2.5.4 Teori Semiotika Peirce
Teori semiotika model Peirce disebut sebagai semiotika pragmatik karena bertolak dari wujud luar tanda yang dapat diindera manusia representamen Hoed,
2001:87. Alasan memilih pendekatan teori Peirce digunakan adalah untuk melihat tanda, simbol, dan hubungan bahasa dengan konteks dalam peralatan pembuatan lukah
dan teks mantra ritual lukah gilo. Dasar pemikiran tersebut dijabarkan dalam bentuk tripihak triadic, yakni setiap gejala secara fenomenologis mencakup 1 bagaimana
sesuatu menggejala tanpa harus mengacu pada sesuatu yang lain, 2 bagaimana hubungan gejala tersebut dengan realitas di luar dirinya yang hadir dalam ruang dan
waktu, dan 3 bagaimana gejala tersebut dimediasi, direpresentasi, dikomunikasikan, dan ditandai Christomy, 2004:16. Dikaitkan dengan data penelitian ini, proses
pemaknaan triadic ini yang dinamakan semiosis. Setiap tanda dapat ditempatkan sebagai tanda itu sendiri, sebagai tanda yang terkait dengan yang lainnya, sebagai
mediator antara objek dan interpretan. Cara Peirce melihat realitas dalam tiga kemungkinan itu sangat penting untuk memahami jargon-jargon lainnya.
Dengan tiga penjelasan di atas kemudian dihasilkan tiga trikotomi: trikotomi pertama adalah qualisign, sinsign, dan legisign, trikotomi kedua adalah ikonis
hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan, indeks tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda atau hubungan
sebab akibat, dan simbol tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya atau hubungan berdasarkan perjanjian; trikotomi ketiga adalah term
rheme, proposisi dicent, dan argument. Relasi itu dapat digambarkan pada Tabel 2.2 sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Klasifikasi Sepuluh Tanda yang Utama dari Peirce dalam Christomy, 2004:116
Relasi dengan representamen
Relasi dengan objek
Relasi dengan Interpretan
Kepertamaan firstness
Bersifat potensial qualisign
Berdasarkan keserupaan
ikonis Terms rheme
Keduaan secondness
Bersifat keterkaitan
sinsign Berdasarkan
penunjukkan indeks
Suatu pernyataan yang bisa benar bisa salah
proposisi atau dicent
Ketigaan thirdness
Bersifat kesepakatan
legisign Berdasarkan
kesepakatan simbol
Hubungan proposisi yang dikenal dalam
bentuk logika tertentu internal argument
Berdasarkan berbagai klasifikasi tersebut, Peirce membagi tanda menjadi sepuluh jenis, sebagai berikut. 1 Qualisign, yakni kualitas sejauh yang dimiliki tanda.
Kata keras menunjukkan kualitas tanda. Misalnya, suaranya keras yang menandakan orang itu marah atau ada sesuatu yang diinginkan. 2 Iconic Sinsign, yakni tanda yang
memperlihatkan kemiripan. Contoh: foto, diagram, peta, dan tanda baca. 3 Rhematic Indexical Sinsign, yakni tanda berdasarkan pengalaman langsung, yang secara langsung
menarik perhatian karena kehadirannya disebabkan oleh sesuatu. Contoh: pantai yang sering merenggut nyawa orang yang mandi di situ akan dipasang bendera bergambar
tengkorak yang bermakna berbahaya, dilarang mandi di sini. 4 Dicent Sinsign, yakni tanda yang memberikan informasi tentang sesuatu. Misalnya, tanda larangan yang
terdapat di pintu masuk sebuah kantor. 5 Iconic Legisign, yakni tanda yang menginformasikan norma hukum. Misalnya, rambu lalu lintas. 6 Rhematic Indexical
Legisign, yakni tanda yang mengacu kepada objek tertentu, misalnya kata ganti penunjuk. Seseorang bertanya, “Mana buku itu?” dan dijawab, “Itu” 7 Dicent
Indexical Legisign, yakni tanda yang bermakna informasi dan menunjuk subjek informasi. Tanda berupa lampu merah yang berputar-putar di atas mobil ambulans
Universitas Sumatera Utara
menandakan ada orang sakit atau orang yang celaka yang sedang dibawa ke rumah sakit. 8 Rhematic Symbol atau Symbol Rheme, yakni tanda yang dihubungkan dengan
objeknya melalui asosiasi ide umum. Misalnya, kita melihat gambar harimau. 9 Dicent Symbol atau Proposition proposisi adalah tanda yang langsung
menghubungkan dengan objek melalui asosiasi dalam otak. Kalau seseorang berkata, “Pergi”, penafsiran kita langsung berasosiasi pada otak, dan sertamerta kita pergi. 10
Argument, yakni tanda yang merupakan iferens seseorang terhadap sesuatu berdasarkan alasan tertentu. Seseorang berkata, “Gelap.” Orang itu berkata gelap sebab ia menilai
ruang itu cocok dikatakan gelap. Sobur, 2004:42-43 Bagi Peirce, semiotis dapat menggunakan tanda apa saja linguistis, visual,
ruang, perilaku sepanjang memenuhi syarat untuk sebuah tanda. Dengan demikian, sebuah tanda melibatkan proses kognitif di dalam kepala seseorang dan proses itu dapat
terjadi kalau ada representamen, acuan, dan interpretan. Dengan kata lain, sebuah tanda senantiasa memiliki tiga dimensi yang saling
terkait: Representamen R sesuatu yang dapat dipersepsi, Objek O sesuatu yang mengacu kepada hal lain, dan Interpretan I sesuatu yang dapat diintepretasi. Ketiganya
dihubungkan dalam bentuk segitiga sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
Bagan 2.1 Tiga Dimensi Tanda oleh Peirce
dalam Christomy, 2004:117 Representamen R
Interpretan I Objek O
Kesusastraan Melayu Sumatera Utara yang berwujud sastra lisan adalah bagian dari tradisi lisan. Dalam kehidupan orang Melayu Sumatera Utara, tradisi lisan ini
diungkapkan dalam tiga bentuk pengungkapan, yaitu: 1 pengungkapan melalui kata- kata atau bahasa, 2 pengungkapan melalui bunyi dan, 3 pengungkapan melalui
gerak. Adapun jenis-jenis sastra lisan yang mentradisi pada masyarakat Melayu Sumatera Utara, antara lain: mantra, pantun, syair, ungkapan pepatah-petitih, seni
tuturteater tutur, kayat, nyanyi panjang, dan koba. Jenis dan bentuk sastra lisan di atas tidak merata dimiliki oleh pesukuan atau puak yang terdapat dalam masyarakat Melayu
Sumatera Utara. Banyak ragam tradisi lisan ini antara lain disebabkan keadaan alam daerah Pesisir Timur Sumarera Utara yang sebagian terdiri dari wilayah lautan dan
sebagian lainnya merupakan daratan hutan belantara serta pulau-pulau kepulauan.
Universitas Sumatera Utara
2.5.5 Rangkuman Tiga Teori Semiotika untuk menganalisis Mantra Melaut