Riba Relevansi Konsep Pembangunan Ekonomi Mohammad Hatta dan
100
rela membayar rentenya. Sebaliknya, bila rente dilakukan dengan diam-diam maka ia termasuk riba.
64
Bunga dalam bank adalah suatu hal yang positif karena bersifat produktif sedangkan riba malah menghancurkan. Gambaran bunga dalam
bank pun menjadi cara dalam menuju kemajuan ekonomi. Pandangan yang di dapat Hatta itu juga tak terlepas dari peran guru agamanya yang bernama H.
Abdullah Ahmad seorang ulama dan tokoh agama terkenal di padang, Sumatera Barat.
65
Selaras dengan pemikiran Hatta, Syafruddin tidak mempermasalahkan riba yang dilarang agama, namun yang ia permasalahkan ketika pengertian
riba itu dimaknai bunga bank. Menurutnya bunga bank bisa dikategorikan riba jika jumlahnya berlipat ganda karena dimaknai sebagai pengerukan
keuntungan yang tinggi eksploratif. Dan menurutnya riba itu diartikan sebagai keuntungan yang diperoleh dengan cara-cara tak berkeprimanusiaan,
dengan menipu dan menindas rakyat, itulah riba yang dimaksudkan dalam Islam.
Kemudian pendapatannya saat didirikan Bank Syariah dengan sistem profit-sharing
, ia akan menyetujuinya karena Bank Syariah menghindari empat larangan agama dalam kegiatan ekonomi yaitu maysir perjudian,
gharar spekulasi, riba bunga uang yang berlipat ganda, dan bathil
64
Ibid., h.219.
65
Ibid., h. 220.
101
pelanggaran hukum. Namun ia akan mempertimbangkan Bank Syariah jika sistem bagi hasil dan ruginya lebih tinggi, karena baginya bunga dalam bank
itu adalah biaya uang yang diperlukan, apa pun namanya hanya cara penghitungannya saja yang berbeda. Bunga bank konvensional dihitung
berdasarkan biaya transaksi transaction cost untuk mendapatkan uang, seperti biaya produksi plus keuntungan bank, atau mengikuti harga yang
ditentukan oleh permintaan dan penawaran di pasar uang
66
. Tidak hanya Hatta dan juga Syafruddin yang berpendapat seperti itu,
tokoh ekonom muslim juga banyak yang memiliki pandangan yang berbeda mengenai riba ini, seperti yang diungkapkan Fazlur Rahman mengenai bunga
bank, menurutnya bunga bank yang ringan itu halal, sedangkan yang berlipat ganda itu haram. Namun begitu Sri Edi Swasono mengatakan bahwa
“cakupan Ekonomi Syariah tidak sepatutnya direduksi menjadi masalah riba dalam arti sempit itu, yaitu riba dalam arti bunga pinjam-meminjam atau pun
yang berkaitan dengan perbankan konvensional”. Namun telah diketahui dengan pasti saat ini bahwa bunga sama dengan
riba dan hukumnya haram berapa pun besarannya, dan bunga itu sudah diperjanjikan di awal maka sudah jelas hukumnya haram. Abu A’la Al-
Maududi 1903-1979 sudah mematahkan pendapat Fazlur Rahman yang
66
Dawam Rahardjo, Ekonomi Neo-Klasik dan Sosialisme Religius Jakarta: Mizan, 2010, h. 205.
102
mengatakan bunga bank ringan adalah halal sedangkan yang berlipat haram hukumnya, dengan aspek-aspek negatif yang terdapat dalam bunga, seperti:
67
a. Teori piutang menanggung resiko
Fazlur Rahman mengatakan bahwa kreditor harus menanggung resiko karena dia harus menahan diri dari dana yang dia pinjamkan,
Dia juga harus menahan keinginannya untuk memenuhi keinginan orang lain, sehingga semestinya harus mendapatkan keuntungan dan
juga harus membayar sewa sebagai kompensasi dari pertanggungan resiko. Pendapat itu dipatahkan dengan argumen, bahwa kreditor
meminjamkan uangnya yang berlebih dari yang dia perlukan jadi tidak ada alasan untuk menahan diri, dan juga untuk sewa itu hanya
dikenakan pada barang seperti rumah, transportasi dan sebagainya. Maka barang seperti emas, makanan, uang atau yang sejenisnya tidak
termasuk sewa. b.
Teori pinjaman memperoleh keuntungan Teori yang mendukung mengatakan bahwa waktu itu berharga, dan
masa yang digunakan peminjam juga pasti mengalami keuntungan dan si kreditor berhak atas keuntungan tersebut. Maka Al Maududi
menanggapinya dengan pertanyaan “Bagaimana dan darimana si
kreditor mengetahui jika si peminjam mengalami kerugian dari dan
67
Ibid., h. 282.
103
yang dipinjamkannya itu dan dari mana kreditor mengetahui dari mana si peminjam secara pasti mendapatkan keuntungan sehingga si
kreditor dengan pasti pula menetapkan bagian keuntungan yang dia ambil?” pertanyaan tersebut tidak mampu dijawab secara baik dan
masuk akal. c.
Teori produktivitas modal Teori ini mengatakan bahwa modal itu untuk meningkatkan
produktivitas dan bunga sebagai imbalannya. Maka Al Maududi menyatakan bahwa modal untuk meningkatkan produktivitas itu tidak
beralasan karena peningkatan produktivitas itu ada jika dikelola oleh yang kompeten, jika modal itu dikaitkan dengan produktivitas maka
ada faktor lain yang berpengaruh. Sehingga tidak adil jika bunga dikenakan pada peminjaman uang untuk 10 tahun ke atas dengan
kepastian keuntungan di masa depan yang tidak pasti. d.
Teori present value future value Teori ini berpendapat bahwa uang, kepuasan dan barang-barang di
masa sekarang lebih berharga dari pada masa depan. Maka Al Maududi bertanya apakah memang sifat manusia seperti itu? lalu
kenapa mereka tidak menghabiskan semua uangnya untuk masa sekarang, bukan untuk masa depan karena sebagian besar mereka
104
bekerja susah payah saat ini adalah untuk kehidupan masa depan yang lebih baik.
e. Merupakan kejahatan moral
Bunga memiliki dampak negatif bagi psikologis, dimana bunga membuat seseorang menjadi cinta terhadap uang, menumpuk-numpuk
kekayaan demi kepentingan pribadi sehingga distribusi kekayaan tidak berjalan dengan baik.
f. Merupakan kejahatan sosial budaya
Institusi bunga menyebarkan rasa kebencian dan egois yang akan menyebabkan kehilangan rasa solidaritas dalam masyarakat.
Kemudian kepentingan orang kaya dianggap bertentangan dengan orang miskin yang nantinya akan menimbulkan perpecahan.
g. Merupakan kejahatan ekonomi
Bunga jika digunakan untuk kepentingan konsumsi maka akan menurunkan standar hidup dan pendidikan anak-anak mereka karena
pembayaran angsuran yang berat secara terus menerus dan akan timbul kecemasan yang akan merusak efisiensi kerja.
Begitu pula jika bunga dipinjamkan pada sektor produktif maka, akumulasi modal sia-sia karena pemodal menahannya dengan harapan
akan adanya kenaikan bunga, akan timbul sikap tamak untuk
105
menaikkan bunga yang lebih tinggi sehingga tidak tersalurkannya dana yang seharusnya dikerjakan pelaku bisnis yang akan mempercepat
kehancuran ekonomi dan terakhir modal tidak diinvestasikan ke dalam banyak perusahaan yang sangat bermanfaat panjang dengan harapan
meningginya bunga di masa depan hal ini akan menghambat pembangunan industri.
68
Bahkan menurut Monzer Khaf, kegiatan menabung dan deposito di bank secara ekonomi merupakan kegiatan negatif, karena itu selayaknya harus
dijatuhi hukuman bukan malah mendapatkan imbalan atau hadiah dan itulah salah satu masalah dalam Islam.
69
68
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam: dari Masa Klasik hingga Kontemporer Depok: Gramata Publishing, 2010, h. 285.
69
Ibid., h. 313.
106