74
karena angin tenggata yang kuat. Selain itu pilot pandu terlalu dekat dengan karang. Kapal meneruskan perjalanannya dan menabrak benda yang tidak
terpetakan pada radar. Setelah terjadi kecelakaan tersebut, pihak terkait seperti pemerintah daerah
dan administrasi pelabuhan diberitahu mengenai pencemaran. Kemudian ada pencatatan muatan yang tumpah serta menjaga muatan yang masih tersisa.
Pencemaran yang terjadi diatasi dengan cara yang sama seperti kejadian sebelumnya. Kemudian ada negosiasi mengenai kompensasi dari pihak
perusahaan kepada nelayan yang mengalami kerugian. Kompensasi ini mencapai angka yang hampir sama dengan angka kompensasi sebelumnya.
8.2 Analisis Konflik
8.2.1 Jenis Konflik
Hasil dari penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa terdapat satu jenis konflik yang sangat dominan di wilayah perairan Cilacap ini. Konflik
itu adalah konflik lingkungan. Penyebab utama konflik ini adalah pencemaran yang terjadi karena kecelakaan kapal tanker yang mengangkut minyak mentah.
Konflik lingkungan yang pertama disebabkan oleh kebocoran tanki Nomor 1 kapal tanker MT King Fisher pada tahun 2000. Kemudian konflik kedua terjadi
karena lambung sebelah kanan tanki Nomor 1 kapal tanker MT Lucky Lady pecah sehingga minyak mentah tumpah ke perairan pada tahun 2004. Pada Gambar 16
diperlihatkan bagaimana proses terjadinya konflik lingkungan tersebut.
75
Gambar 17 Proses Konflik Lingkungan Kebocoran tanki akibat menabrak karang tersebut menyebabkan minyak
mentah yang diangkut menggenangi permukaan perairan. Namun hingga saat ini belum dapat dipastikan sejauh mana tumpahan tersebut mencemari lingkungan
laut. Sementara itu nelayan mengaku bahwa tumpahan minyak tersebut merusak jaring mereka. Walaupun telah seminggu hingga sebulan kejadian tersebut telah
berlalu tetapi jika mereka menabur jaring dan mengangkatnya maka yang terangkat adalah minyak mentah berwarna hitam.
Beberapa informan baik dari kalangan nelayan maupun aparat pemerintahan menyatakan bom minyak oil boom yang diberikan pada genangan
minyak di permukaan akan mengakibatkan genangan tersebut tenggelam ke dasar laut. Hal ini yang menyebabkan jaring nelayan kotor terkena minyak mentah
ketika mereka mengangkatnya. Sementara itu beberapa pihak menduga bahwa musim paceklik selama tiga tahun terakhir ini salah satu penyebabnya adalah
karena tumpahan minyak tersebut. Dugaan ini seperti yang tertulis pada koran elektronik Tempo Interaktif pada hari Jumat tanggal 10 September 2004 pukul
16:57 dimana Ketua II HNSI Cilacap, Indon Cahyono mengatakan,”Ini musibah Keterangan 1: Keterangan 2:
= berhubungan = konflik = menyebabkan = meminta
Kecelakaan kapal tanker
Laut tercemar
Nelayan tidak
dapat melaut
Aktor: Kompensasi
Perusahaan Nelayan
Pemerintah HNSI
Mu ‐
sya ‐
warah Pem
‐ belaan
Jumlah korban
76
besar bagi kami. Soalnya banyak ikan akan mati dan lainnya pergi menghindari perairan Cilacap, paling tidak untuk 3 tahun.”
Tumpahan minyak yang mengakibatkan pencemaran tersebut melibatkan berbagai pihak turun tangan untuk mengatasinya. Dalam konflik lingkungan ini
terdapat empat aktor utama, yaitu perusahaan, nelayan, HNSI, dan pemerintah yang di dalamnya juga terdapat aparat keamanan. Dalam kejadian tersebut
nalayan meminta kompensasi atas kerugian yang mereka terima kepada perusahaan. Namun tentu saja permohonan ganti rugi ini juga melibatkan HNSI
sebagai wadah dari para nelayan. Kemudian HNSI menghitung jumlah nelayan yang terkena kerugian dan harus mendapatkan kompensasi. Namun perusahaan
menolak hal tersebut karena jumlah korban ternyata sangat banyak dan jauh dari perhitungan perusahaan. Menurut aparat pemerintahan dan juga nelayan, jika ada
kejadian seperti ini maka jumlah nelayan akan melambung tinggi. Bahkan masyarakat biasa yang bukan nelayan bisa dihitung sebagai nelayan. Hal ini yang
tidak disetujui oleh perusahaan. Penolakan
perusahaan terhadap
permintaan HNSI ini dibahas dalam sebuah musyawarah antara semua aktor terkait. Pembahasan mengenai jumlah
korban yang harus menerima ganti rugi serta jumlah kompensasi menjadi polemik tersendiri dalam kejadian tersebut. Sementara itu minyak mentah yang tumpah di
laut masih tersisa. Ketika perusahaan tidak menerima jumlah korban yang diajukan maka perusahaan menghentikan terlebih dahulu pembersihan minyak
tumpah. Sementara itu nelayan menuntut dan bahkan berdemonstrasi untuk meminta hak mereka. Demonstrasi yang dilakukan oleh nelayan tidak tergolong
anarki. Mereka hanya menyerukan hak-hak mereka dan membawa sependuk- sepanduk dengan berbagai macam tulisan.
Situasi semakin memanas ketika nelayan melakukan demonstrasi. Di lain pihak perusahaan tidak mau menerima tuntutan kompensasi yang di luar
perhitungan mereka. Hal ini mengakibatkan pemerintah turut ikut turun tangan dan melakukan pemeriksaan jumlah korban dan jumlah dana kompensasi yang
harus dibayar. Setelah beberapa waktu berlalu, persoalan mengenai hal tersebut dibahas kembali dalam musyawarah. Para aktor terkait berunding hingga
menemukan suatu mufakat. Setelah masing-masing aktor sepakat maka
77
perusahaan kembali membersihkan tumpahan minyak mentah hingga tuntas. Dana kompensasi disalurkan kepada nelayan yang menjadi korban.
Dana kompensasi ini tidak menutupi kerugian yang dialami oleh nelayan. Namun mereka tidak dapat melakukan tindakan yang lebih jauh lagi sehingga
mereka hanya pasrah menerimanya. Di lain pihak, nelayan masih ragu akibat dari tumpahan minyak mentah tersebut. Seperti telah dikutip dari koran Tempo di atas
bahwa nelayan masih resah mengenai dampak jangka panjang yang akan terjadi. Mereka berpikir bahwa paceklik selama tiga tahun terakhir ini merupakan dampak
jangka panjang dari kecelakaan kapal tanker tersebut.
8.2.2 Sifat Konflik