dan menjadi tidak larut air atau stabil. Nilai rata-rata aktivitas air jambal roti ikan patin berkisar antara 0,69-0,73. Kisaran a
w
tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuha n bakteri halofilik yang memiliki a
w
minimum 0,70, pertumbuhan kapang xerofilik dengan a
w
minimum 0,65, dan khamir osmofilik dengan a
w
minimum 0,60 Buckle et al., 1987.
4.2.2.3 Nilai pH
Hasil pengukuran nilai rata-rata pH jambal roti ikan patin sela ma penyimpanan suhu ruang berkisar antara 5,94-6,64 Lampiran 18. Histogram
perubahan nilai rata-rata pH jambal roti ikan patin selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 15.
5.8 5.9
6.0 6.1
6.2 6.3
6.4 6.5
6.6 6.7
Nilai Rata-rata
1 2
3 4
Lama Penyimpanan minggu
Kontrol 0 Sari Bwg Putih 9, 10 menit
Cypermethrin 0,01, 30 detik Formalin 0,2, 4 jam
Gambar 15. Histogram perubahan nilai pH jambal roti ikan patin selama penyimpanan suhu ruang
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perubahan nilai pH produk jambal roti selama penyimpanan dipengaruhi oleh faktor lama penyimpanan yang
memiliki nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa lama penyimpanan 0 minggu
berbeda nyata dengan lama penyimpanan 1 minggu, 2 minggu, 3 minggu, dan 4 minggu Lampiran 6. Hal tersebut menunjukkan bahwa setelah lama
penyimpanan 1 minggu mulai terjadi peningkatan yang signifikan terhadap nilai pH.
Peningkatan nilai pH tersebut disebabkan adanya aktivitas mikroba dan enzim produk jambal roti ikan patin yang mampu memproduksi NH
3
dan senyawa
lain yang merupakan gugus basa. Buckle et al. 1987 menyatakan bahwa beberapa mikroorganisme, khususnya khamir dan kapang dapat memecah asam
yang secara alamiah ada dalam bahan pangan, hal tersebut dapat menyebabkan meningkatnya nilai pH.
4.2.2.4 Nilai total volatile base TVB
Nilai rata-rata TVB jambal roti ikan patin selama penyimpanan suhu ruang berkisar antara 91,64-157,43 mgN100 gr Lampiran 19. Histogram perubahan
nilai rata-rata TVB jambal roti ikan patin selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 16.
20 40
60 80
100 120
140 160
Nilai Rata-rata mgN100gr
1 2
3 4
Lama Penyimpanan minggu
Kontrol 0 Sari Bwg Putih 9, 10 menit
Cypermethrin 0,01, 30 detik Formalin 0,2, 4 jam
Gambar 16. Histogram perubahan nilai TVB jambal roti ikan patin selama penyimpanan suhu ruang
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa peningkatan nilai TVB produk jambal roti selama penyimpanan dipengaruhi oleh faktor perlakuan dan lama
penyimpanan, namun interaksi kedua faktor tersebut berbeda tidak nyata. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai signifikansi kedua faktor tersebut lebih kecil dari
0,05. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa peningkatan nilai TVB pada perlakuan
kontrol 0 berbeda nyata dengan perlakuan lama perendaman sari bawang putih 9 selama 10 menit, perlakuan lama perendaman 30 detik dalam cypermethrin
0,01 dan perlakuan lama perendaman 4 jam dalam formalin 0,2. Sedangkan peningkatan nilai TVB pada kontrol formalin 0,2 selama 4 jam berbeda tidak
nyata dengan perlakuan lama perendaman sari bawang putih 9 selama 10 menit
dan perlakua n lama perendaman dalam cypermethrin 0,01 selama 30 detik Lampiran 7. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakuan kontrol positif dan sari
bawang putih 9 selama 10 menit memiliki penghambatan yang cukup signifikan terhadap laju peningkatan nilai TVB dibandingkan dengan kontrol negatif 0.
Penggunaan sari bawang putih dalam pembuatan produk jambal roti memiliki efektivitas dalam mengambat peningkatan nilai TVB. Peningkatan nilai TVB
yang terjadi selama penyimpanan dapat disebabkan oleh aktivitas mikroba dan enzim yang menimbulkan proses pemecahan protein daging dengan pembentukan
pepton dan asam amino serta senyawa-senyawa basa volatil. Soediyono et al. 1986 menyatakan bahwa peningkatan nilai TVB disebabkan oleh degradasi
protein dan turunannya yang menghasilkan sejumlah basa volatil yang mudah menguap seperti amonia, dan hidrogen sulfida.
Nilai rata-rata TVB jambal roti ikan patin pada semua perlakuan masih berada dalam kisaran yang disarankan hingga akhir penyimpanan 4 minggu
dengan kisaran nilai antara 91,64-157,43 mgN100 gr Lampiran 19. Nilai standar TVB untuk produk ikan asin dan ikan kering tidak lebih besar dari kisaran
100-200 mgN100 gr Connell, 1975. Nilai rata-rata TVB pada perlakuan perendaman sari bawang putih 9 sebesar 94,15 mgN100 gr dan 91,64 mgN100
gr pada penyimpanan 0 minggu. Nilai TVB tersebut berada di bawah kisaran nilai standar yang menunjukkan bahwa kedua perlakuan mampu menghambat aktivitas
bakteri dan enzim yang bekerja selama proses penjemuran jambal roti ikan patih. Penggunaan sari bawang putih dalam pengolahan jambal roti ikan patin
selain dapat digunakan sebagai penghambat infestasi lalat juga dapat menghambat kerusakan produk yang disebabkan oleh komponen aktif bawang putih yang
bersifat bakteriostatik. Menurut Cavallito dan Bailey 1944 komponen aktif bawang putih yang sangat berperan sebagai antibakteri adalah allisin. Hasil
penelitian Mehrabian dan Larry-Yazdy 1992 dikutip oleh Suharti 2004 melaporkan bahwa ekstrak bawang putih Allium sativum mampu menghambat
pertumbuhan 7 macam bakteri patogen yaitu E. coli 0124, E. coli 0111, S. Typhimurium, S. havana, S. para A, Shigella flexneri dan Shigella dysentriae.
Mekanisme bawang putih sebagai antibakteri disebabkan oleh senyawa allisin pada bawang putih yang mampu menghambat sintesis DNA dan protein sel
bakteri dengan penghambatan secara parsial, serta menghambat sintesis RNA secara sebagian atau keseluruhan Feldberg et al., 1998.
Nilai TVB dengan perlakuan penggunaan sari bawang putih mengalami peningkatan secara nyata setelah penyimpanan 2 minggu dan nilai TVB semakin
meningkat dengan semakin lamanya penyimpanan Lampiran 19. Peningkatan tersebut sesuai dengan sifat allisin sebagai senyawa antibakteri bawang putih yang
bersifat tidak stabil dan akan terdegradasi menjadi senyawa turunan-turunanya yang bersifat volatil. Fulder et al. 1999 menjelaskan bahwa senyawa sulfur pada
bawang putih adalah diallyl thiosulphinate atau yang disebut dengan allisin yang bersifat bakterisidal, terlalu reaktif dan cenderung tidak stabil. Dijelaskan juga
bahwa senyawa allisin hanya beberapa hari stabil dan dapat berubah menjadi senyawa sulfur yang berminyak yang sangat berbau tajam, dan bersifat volatil
seperti diallyl disulfida, yang merupakan kandungan utama pada bawang putih. Sedangkan mekanisme penghambatan mikroba oleh formalin adalah disebabkan
oleh senyawa formaldehid yang mampu mempengaruhi enzim-enzim yang terdapat pada membran dan sitoplasma sel.
Nilai TVB produk jambal roti pada awal penyimpanan untuk semua perlakuan menunjukkan nilai yang relatif tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh
proses fermentasi yang terjadi pada saat pengolahan poduk jambal roti. Proses fermentasi menyebabkan senyawa protein terdegradasi menjadi komponen-
komponen sederhana yang sebenarnya keberhasilan proses ini sangat diharapkan untuk mendapatkan tekstur dan aroma khas jambal roti.
Analisis proksimat Hasil analisis proksimat jambal roti ikan patin pada awal 0 minggu dan
akhir 4 minggu penyimpanan disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 menunjukkan bahwa hasil analisis proksimat produk jambal roti ikan
patin dari berbagai perlakuan mengalami peningkatan kadar air sedangkan nilai kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar garam tidak banyak mengalami
perubahan pada akhir penyimpanan 4 minggu pada suhu ruang. Peningkatan kadar air disebabkan oleh RH lingkungan di sekitar tempat
penyimpanan, juga disebabkan oleh kadar air awal jambal roti ikan patin 31,41-34,94 yang cukup tinggi sehingga masih memungkinkan tumbuhnya
mikroorganisme. Menurut Desrosier 1988 bakteri dan khamir biasanya memerlukan kadar air lebih tinggi dari 30 untuk pertumbuhannya. Kenaikan
nilai kadar air jambal roti ikan patin juga dapat disebabkan hasil reaksi kondensasi dalam reaksi browning non enzimatis. Buckle et al. 1987 menjelaskan bahwa
terlibatnya reaksi kondensasi dalam reaksi browning non enzimatis menghasilkan pembebasan air.
Tabel 8. Hasil analisis prosimat produk jambal roti ikan patin pada akhir penyimpanan suhu ruang
Jenis Analisis Kontrol
Sari bawang putih 9, 10
menit Cypermethrin
0,01, 30 detik Formalin
0,2, 4 jam
Awal Akhir Awal Akhir Awal
Akhir Awal
Akhir Kadar air bb
34,42 35,78 34,94 38,97 32,60
38,29 34,82 39,21
Kadar abu bk 25,79 25,35 26,90 26,94
26,31 27,34
24,00 24,54
Protein bk 35,00 32,37 32,26 30,98
33,99 34,22
32,77 32,19
Lemak bk 13,08 10,99 13,70 12,37
11,17 10,06
11,58 10,38
Kadar Garam bk 26,14 25,10 25,22 25,73 24,96 24,18 24,90 24,40
Nilai kadar abu jambal roti ikan patin pada semua perlakuan tidak banyak mengalami perubahan pada akhir penyimpanan suhu ruang. Tingginya nilai kadar
abu jambal roti ikan patin disebabkan penggunaan garam tinggi 30 dalam pengolahannya. Adanya garam dan mineral- mineral yang terdapat dalam daging
menyebabkan tingginya nilai kadar abu yang terukur. Nilai kadar protein jambal roti ikan patin pada perlakuan kontrol
menunjukkan terjadinya banyak perubahan, hal tersebut berbeda dengan perlakuan lainnya yang tidak banyak mengalami perubahan hingga akhir
penyimpanan 4 minggu. Penurunan kadar protein pada perlakuan kontrol disebabkan oleh terjadinya denaturasi protein selama penyimpanan sehingga
menyebabkan protein kehilangan daya ikat antar sel, khususnya protein sarkoplasma akan terlepas dan terlarut menjadi air bebas. Suzuki 1981
menjelaskan penurunan protein dapat disebabkan oleh terjadinya denaturasi selama penyimpanan. Sedangkan pada perlakuan lainnya kerusakan protein
diduga terhambat oleh bahan yang ditambahkan pada masing- masing perlakuan.
Perubahan nilai kadar lemak disebabkan oleh kerusakan lemak. Selama penyimpanan, kerusakan lemak jambal roti ikan patin disebabkan oleh perubahan
hidrolitik dan oksidatif. Perubahan hidrolitik terjadi akibat kegiatan enzim lipase yang dipercepat oleh tingginya kadar air produk, dan tingginya aktivitas lipolitik
dari adanya kapang. Hidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol terjadi dengan katalisator enzim lipase dari mikroorganisme. Terjadinya proses hidrolisis
menyebabkan asam lemak dan minyak akan tampak lebih encer dan mudah rusak. Hal tersebut ditunjukkan adanya lemak dipermukaan sampel dan berbau tengik
pada pengamatan akhir penyimpanan. Kerusakan lemak dapat terjadi karena oksidasi. Reaksi oksidasi yang tidak disebabkan oleh oksigen bebas disebut
autooksidasi. Reaksi tersebut pasti berjalan dan tidak dapat dicegah meskipun ikan terdapat dalam kemasan. Adanya logam dan oksigen akan mempercepat
proses oksidasi.
4.2.4 Analisis mikrobiologi 4.2.4.1