Hubungan Tingkat Jumlah Tanggungan dengan Tingkat Partisipasi Analisis Hubungan Karakteristik Nelayan dengan Tingkat Partisipasi

48 Tabel 11 Hubungan Tingkat Pendapatan pada Masa Paceklik dengan Tingkat Partisipasi Nelayan Pendapatan Tingkat Partisipasi Total Tinggi Sedang Rendah Tinggi 6 94,4 18 16,2 Sedang 1 9,1 10 90,9 9 29,7 Rendah 20 100 10 54,1 Total 1 2,7 36 97,3 37 100 Berdasarkan analisis Chi-Square yang dilakukan, diketahui bahwa nilai hitung Tabel 11 adalah 2,429. Derajat kebebasan df yang dihasilkan adalah 2, sedangkan alfa α yang digunakan adalah 0,1. Nilai tabel yang tertera adalah 4,61. Maka perhitungan pada Tabel 11 menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendapatan dengan tingkat partisipasi nelayan. Penyebabnya adalah walaupun nelayan tergolong kaya namun nelayan tidak mendapatkan kesempatan untuk menentukan dalam pembuatan zonasi di wilayah tersebut. Begitu pula nelayan dengan tingkat ekonomi sedang dan rendah. Keadaan paceklik yang terjadi juga memperparah tingkat partisipasi nelayan karena sebagian besar nelayan lebih memilih untuk berkerja dibandingkan untuk ikut rapat dan bentuk partisipasi lainnya.

5.4 Hubungan Tingkat Jumlah Tanggungan dengan Tingkat Partisipasi

Nelayan Jumlah tanggungan atau banyaknya anak dan istri di rumah serta belum dapat menafkahi diri sendiri dapat mempengaruhi tingkat partisipasi nelayan. Pengaruh di sini dapat berupa pengaruh positif ataupun negatif. Berdasarkan tabel di bawah ini dapat dilihat apakah hal tersebut juga terjadi pada kasus di Kelurahan Cilacap ini. 49 Tabel 12. Hubungan Tingakat Jumlah Tanggungan dengan Tingkat Partisipasi Nelayan Jumlah Tanggungan Tingkat Partisipasi Total Tinggi Sedang Rendah Tinggi 17 100 17 45,9 Sedang 7 100 7 18,9 Rendah 1 7,7 12 92,3 13 35,1 Total 1 2,7 36 97,3 37 100 Analisis Chi-Square pada Tabel 12 menghasilkan nilai hitung sebesar 1,897 dengan derajat kebebasan df sebesar 2. Alfa α yang diambil adalah 0,1 sehingga diperoleh nilai tabel sebesai 4,61. Berdasarkan analisis tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jumlah tanggungan dengan tingkat partisipasi nelayan. Penyebabnya adalah nelayan hanya dapat berpartisipasi secara aktif di tahap pemanfaatan dan evaluasi. Hal ini mengakibatakan perbedaan jumlah beban tanggungan tidak mempengaruhi keaktifan nelayan dalam partisipasi pembuatan kebijakan zonasi.

5.5 Analisis Hubungan Karakteristik Nelayan dengan Tingkat Partisipasi

Nelayan Berdasarkan keempat tabel di atas dapat disimpulkan bahwa tidak terbentuk hubungan antara karakteristik nelayan dengan tingkat partisipasi nelayan. Berdasarkan data yang diperoleh, dalam pembangunan dermaga dan jalur pelayaran kapal non nelayan dapat diketahui bahwa pembangunan tersebut merupakan pembangunan yang top down. Walaupun benar adanya bahwa terdapat sosialisasi mengenai keberadaan kedua hal tersebut kepada pihak nelayan. Selain itu ada pula rapat yang diselenggarakan oleh pihak-pihak terkait seperti pemerintah lokal dengan persatuan nelayan untuk membahas soal tersebut. Namun, berdasarkan hasil kuesioner yang diperoleh, nelayan lebih banyak 50 berpartisipasi dalam tahap evaluasi. Berikut ini adalah gambaran mengenai tahapan tersebut. Gambar 9 Tingkat Partisipasi Nelayan Dalam Tiap Tahapan Berdasarkan Gambar 9 di atas dapat diketahui bahwa 100 persen responden memiliki tingkat partisipasi yang rendah dalam tahap perencanaan dan pelaksanaan. Sedangkan pada tahap pemanfaatan, terdapat 2,5 persen responden yang memiliki peran serta yang tinggi. Pada tahap akhir, yaitu tahap evaluasi, nelayan memiliki peran serta yang tergolong tinggi dan sedang. Sebanyak 78,38 persen nelayan memiliki tingkat partisipasi sedang. Sementara 21,62 persen lainnya memiliki tingkat partisipasi tinggi. Namun walaupun begitu, karena sebagian besar dari mereka hanya aktif pada tahap evalusai saja maka hal ini tidak terlalu berpengaruh pada keseluruhan peran aktif tingkat partisipasi mereka. 51 Tabel 13 Hubungan Karakteristik Sosial dengan Tahap Evaluasi Karakteristik Sosial Evaluasi Tinggi Sedang Rendah Umur Tinggi 3 14 Sedang 3 7 Rendah 2 8 Pendidikan Tinggi 1 Sedang 4 7 Rendah 3 22 Pendapatan Tidak Paceklik Tinggi 6 12 Sedang 9 Rendah 2 8 Pendapatan Saat Paceklik Tinggi 2 4 Sedang 3 8 Rendah 3 17 Jumlah Tanggungan Tinggi 5 12 Sedang 1 6 Rendah 2 11 Tabel 13 di atas diuji dengan menggunakan Chi-Square untuk melihat hubungan variabel terkait. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa nilai hitung yang didapat atas hubungan variabel umur dan tingkapt pastisipasi dalam tahap evaluasi adalah 0,588. Derajat kebebasan df yang dihasilkan adalah 2 dengan alfa α yang digunakan adalah 0,1. Nilai tabel yang tertera adalah 4,61 sehingga dapat diketahui bahwa kedua variabel tersebut tidak memiliki hubungan yang signifikan. Keadaan ini terlihat dari mayoritas responden yang memiliki tingkat umur tinggi atau tergolong tua memiliki partisipasi dalam tahap evaluasi tergolong sedang. Keadaan serupa juga terlihat di tingkat umur sedang dan muda atau rendah. Analisis Chi-Square memperlihatkan bahwa hubungan antara variabel tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi di tahap evaluasi memiliki hubungan yang signifikan. Nilai hitung yang diperoleh adalah 6,401 dengan derajat kebebasan sebesar 2 dan alfa α yang digunakan adalah 0,1. Nilai tabel yang 52 tertera adalah 4,61. Kesipulan dari analisi ini adalah semakin tinggi tingkat pendidikan nelayan maka semakin tinggi tingkat partisipasi nelayan dalam tahap evaluasi. Sementara itu jika dilihat pada tingkat pendapatan sebelum paceklik, hasil analisis Chi-Square memperlihatkan bahwa nilai hitung adalah 3,955. Derajat kebebasan df yang dihasilkan adalah 2 dengan alfa α sebesar 0,1. Maka nilai hitung lebih kecil dibandingkan dengan nilai tabel, yaitu sebesar 4,61. Sedangkan jika dilihat pada tingkat pendapatan saat sedang paceklik dihasilkan nilai hitung adalah 1,210 dengan alfa, drajat kebebasan, dan nilai tabel yang sama dengan tingkat pendapatan saat tidak paceklik. Kesimpulannya adalah tidak ada hubungan keterkaitan yang signifikan antara kedua variabel tersebut. Penyebabnya adalah nelayan berpikir bahwa keberadaan nelayan dalam suatu rapat tidak terlalu penting. Menurut nelayan hal yang menjadi prioritas adalah melaut. Nilai hitung hubungan antara tingkat jumlah tanggungan dengan tingkat partisipasi pada Tabel 12 adalah 1,129 dengan derajat kebebasan 2 dan alfa α 0,1. Nilai tabel yang tertera adalah 4,61. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada keterkaitan yang signifikan antara kedua variabel tersebut. Hal ini juga terlihat dari banyaknya angka yang tersebar hampir merata di bagian tingkat evealuasi sedang. Responden dengan tingkat jumlah tanggungan tingggi, sedang, dan rendah sama-sama menempati tingkat evaluasi pada golongan sedang. Sebagian besar nelayan lebih berpikir untuk mempersiapkan diri untuk melaut esok hari dari pada menghadiri pertemuan untuk membahas nasib nelayan. Kesimpulan dari penelitan mengenai tahap evaluasi adalah variabel pendidikan mempengaruhi akses politik responden. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka dia akan memiliki tingkat partisipasi yang lebih tinggi pula. Sedangkan pada variabel lainnya hubungan yang terjadi tidak signifikan. Hasil analisis kuantitatif tersebut menunjukkan nelayan yang berada di wilayah Cilacap tidak memiliki partisipasi yang cukup baik. Secara kualitatif hal ini dapat dilihat melalui penjelasan pada bab selanjutnya dimana diketahui bahwa secara keseluruhan wilayah perairan mereka dibatasi oleh pemerintah. Dalam pembuatannya tidak ada campur tangan masyarakat sama sekali. Di sini masyarakat hanya menerima kebijakan tersebut tanpa ditanya apakah hal tersebut 53 sesuai bagi mereka atau tidak. Walaupun begitu pada kenyataannya masih banyak nelayan yang tidak mematuhi peraturan zonasi yang telah ditentukan. Nelayan tradisional yang melaut tidak mempedulikan keberadaa kapal non nelayan yang sedang memasang jangkar untuk menunggu giliran masuk pelabuhan. Mereka tetap melaut di jalur pelayaran dan juga ke wilayah tempat kapal non nelayan melego jangkarnya. Selain itu ada pula nelayan yang tidak mematuhi jalur yang telah ditentukan oleh Keputusan Menteri Kelautan yang mengatakan bahwa wilayah tangkap ikan mereka, para nelayan tradisional, hanya sejauh 6 mil. Alasan mereka untuk melaut lebih jauh dari batas zonasi adalah mengejar hasil tangkapan. Partisipasi nelayan dalam batas wilayah ini hanya terlihat kuat ketika tahap evaluasi dilakukan. Menurut salah satu penuturan seorang informan yang juga berprofesi sebagai nelayan dan mempunyai jabatan di kalangan masyarakat ini diketahui bahwa setiap tiga bulan sekali ada diskusi bagi para nelayan. Dalam diskusi ini diceritakan mengenai kendala, penyuluhan, dan berbagai keluhan yang dialami oleh para nelayan. Jika ada kapal nelayan yang mengalami masalah dengan kapal non nelayan, hal tersebut juga dibahas dalam forum ini. Namun rapat dan forum seperti ini bisa diadakan secara mendadak jika terjadi kecelakaan kapal tanker baik yang menyebabkan minyak tumpah maupun rusaknya jaring nelayan karena terkena jangkar. Jika hal itu terjadi maka para nelayan akan bersatu dan menuntut pihak yang berkepentingan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pada saat seperti inilah dapat terlihat bahwa akses politik nelayan baik. Biasanya mereka menyampaikan aspirasinya dalam musyawarah dengan pemerintah dan pihak swasta serta kepolisian. Walaupun ketika musyawarah tingkat kebupaten tidak semua nelayan dapat hadir melainkan hanya para pengurus kelompok nelayan, namun sebelumnya sebagian besar nelayan akan aktif berpartisipasi dalam penyelesaian permasalahan pada forum tingkat kelompok. Aspirasi mereka didengar oleh pemerintah dan industri terkait dalam proses penyelesaian permasalahan tersebut. Jika aspirasi mereka tidak didengar maka mereka akan mengambil jalan lain, yaitu berdemonstrasi ke industri terkait dan pemerintaan. Namun demonstrasi ini tergolong aman dan tidak anarki. Ketika demonstrasi berlangsung, nelayan akan menyampaikan keluhan 54 yang mereka rasakan lebih keras dan tegas. Walaupun ada pula beberapa nelayan yang tidak pernah ikut demonstrasi karena alasan pribadi. Berdasarkan fakta pembentukan zonasi tersebut maka dapat dikatakan bahwa nelayan di sekitar Teluk Penyu tersebut tidak memiliki partisipasi yang tinggi. Mereka hanya masyarakat yang menerima peraturan dari pemerintah mengenai batas zonasi di perairan tersebut. Tingkat partisipasi mereka tinggi hanya ketika terjadi kecelakaan kapal non nelayan yang secara nyata merugikan nelayan secara ekonomi. Namun kesempatan tersebut tidak terlalu besar karena banyak diantara mereka yang masih mengeluhkan penyelesaiaan permasalahan yang diambil. 55 BAB VI KETERKAITAN PARTISIPASI NELAYAN DALAM MENENTUKAN WILAYAH ZONASI PESISIR Bab sebelumnya telah dijelaskan baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif bahwa pada kenyataannya karakteristik individu nelayan tidak mempengaruhi tingkat partisipasi nelayan. Selain itu tingat partisipasi nelayan yang tergolong rendah secara keseluruhan juga tidak berpengaruh terhadap pembentukkan zonasi yang terdapat di perairan Cilacap. Penyebabnya adalah pembentukkan zonasi yang terdapat di sana merupakan hasil keputusan langsung dari pemerintah pusat top down. Namun jika dilihat, perairan tersebut memiliki dua zonasi utama yaitu zonasi pertambangan dan zonasi perikanan. Pada bab ini akan lebih difokuskan pada zonasi dua kegiatan tersebut dan pemanfaatannya.

6.1 Zonasi Pertambangan

Dokumen yang terkait

Prospek Peranan Sukun dalam Food Security (Keamanan Pangan), dan Tataniaga Sukun Studi Kasus di Kelurahan Tritih Kulon, Kecamatan Cilacap, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah

1 11 126

Pengaruh Perikanan Apong terhadap Keberadaan Sumberdaya Udang (PENAEID) di Perairan Karang Anyar, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah (Studi Kasus di Perairan Segara Anakan, Kabupaten Cilacap)

0 11 154

Asset-Asset Sosial Pada Komunitas Nelayan (Studi Kasus Proses Mobilisasi Asset Sosial Pada Komunitas Nelayan Di Kelurahan Cilacap, Kecamatan Cilacap Selatan, Cilacap, Jawa Tengah)

0 17 188

Rancang-bangun Jaring Sirang (Bottom Gillnet) di Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah

0 18 62

Model Pengelolaan Sumberdaya Udang Penaeidae spp di Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah

0 6 172

Model Pengelolaan Sumberdaya Udang Penaeidae spp di Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah

2 21 93

Pengaruh Perikanan Apong terhadap Keberadaan Sumberdaya Udang (PENAEID) di Perairan Karang Anyar, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah (Studi Kasus di Perairan Segara Anakan, Kabupaten Cilacap)

0 2 72

Analisis pemasaran ikan laut segar di Kabupaten Cilacap (Studi Kasus di Kecamatan Cilacap Selatan, Cilacap)

3 37 159

STUDI ETNOFARMAKOLOGI TUMBUHAN SEBAGAI OBAT DI KELURAHAN KUTAWARU KECAMATAN CILACAP TENGAH KABUPATEN CILACAP

0 0 16

PENERAPAN SISTEM EVAKUASI TSUNAMI DI KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN CILACAP, KASUS : KECAMATAN CILACAP SELATAN Tsunami Evacuation System Application In Cilacap Regency Urban Area, Case : Southern Cilacap District

0 0 12