38
Modal Asing tahun 1967 dan diperkenalkan konsep Anggaran yang berimbang. Pada masa itu juga terlihat dua pemikiran yang saling bertolak
belakang dimana kelompok pemikir pertama lebih fokus pada peran negara yang besar demi kesejahteraan rakyat dan dicerminkan dengan berbagai
alokasi dana terhadap program pembangunan sosial berupa pendidikan dan kesehatan. Sedang kelompok pemikir yang kedua adalah kelompok yang
mendukung liberalisasi perekonomian dengan membuka aliran modal dan pasar seluas-seluasnya sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi
secara cepat dalam rangka pemulihan makroekonomi.
22
4. Deregulasi dan Liberalisasi Ekonomi 1982-1997
Pada periode ini terjadi penurunan harga minyak secara drastis yang sangat memukul Indonesia. Pada dasawarsa 1970 penerimaan migas sangat
menyokong negara hingga pada 1982 dan 1986 harga minyak anjlok maka penerimaan dari minyak dan gas migas turun drastis.
Saat muncul krisis tersebut pemerintah cepat tanggap dengan melakukan liberalisasi serta deregulasi di bidang moneter, fiskal,
perdagangan, dan investasi. Juga mengubah ketergantungan negara terhadap sektor migas dan beralih kepada komoditas lain, mobilisasi dana dalam negeri
22
Ibid., h. 23.
39
pajak dan tabungan, serta mengurangi campur tangan pemerintah di banyak sektor yang dirasa menghambat kemajuan dunia usaha.
Sistem deregulasi tersebut menaikkan iklim persaingan khususnya di industri manufaktur yang ditandai dengan peningkatan jumlah perusahaan
yang tumbuh. Seperti pada tahun 1986 saat harga minyak jatuh lebih tajam dari tahun 1982, akhirnya dilakukan deregulasi dan liberalisasi di sektor
perbankan, perdagangan dan pasar modal. Sektor pasar modal yang lama vakum, dapat bangkit dan mencetak prestasi baik dalam nilai dan volume
perdagangan untuk ukuran dunia. Juga sektor perbankan, dimana perbankan swasta mulai bersaing secara agresif untuk mendapatkan konsumen dan
pangsa pasar. Namun berbeda dengan bank pemerintah yang malah melemah dalam menyesuaikan diri terhadap kesempatan komersial tersebut karena
terbiasa dengan adanya bantuan dari pemerintah dan Bank Sentral.
23
Banyak teknokrat, ekonom, dan teknolog yang berperan dalam menerapkan kebijakan rekonstruksi dan deregulasi. Habibie dengan konsep
“Delapan Wahana Industri”-nya yaitu pesawat terbang, kimia, elektronika, trasnportasi darat, peralatan pertanian, kapal laut, rekayasa, dan pemesinan
umum, menitikberatkan pada peningkatan SDM untuk mencapai keunggulan kompetitif agar indonesia tidak tertinggal dengan negara lain dalam bidang
23
Hadi Soesanto, ed., Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir 4 1982-1997: Deregulasi dan Liberalisasi Ekonomi
Jakarta: Kanisius, 2005, h. 25.
40
teknologi. Peranan ekonom, teknokrat seperti Widjojo Nitisastro, Emil Salim, Mohammad Sadli juga sangat berperan dalam kebijakan deregulasi,
restrukturisasi, penyesuaian eksternal, peningkatan daya saing, dan efisiensi. Habibie mengusulkan adanya lompatan teknologi dalam memperoleh
nilai tambah yang jauh lebih tinggi dari produk hasil industri dengan mengenali produk yang diprioritaskan maka diterapkan teknologi canggih
pada produk tersebut namun karena kebutuhannya yang mahal maka butuh subsidi dari pemerintah, Habibie juga mengkritisi para ekonom yang terlalu
mengandalkan keunggulan komparatif dengan orientasi pasar bebas dan ekspor produk-produk padat karya dan sumber daya alam. Namun Soemitro
Djojohadikoesoemo dan juga Kwik Kwan Gie mengkritik Habibie, Kwan Gie malah lebih setuju dengan ekonom konvensional yang memanfaatkan
keunggulan komparatif dinamis tanpa teknologi yang tinggi dan subsidi pemerintah, karena menurutnya lompatan teknologi tinggi mudah
terperangkap ke dalam hobi hingga tidak mempunyai trickle down effect. Namun kebijakan deregulasi dan liberalisasi yang dilaksanakan sejak
tahun 1983 sampai pertengahan 1990 malah menyebabkan permasalahan baru seperti meningkatnya utang luar negeri, lemahnya pengawasan perbankan,