BAB II KONSEP, TINJAUAN TEORETIS,
DAN PENELITIAN TERDAHULU
Mantra melaut dalam kebudayaan etnik Melayu, khususnya di Desa Aras Kabu, Kabupaten Deli Serdang adalah bahagian dari tradisi masyarakatnya. Mantra melaut ini
memiliki kaitan erat dengan upacara atau ritual, tradisi lisan termasuk sastra lisan, dan kearifan lokal. Di dalam mantra melaut ini terdapat makna-makna bahasa yang bisa
dimenggerti dengan jalan menafsirkan berdasarkan kebudayaan di mana mantar ini hidup. Untuk kepentingan tersebut, secara saintifik perlu dijelaskan teori semiotika.
Pada Bab II ini akan diuraikan konsep-konsep tersebut di atas, serta tinjauan teori semiotika, dan peneltiian terdahulu yang berkaitan dengan topik penelitian ini yang
telah dilakukan oleh para penulis atau peneliti.
2.1 Pengertian Mantra
Mantra adalah salah wujud kebudayaan yang umum dijumpai di Nusantara ini. Mantra selalu menggunakan bahasa verbal dan juga pilihan kata yang khas, yang
maknanya baru dapat diketahui melalui pembacaan kultural dan saintifik secara mendalam, berdasarkan kebudayaan di mana mantra itu hidup.
Di dalam masyarakat Minangkabau misalnya terdapat mantra sijundai yang bertujuan untuk membuat orang lain menjadi gila. Dalam kebudayaan Melayu terdapat
mantra ulit mayang yang bertujuan untuk mengobati orang yang sakit karena gangguan makhluk halus jembalang. Dalam masyarakat Jawa terdapat mantra pengasih yang
bertujuan agar seseorang dikasihi atau dicintai oleh orang lain. Begitu juga dalam
Universitas Sumatera Utara
berbagai etnik lainnya di Nusantara ini terdapat mantra-mantra yang khas kebudayaan setempat. Bagaimanapun, mantra ini berkait erat dengan sistem religi dan kosmologi
yang dipercayai dalam suatu kebudayaan etnik. Menurut Haron Daud 2001:21 mantra ialah semua jenis pengucapan dalam
bentuk puisi atau bahasa berirama, yang mengandung unsur magis dan diamalkan oleh orang tertentu, terutama bomoh,
2
Mantra dipercayai berasal dari arwah leluhur. dengan tujuan kebaikan atau sebaliknya. Mantra itu
mempunyai simbol tersendiri yang perlu diketahui untuk memahami mantra sebagai sastra lisan atau lebih tepat lagi tradisi lisan. Lebih-lebih lagi menurut mereka, sebagai
tradisi lisan, mantra sangat erat hubungannya dengan kepercayaan dan pandangan hidup world view masyarakat di mana mantra itu wujud.
3
2
Di dalam kebudayaan masyarakat di Nusantara ini, istilah bomoh dalam bahasa Melayu ini, memiliki kaitan dengan peristilahan yang digunakan oleh berbagai etnik yang merujuk kepada pengertian
yang sama atau hampir sama. Dalam bahasa batak Toba dikenal dengan datu atau datu bolon yang artinya adalah dukun atau dukun besar. Dalam kebudayaan masyarakat Mandailing dikenal dengan guru sibaso.
Kemudian dalam masyarakat Karo dikenal dengan terminologi guru. Dalam masyarakat Sunda dan Jawa dikenal dengan istilah dukun atau mbah dukun. Selanjutnya pada masyarakat Nias dikenal dengan foere.
Prinsipnya bomoh, dukun, atau istilah-istilah rersebut merujuk kepada seseorang yang menguasai mantra dan dapat memanfaatkannya dalam berbagai aktivitas sosial dan budaya, yang melibatkan sistem religi
dan kosmologi, yang berkaitan dan berhubungan dengan makhluk gaib. Pada masa sekarang ini, istilah bomoh atau dukun sering pula digeneralisasi dengan istilah paranormal sebagai unsur serapan yang
berasal dari bahasa Inggris.
Kata-kata leluhur juga dianggap berasal dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Pesan Tuhan yang diteruskan kepada leluhur
melalui media komunikasi yang berbeda. Pada saat nenek moyang mengekspresikan artikulasi pesan Tuhan dalam formula lisan, maka pesan itu menjadi tuturan. Mantra
kemudian menjadi sarana komunikasi yang dapat dipakai untuk berhubungan dengan makhluk supernatural, dan juga dapat menghubungkannya dengan sumber kekuatan dari
3
Dalam kajian-kajian terbentang sistem religi, kepercayaan kepada roh leluhur dan juga kemudian menyembah dan menghormatinya adalah bagian penting dalam tradisi animisme. Roh leluhur
yang telah meninggal ini dipercayai akan dapat menolong dan membantu kehidupan keturunannya di atas dunia ini, dari gangguan-gangguan supernatural, bahkan roh leluhur akan dapat membantu rezeki para
leluhurnya. Di samping itu, animsime ini selalu dikaitkan juga dengan dinamisme, yaitu kepercayaan kepada makhluk-makhluk gaib selain manusia, flora, dan fauna di bumi ini. Makhluk gaib tersebut
memiliki kekuasaan yang besar, merea hidup di pohon-pohon besar, batu-batu, gua, dan berbagai tempat lainnya. Di sisi lain ada juga kepercayaan yang disebut totemisme, yaitu makhluk gaib yang berwujud
hewan-hewan tertentu seperti harimau, singa, buaya, dan lain-lain. Oleh karena itu makhluk-makhluk totem ini perlu dihormati.
Universitas Sumatera Utara
kuasa tersembunyi. Mengucapkan mantra atau formula dari leluhur akan dapat membangkitkan kekuatan spiritual, sama seperti yang dilakukan oleh nenek moyang
zaman dahulu kala Kang, 2005:69. Menurut Goffman 1979, mantra meliputi tiga tingkatan penutur: a Tuhan
sebagai penutur tertinggi mantra, b leluhur sebagai penulis author, dan c pelaku sekarang sebagai animator. Di luar perubahan penutur, mantra-mantra tetap efektif
karena kata-kata itu sendiri mengandung kekuatan magis. Bahkan dengan mengulang- ulang kata-kata itu dalam konteks masa kini, akan membawa kekuatan kreatif yang
sama seperti ketika digunakan oleh para leluhur. Melalui kata-kata yang sama dengan yang diucapkan oleh para leluhur, orang dapat membawa kekuatan magis dalam konteks
masa kini.
2.2 Pengertian Ritual