64
BAB VII
PENGARUH ZONASI WILAYAH PESISIR TERHADAP AKSES SUMBERDAYA ALAM NELAYAN
7.1 Akses Sumberdaya Alam Nelayan
Akses sumberdaya alam nelayan dalam penelitian ini dilihat dari seberapa besar nelayan dapat menjangkau samudera yang biasa dijadikan sebagai tempat
mencari nafkah. Berdasarkan hasil kuesioner dapat diketahui bahwa dalam melaut, nelayan tidak memiliki batasan-batasan yang mengatur mereka. Walaupun
benar adanya secara hukum ada undang-undang yang mengatur sejauh mana nelayan tradisional diperbolehkan melaut dan ada pula batasan terkait jalur
pelayaran. Namun demikian, bagi nelayan peraturan tersebut tidak berlaku karena pada kenyataannya mereka bebas memasuki wilayah laut manapun kecuali daerah
lego jangkar kapal tanker. Wilayah samudera tersebut tidak bisa dimasuki oleh kapal nelayan karena selalu dipenuhi oleh kapal tanker yang sedang menunggu
giliran untuk memasuki dermaga. Berdasarkan hasil penelitian mengenai nilai pemanfaatan diketahui bahwa
seluruh nelayan memiliki jawaban yang sama mengenai hak pemanfaatan sumberdaya alam. Mereka bebas keluar masuk wilayah laut serta dapat
menangkap ikan secara bebas. Selain itu mereka juga mengawasi kelestarian laut dengan cara tidak menggunakan jaring apong. Hal ini untuk menghidari
pengambilan ikan yang masih kecil. Nelayan mengatakan akses sumberdaya alam dan kepemilikannya tergolong jelas. Hal yang dimaksudkan di sini adalah mereka
dapat bebas melaut kemana pun. Berdasarkan pertanyaan yang diajukan hanya ada satu pertanyaan yang
bernilai negatif bagi mereka yaitu aturan pengelolaan laut tidak ditetapkan oleh mereka. Aturan ini sudah ada berdasarkan undang-undang yang berlaku baik dari
bidang perikanan. Peraturan dari bidang perikanan kurang dipatuhi oleh nelayan. Peraturan ini berkaitan dengan jauhnya jarak yang boleh ditempuh oleh nelayan
kelas tradisional yaitu dari 0 sampai 6 mil. Terkadang ada nelayan tradisional yang melanggar peraturan tersebut dengan alasan mencari hasil tangkap yang
lebih banyak.
65
Jika kembali melihat Gambar 9 pada pembahasan sebelumnya, dapat diketahui bahwa ada satu responden dalam penelitian ini yang melaut lebih jauh
satu mil dari ketentuan yang berlaku baginya. Sementara itu seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa jarak maksimal nelayan tradisional untuk melaut
adalah 6 mil. Sedangkan setelah zonasi dilakukan, pada Gambar 10 diketahui bahwa semakin banyak nelayan tradisional yang melaut melebihi jarak 6 mil. Hal
ini membuktikan bahwa nelayan membutuhkan usaha yang lebih banyak untuk memanfaatkan sumberdaya alam di samudera tersebut untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari-hari. Namun hal ini bukan disebabkan karena mereka tidak boleh lagi berlayar di tempat biasa mereka melaut melainkan karena mereka
jarang mendapatkan hasil jika tetap di tempat biasa. Berdasarkan pengakuan nelayan tradisional, tidak ada larangan bagi
nelayan untuk melaut di daerah tertentu. Mereka dapat memasuki semua wilayah samudera dan mencari ikan di tempat tersebut. Walaupun ada jalur pelayaran
kapal tanker, kapal tongkang, dan kapal kargo, namun nelayan mengetahui batasan tersebut dan dapat mengantisipasi keberadaaan mereka. Terkadang ada
nelayan yang mencari ikan di sana tetapi ketika akan ada kapal yang akan memasuki dermaga atau keluar darinya maka nelayan tersebut akan pergi. Namun,
berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa nelayan tidak akan memasuki area lego jangkar kapal non nelayan yang sedang menunggu giliran untuk masuk ke
dermaga. Mereka juga tidak mendekati wilayah tersebut karena takut jaring yang ditabur terkena jangkar kapal sehingga dapat rusak. Pengetahuan nelayan
mengenai keberadaan jangkar kapal yang sedang dilego tidak memadai sehingga tidak jarang ada jaring nelayan yang rusak karena terkena jangkar.
7.2 Analisis Keterkaitan