagai aset, karena modal dan SDM Indonesia yang belum mencukupi dalam masa peralihan, maka modal asing sangat diperlukan untuk industrilisasi ke depannya, tetap dengan peraturan yang ketat sehingga pada akhirnya Indonesia bisa mengambil alih modal tersebut 6 Industri Karena penduduk yang bertambah padat sehingga lahan pertanian menjadi semakin sempit, maka industrilisasi perlu dibangun, namun jika Indonesia melakukan industrilisasi maka harus cukup memberi penghidupan pada berjuta-juta rakyat Industrilisasi yang harus dibangun Indonesia adalah pertanian sebagai tulang punggung industrilisasi dan untuk modal utama pembangunan. Dan juga mempertahankan dan meningkatkan modal asing sebagai awal industrilisasi Indonesia 7 Pertanian Mengembangkan sektor pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan dan mengembangkan sektor perkebunan untuk menghasilkan devisa Menjadikan pertanian sebagai soko guru dalam perekonomian Indonesia yang saat itu sebagain besar sebagai petani, untuk mencapai swasembada pangan dan juga perkebunan sebagai devisa 8 Koperasi Koperasi sesuai dengan cita-citanya yaitu untuk menciptakan keadilan dalam bidang ekonomi yang dapat mencapai kemakmuran yang merata, dan solusi yang baik untuk memajukan usaha rakyat kecil Setuju dengan konsep koperasi Hatta karena menurutnya koperasi merupakan penyatuan harmonis antara kolektivisme dan individualisme 88 9 Stabilitas Moneter - Stabilisasi moneter sebagai basis pertumbuhan ekonomi, baik internal dengan mengendalikan pengeluaran dan mengatur skala prioritas dan eksternal dengan neraca pembayaran 10 Nasionalisasi Ekonomi - Nasionalisasi bukan dengan menggantikan pengusaha asing dengan pengusaha pribumi dengan membiarkan sifat kapitalis liberal melekat, namun peralihan peralihan sistem ekonomi yang hanya mementingkan golongan kepada sistem yang mementingkan golongan masyarakat ekonomi lemah, Juga seharusnya pemindahan itu disertai dengan kemampuan mengatur perusahaan dengan baik 11 Infrastruktur Infrakstruktur dapat mempermudah pembangunan ekonomi di wilayah lain, karena Indonesia yang terdiri dari pulau- pulau, sehingga infrakstruktur dan transportasi sangat diperlukan, infrakstruktur dan transportasi merupakan urat nadi perekonomian. - 89

C. Relevansi Konsep Pembangunan Ekonomi Mohammad Hatta dan

Syafruddin Prawiranegara Dilihat dari Sudut Pandang Ekonomi Islam Konsep perencanaan pembangunan dari para tokoh telah dijabarkan sebelumnya, bagaimana Hatta dan Syafruddin dengan latar belakang dan juga pemikiran yang mereka bangun, memiliki perbedaan dan juga persamaan dalam konsep pembangunan ekonomi Indonesia di masa peralihan. Maka, setelah melihat konsep yang dipaparkan kedua tokoh tersebut kita akan menganalisis bagaimana relevansi pemikiran keduanya jika dilihat dari sudut pandang ekonomi Islam, yaitu dari prinsip mashlahah dan juga pendapat dari para ekonom muslim dari zaman klasik sampai kontemporer. Kemashlahatan dalam ekonomi menjadi tujuan penting dalam Islam yang juga mengatur hubungan manusia dengan manusia. Mashlahah berasal dari kata salaha-yasluhu , yang berarti „baik’. Sedangkan bentuk kata lainnya seperti aslaha berarti „memperbaiki’. Salih atau salihat berarti kebaikan atau kemaslahatan yang bersifat individu, sedangkan islah, muslihin bisa dikategorikan sebagai kebaikan atau kemaslahtan yang bersifat sosial, kata maslahah ini disebutkan dalam Al- Qur’an sebanyak 108 kali. Kata maslahah ini dikaitkan dengan perbuatan manusia, yang baik dan membawa manfaat, baik bagi dirinya maupun orang lain, bahkan termasuk kepada alam sekitar. Dan ini dijadikan Al- Qur’an sebagai indikasi keimanan seseorang, maksudnya keimanan seseorang tidak akan bernilai jika tidak 90 terwujud dalam perilakunya yang maslahat. Seperti yang diterangkan dalam Q.S Hud 11: 117          Artinya: “Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri- negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan”. Menurut Ar-Razi dalam tafsir ayat tersebut, menyebutkan bahwa Allah tidak akan menghancurkan suatu kaum hanya karena aqidahnya yang menyimpang, sedangkan perilaku mereka terhadap sosial tetap baik dan adil. Begitu pula seperti yang disebutkan oleh „Abdul Karim Zaidan, menyatakan bahwa Allah akan senantiasa menjaga suatu negara yang adil meskipun masyarakatnya kafir akidah. 57 Prinsip kemaslahatan ekonomi menurut Al- Qur’an, ada 5 yaitu: 58 1. Tidak bersifat ilegal atau bathil 2. Prinsip pemerataan dan berbasis masyarakat 3. Kemakmuran yang berkeadilan 4. Prinsip tidak saling menzalimi 5. Prinsip keseimbangan dan kesederhanaan halal, sederhana, dan kemurahan hati. 57 Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama RI, Pembangunan Ekonomi Umat: Tafsir Tematik Edisi Penyempurnaan Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al- Qur’an, 2012, h. 178. 58 Ibid., h. 186. 91

1. Pendidikan Moralitas

Pendidikan merupakan hal utama dalam pembangunan sebelum pembangunan ekonomi. Hatta selalu menggalang pendidikan bagi kader- kadernya, menurutnya rakyat Indonesia sudah berada lama dalam masa kebodohan pada masa kolonial, maka saat kemerdekaan dikumandangkan waktunya rakyat Indonesia untuk membangkitkan jiwa pergerakan. Begitupun dengan Syafruddin menurutnya pendidikan adalah faktor utama dalam pembangunan karena pendidikan moral yang baik dapat membentuk SDM yang dapat diandalkan dalam pembangunan. Serta untuk menumbuhkan self- respect sehingga menjauhkan diri dari sifat meminta-minta dan juga bergantung kepada orang lain. Sama pandangannya seperti Al Maududi menurutnya moral adalah kepentingan dasar bagi Islam, maka Islam tidak seluruhnya bersandar pada hukum untuk menegakkan keadilan sosial, tapi lebih otoritas kepada pembentukan moral manusia seperti iman, taqwa, pendidikan dan lainnya. 59

2. Koperasi dan Kesejahteraan Sosial

Koperasi yang menjadi fokus utama dalam setiap gagasan Hatta, karena sistem ini menurutnya sangat sesuai dengan ciri khas Indonesia yang bersifat kolektivisme atau gotong-royong dan juga cita-cita Indonesia dalam melaksanakan demokrasi ekonomi begitu pula dengan ajaran Islam yang 59 Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam: dari Masa Klasik hingga Kontemporer Depok: Gramata Publishing, 2010, h. 276.