Pengertian Kearifan Lokal KONSEP, TINJAUAN TEORETIS,

merupakan respon terhadap alam yang menjadi bahagian penting dalam sistenm kosmolog Melayu. Selain itu, di dalam mantra melaut ini terkandung berbagai kearifan lokal suku Melayu Aras jabu, dan juga Melayu Serdang, Sunmatera Utara, dan Dunia Melayu.

2.4 Pengertian Kearifan Lokal

Kearifan lokal atau sering disebut local wisdom dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya kognisi untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Pengertian di atas, disusun secara etimologi, di mana wisdom dipahami sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan akal pikirannya dalam bertindak atau bersikap sebagai hasil penilaian terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi. Sebagai sebuah istilah wisdom sering diartikan sebagai kearifan. Istilah lokal secara spesifik menunjuk pada ruang interaksi terbatas dengan sistem nilai yang terbatas pula. Sebagai ruang interaksi yang sudah didesain sedemikian rupa yang di dalamnya melibatkan suatu pola-pola hubungan antara manusia dengan manusia atau manusia dengan lingkungan fisiknya. Pola interaksi yang sudah terdesain tersebut disebut setting. Setting adalah sebuah ruang interaksi tempat seseorang dapat menyusun hubungan-hubungan face to face dalam lingkungannya. Sebuah setting kehidupan yang sudah terbentuk secara langsung akan memproduksi nilai-nilai. Nilai- nilai tersebut yang akan menjadi alasan hubungan mereka atau menjadi acuan tingkah laku mereka http:ibda.files.wordpress.com2008042-landasan-keilmuan-kearifan- lokal.pdf, diunduh 2 Maret 2012. Lebih jauh lagi, kearifan lokal menurut Ridwan 2008, merupakan pengetahuan yang muncul dari periode panjang yang berevolusi bersama-sama masyarakat dan Universitas Sumatera Utara lingkungannya dalam sistem lokal yang sudah dialami bersama-sama. Proses evolusi yang begitu panjang dan melekat dalam masyarakat dapat menjadikan kearifan lokal sebagai sumber energi potensial dari sistem pengetahuan kolektif masyarakat untuk hidup bersama secara dinamis dan damai. Pengertian ini melihat kearifan lokal tidak sekadar sebagai acuan tingkah-laku seseorang, tetapi lebih jauh, yaitu mampu mendinamisasi kehidupan masyarakat penuh keadaban. Teezzi, Marchettini, dan Rosini 2008, mengatakan bahwa akhir dari sedimentasi kearifan lokal ini akan mewujud menjadi tradisi atau agama. Dalam masyarakat kita, kearifan-kearifan lokal dapat ditemui dalam nyanyian, pepatah, sasanti, petuah, semboyan, dan kitab-kitab kuno, yang melekat dalam perilaku sehari- hari. Kearifan lokal biasanya tercermin dalam kebiasaan-kebiasaan hidup masyarakat yang telah berlangsung lama. Keberlangsungan kearifan lokal akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu. Nilai-nilai itu menjadi pegangan kelompok masyarakat tertentu yang biasanya akan menjadi bagian hidup tak terpisahkan yang dapat diamati melalui sikap dan perilaku mereka sehari-hari Ridwan dalam http:ibda.files. wordpress.com2008042-landasan-keilmuan-kearifan-lokal.pdf Menurut Sibarani 2012 ada tiga hal yang saling terkait jika membicarakan tradisi lisan, yaitu mengingat masa lalu, memahami masa kini, dan mempersiapkan masa depan. Oleh karena itu, para penggiat kebudayaan diharapkan dapat menggali, menjelaskan, dan menginterpretasi secara ilmiah warisan budaya leluhur masa lalu yang dapat dimanfaatkan untuk menjawab permasalahan masa kini serta untuk mempersiapkan generasi masa depan. Penggalian dan pemahaman kearifan lokal tersebut sangat tergantung pada metode penelitian tradisi lisan sebagai sumber kearifan lokal tersebut. Dalam makalah ini, Sibarani membahas jenis-jenis kearifan lokal yang , diunduh pada tanggal 21 November 2011. Universitas Sumatera Utara terdapat dalam tradisi lisan dan cara mengungkapkannya, serta beberapa aspek metode penelitian tradisi lisan. Lebih jauh Sibarani 2012:109-123 mengemukakan bahwa kearifan lokal telah lama menjadi bahan kajian dalam dunia filsafat. Kaum sofis sejak abad kelima Seb. M. Telah menamai dirinya sebagai sophist yang berarti orang yang bijaksana atau kaum yang arif. Awal kajian filsafat juga dilandasi oleh kajian mengenai kearifan atau kebijaksanaan. Saat itu kajian tentang kebijaksanaan dirasakan sangat penting untuk mengatur tata kehidupan manusia. Kearifan lokal dan pengetahuan masyarakat setempat yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan menciptakan kedamaian di masyarakat pada dasarnya adalah kebenaran yang diidam-idamkan oleh masyarakat. Kebenaran ini selanjutnya disebut dengan kebenaran pragmatis. Secara praktis, pengetahuan asli dan kearifan lokal merupakan kebenaran yang sesungguhnya karena benar-benar bermanfaat pada kehidupan manusia. Filsafat kemudian diartikan sebagai pencarian kebenaran sesungguhnya yang dapat dimanfaatkan untuk menata kehidupan manusia secara arif. Upaya menemukan identitas bangsa yang baru atas dasar kearifan lokal merupakan hal yang penting demi penyatuan budaya bangsa di atas dasar identitas daerah-daerah Nusantara Sayuti, 2005. Dalam kaitan ini, kearifan lokal yang terkandung dalam sistem seluruh budaya daerah atau etnik yang sudah lama hidup dan berkembang adalah menjadi unsur budaya bangsa yang harus dipelihara dan diupayakan untuk diintegrasikan menjadi budaya baru bangsa sendiri secara keseluruhan. Pengembangan kearifan-kearifan lokal yang relevan dan kontekstual memiliki arti penting bagi berkembangnya suatu bangsa, terutama jika dilihat dari sudut ketahanan budaya, di samping juga mempunyai arti penting bagi identitas daerah itu sendiri. Kearifan lokal yang juga meniscayakan adanya muatan budaya masa lalu, dengan Universitas Sumatera Utara demikian, juga berfungsi untuk membangun kerinduan pada kehidupan nenek moyang, yang menjadi tonggak kehidupan masa sekarang. Menurut pendapat penulis, kearifan lokal juga terdapat di dalam konteks pengamalan mantra melaut dalam kebudayaan suku Melayu Serdang di Aras Kabu. Di antaranya adalah sebagaii berikut. a Terdapat kearifan lokal bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan yang harus mempertanggungjawabkan hidupnya nanti di hadapan Tuhan, b di dalamn mantra melaut suku Melayu Aras Kabu ini, terdapat sistem kosmologi, bahwa manusia adalah bahagian dari alam, jadi jangan mengeksploitasi alam berdasarkan keinginan manusia, tetapi pelihara keseimbangan dengan kepentingn makhluk-makhluk lain, c di dalam aktivitas mantra melaut suku Melayu Aras Kabu ini terdapat pula kearifan lokal tentang bagaimana cara menangkap ikan di laut dan memfungsikannya untuk kepentingan ekonomi nelayan, d adanya kearifan bagaimana bekerja secara berkelompok dan membentuk organisasi nelayan secara tradisional, yang merupakan ekspresi bahwa manusia termasuk nelayan adalah makhluk sosial, e di dalam mantra melaut ini terekspresi adat Melayu yang bersumber dari konsep adat bersendikan syarak dan syarak bersendikan kitabullah, artinya orang Melayu adalah orang beradat yang mendasarkan kegiatannya menurut ajaran agama Islam yang dibumikan menurut keadaan budaya orang Melayu. Kearifan lokal dalam budaya suku Melayu Serdang di Aras Kabu ini bukan hanya terdapat di dalam mantra melaut saja, tetapi juga dalam semua isi kebudayaan dan wujud kebudayaan Melayu. Misalnya dalam bahasa, ekonomi, pengetahuan, organisasi sosial, kesenian, teknologi, dan sistem religi. Kearifan lokal ini bisa juga dilihat memalui gagasan-gagasan kebudayaan yang terkompilasi dalam adat Melayu. Juga dapat dilihat melalui kegiatan sosial sehari-hari seperti pola-pola berinteraksi, silaturrahmi, kenduri, komunikasi dalam pantun, gurindam, nazam, dan lain-lainnya. Universitas Sumatera Utara Begitu juga dapat dilihat melalui benda-benda budaya masyarakat Melayu seperti rumah, sampan kolek, perahu, ramuan rinjisan, tepung tawar, sirih genggam, tumbuk lada, keris, dan lain-lainnya. Kesemua ini dapat dilihat secara menyeluruh sebagai bahagian dari kearifan lokal etnik Melayu, termasuk melayu Serdang di Aras Kabu. 2.5 Semiotika 2.5.1 Pengertian Semiotika