Kesejahteraan hidup yang dikejar oleh orang Melayu tetap memperhatikan keseimbangan alam. Kemudian tetap menjaga harmoniasai antara manusia, alam, dan
Tuhan sebagai pencipta segalanya di alam ini. Dengan prinsip yang sedemikian rupa maka sistem ekonomi yang dibangun nelayan Melayu adalah sistem ekonomi yang berdasar
kepada hukum alam yang diatur Tuhan, bukan sistem ekonomi liberal yang mengeksploitasi alam. Ini tercermin dalam kutipan larik-larik berikut ini.
Mambang Hitam, Mambang Kuning, Mambang Hijau, Ijinkan kami menangkap hasil laut
Pada sunnah Allah kami pun ikut Menjaga semua yang telah dianut
5.2.3 Abstraksi Matriks dan Model
Dari pembacaan heuristik dan hermeneutik tersebut, maka dalam konsep etnosains Melayu di Aras Kabu, Kesultanan Serdang, Kabupaten Deli Serdang, maka secara abstrak
terdapat matriks dan model mantra melaut ini. Ini diperoleh setelah mendalami lirik mantra melaut dan dikaitkan dalam konteks kebudayaan Melayu Serdang. Adapun matriks
dan model ini tidak terlepas dari wujud dan isi kebudayaan Melayu Serdang. Menurut tafsiran penulis matriks dan model mantra melaut ini menjadi bahagian
yang integral dari budaya Melayu. Mantra melaut terkespresi dalam bentuk ritual dan penggunaan bahasa mantra. Di dalamnya terkadung sistem kosmologi, terutama habitan
lautan, dalam hal ini Selat Melaka. Manusia Melayu adalah bahagian dari alam besar dan alam kecil. Alam ini terdiri dari alam nyata kasat mata dan alam gaib, yang sesuai juga
dengan ajaran Islam bahwa alam itu dihuni juga oleh jin dan lainnya. Bahwa jin itu juga ada yang tunduk dan beriman kepada Allah ada juga yang mungkar kepada Allah.
Universitas Sumatera Utara
Sementara syaitan setan adalah jin yang ingkar kepada Allah, yang tugasnya sampai hari kiamat adalah menggoda manusia untuk berbuat dosa, dan ingkar kepada Tuhan.
Dalam kosmologi Melayu ini, mereka memiliki sebutan khusus untuk makhluk gaib penunggu laut, seperti jembalang, mambang hitam, mambang kuning, mambang
hijau, dan lain-lainnya. Sementara itu mereka juga meyakini bahwa lautan juga dijaga oleh Nabi Allah yaitu Nabi Khaidir Alaihissalam. Para nelayan juga dalam mantranya selalu
menggunakan nama Nabi Khaidir ini untuk menjaga mereka. Dalam persepsi budaya Melayu, dalam melaut juga tidak boleh mengeksploitasi
alam secara semena-mena. Mereka akan mengambilnya sesuai dengan kebutuhan saja, tidak mengambil sebanyak-banyaknya dengan tidak memikirkan kesinambungan biota
laut. Para nelayan juga sadar bahwa kekayaan yang diperoleh bukan hanya dengan menangkap ikan yang sebanyak-banyaknya tetapi perlu diimbangi dengan nilai-nilai
keimanan dan ketuhanan, untuk mencapai tujuan hidup dunia dan akhirta. Seterusnya dalam matriks dan model mantra ini terkandung juga konsep adat
Melayu yaitu adat bersendikan syarak dan syarakk bersendikan kitabullah. Artinya semua wujud dan isi kebudayaan Melayu mestilah berakar dari agama dan adat sekali gus. Agama
Islam telah mengajarkan hal-hal yang universal termasuk di dalam aktivitas melaut. Demikian juga dengan adat Melayu yang terkodifikasi dalam adat sebenar adat, adat yang
diadatkan, adat yang teradat, dan adat istiadat mengajarkan bagaimana bertindak dan merespons alam dalam rangka keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Jadi adat dan
konsepnya ini menjadi bahagian integral dari mantra melaut suku Melayu di Aras Kabu, Serdang.
Matriks dan model yang digunakan dalam mantra melaut suku Melayu di Aras Kabu juga mengandung aspek estetika setempat. Selian menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an
dan shalawat Nabi Muhammad, estetika yang terkadung di dalam mantra ini juga
Universitas Sumatera Utara
menggunakan unsur rima atau persajakan terutama persajakan rata. Di dalamnya juga terdapat unsur-unsur pantun, walau tidak dapat dikategorikan sebagai pantun, namun ini
dapat dirasakan dengan penggunaan baris, kata, dan suku kata yang menghampiri struktur pantun empat baris dalam sastra Melayu. Dengan demikian, melihat mantra ini baik
secara visual maupun auditif akan mengantarkan pengkajinya kepada matriks dan model budaya Melayu yang bersifat abstrak. Dalam penafsiran penulis, abstraksi dan model
mantra melaut suku Melayu Aras Kabu itu dapat dilihat pada bagan 5.2 berikut ini.
Bagan 5.2: Matriks dan Model Mantra Melaut
Universitas Sumatera Utara
5.2.4 Penafsiran Intertekstual