Pengertian Pembangunan Ekonomi Islam Konsep Pembangunan Ekonomi Islam

27 b. Tauheed Rububiyyah, yaitu percaya bahwa Tuhan yang menentukan keberlanjutan hidup, serta menuntun siapa saja yang percaya kepada-Nya kepada kesuksesan. c. Khilafah, yaitu peranan manusia sebagai wakil Tuhan di bumi. d. Tazkiyyah An-Nas, ini merujuk kepada pertumbuhan dan penyucian manusia sebagai prasyarat sebelum manusia menjalankan tanggung jawab yang ditugaskan kepadanya. e. Al-Falah, yaitu keberhasilan yang dicapai di kehidupan dunia akan mempengaruhi keberhasilan di akhirat sepanjang keberhasilan yang dicapai di dunia tidak menyalahi petunjuk yang telah Tuhan tetapkan. Konsep pembangunan menurut Islam adalah tercapainya tujuan utama pembangunan dalam Islam yaitu kesuksesan di akhirat. Sehingga indikator dalam pembangunan Islam tidak hanya diukur dengan pertumbuhan namun juga mencangkup perubahan kuantitif dan kualitatif. Gambar 2. Konsep Pembangunan dalam Islam. 11 = + Kualitatif Kuantitatif VI. Sosial VIII. Teknologi Ekonomi 11 Ibid., h. 25. PEMBANGUNAN PERTUMBUHAN PERUBAHAN IV. Fisik V. Lingkungan I. Spiritual II. Moral III. Etika 28 Sumber Manifestasi: I. Takut akan Tuhan II III Nilai-Pola Islam IV V Pertumbuhan Sosial-Ekonomi VI VII Usaha Sendiri Indegenous Effort

C. Perkembangan Pemikiran Ekonomi di Indonesia

1. Membangun Ekonomi Nasional 1945-1959

Pertengahan tahun 1945 Indonesia merumuskan persiapan kemerdekaan Indonesia yang saat itu dalam masa penjajahan Jepang, akhirnya dibentuklah Badan Penyidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI yang diketuai oleh Dr. K.R.T. Radjiman Widyodiningrat dengan beranggotakan 68 orang yang ditunjuk untuk merumuskan dasar negara dan juga “Soal Perekonomian Indonesia Merdeka” yang membahas bagaimana kesertaan pemerintah dalam perusahaan besar milik asing saat jaman Belanda yang di dalamnya banyak rakyat Indonesia yang bergantung hidupnya. Dalam sidang BPUPKI tersebut juga dibahas mengenai butir-butir UUD 1945 yang menjiwai pasal 33 tentang „Kesejahteraan Sosial‟ yang kemudian disahkan pada tanggal 18 Agustus pada sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI. Banyak yang mendebatkan mengenai arti dari pasal 33 tersebut yang dicanangkan oleh Mohammad Hatta. Maka dalam pidatonya yang berjudul 29 “Ekonomi Indonesia di Masa Mendatang”, 12 Mohammad Hatta mencoba menjelaskan arti dari pasal 33 tersebut. Beliau menyatakan bahwa ekonomi Indonesia akan secara perlahan menghilang dari sifat individualisme dan akan mengacu pada sistem kolektivisme. Sistem yang sesuai dengan semangat kolektivisme itu adalah koperasi, maka seluruh perekonomian rakyat harus berdasar pada koperasi yang kemudian di atasnya ada pemerintah yang mengkoordinir segala usaha produktif bagi kesejahteraan rakyat. Perekonomian Indonesia pada jaman penjajahan sangatlah buruk karena upah yang sangat rendah, efisiensi tinggi di sektor perkebunan dan juga investasi yang besar oleh perusahaan-perusahaan Belanda di sektor pertambangan dan jasa. Sistem ini sangat menguntungkan bagi pihak penjajah karena Indonesia hanya mendapatkan 8 dari pendapatan tersebut. Setelah kemerdekaan diraih, maka Indonesia mulai melakukan transformasi sistem ‘ekonomi kolonial’ ke ‘ekonomi nasional’, hal tersebut tidaklah mudah karena terhambat dengan adanya agresi militer Belanda dan juga usaha diplomatik internasional agar Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia yang hingga saat ini tidak juga mengakui Indonesia secara de jure , tapi Syafruddin Prawiranegara tidak terlalu memikirkan dan 12 Mohammad Hatta, “Ekonomi Indonesia di Masa Mendatang.” Pidato diucapkan sebagai Wakil Presiden dalam Konferensi Ekonomi di Yogyakarta pada tanggal 3 Februari 1946. Jakarta: UI, 1985, h. 1-13. 30 mengambil sikap bahwa Indonesia harus mengambil dan menghargai isi dari nilai kemerdekaan itu sendiri. 13 Transformasi yang nyata mulai dapat dilakukan pada masa kabinet Natsir. Banyak tokoh yang berkontribusi dalam menggagas ekonomi nasional ini, diantaranya Soemitro Djojohadikoesoemo yang mengembangkan industri skala kecil melalui induk-induk untuk menyalurkan kredit, memberikan bantuan teknik dan outlet pemasaran, juga penggagas ‘Indonesianisasi’ dengan membuat program Benteng yang memberikan lisensi khusus kepada pribumi untuk melakukan impor, namun tersendat karena ada penerima lisensi yang menjual lisensinya pada pengusaha non pribumi juga pada etnis Tionghoa sehingga kalah bersaing, dan juga rencana pembangunan lima tahun 1956-1960 yang tujuannya untuk menetapkan pembangunan berbagai industri dasar yang bisa dilaksanakan tanpa melakukan pembiayaan defisit yang besar karena dibiayai oleh anggaran negara tanpa banyak mengandalkan bantuan luar negeri 14 tapi belum dapat terlaksana. Selain Soemitro tokoh lain yang sangat pragmatis yang berorientasi ekonomipembangunan adalah Mohammad Hatta, Syafruddin Prawiranegara, Djuanda, dan Jusuf Wibisono. 13 Sjafruddin Prawiranegara, Islam dalam Pergolakan Dunia, cet.1 Bandung: Al- Ma‟arif, 1950, h.56. 14 Mudrajat Kuncoro, Ekonomika Pembangunan Jakarta: Erlangga, 2010, h. 66.