71
BAB VIII PENGARUH AKSES SUMBERDAYA ALAM
TERHADAP KONFLIK
Perubahan akses sumberdaya alam yang dialami oleh nelayan tidak terlalu berpengaruh terhadap konflk yang terjadi. Hal ini disebabkan karena para nelayan
lebih banyak pasrah atas keadaan yang terjadi. Hal ini terlihat pada nelayan yang tetap melaut pada jarak dan dalam waktu yang sama. Nelayan tidak dapat berbuat
banyak untuk meningkatkan hasil tangkapannya. Selain itu merekapun tidak mengetahui faktor penyebab yang mengakibatkan musim paceklik terjadi selama
tiga tahun terakhir ini. Konflik yang terjadi selama ini disebabkan oleh keberadaan kapal tanker
dan tongkang saat mengalami kecelakaan. Semenjak tahun 1975 yaitu saat salah satu industri mulai dibangun di Cilacap sudah ada tiga kecelakaan kapal tanker.
Dua di antaranya yaitu kapal tanker MT. King Fisher dan Lucky Lady. Berikut ini merupakan deskripasi mengenai kecelakaan tersebut.
8.1 Kecelakaan Kapal Tanker
8.1.1 Kapal Tanker MT. King Fisher
Semenjak adanya industri di wilayah Cilacap pada pertengahan tahun 1970-an terjadi tiga kecelakaan besar. Ketiga kecelakaan tersebut merupakan
kecelakaan kapal tanker yang membawa minyak bumi. Kecelakaan pertama terjadi pada akhir tahun 1970-an. Kecelakaan kedua terjadi pada tahun 2000
tepatnya pada tanggal 1 April. Kapal tanker MT. King Fisher yang sedang membawa minyak mentah sebanyak 600 MB dari Dumai dan Tanjung Santan,
Kalimantan menuju Cilacap. Kapal ini membentur karang sehingga menyebabkan kebocoran pada tanki No. 1. Selanjutnya minyak yang dibawa oleh kapal itu
tumpah ke perairan dan pantai sekitar. Penanggulangan minyak yang tumpah itu dilakukan dengan cara memasang oil boom dan melakukan penyemprotan minyak
dengan menggunakan dispersan. Kemudian pada tanggal 2 April 2000 kapal ditarik ke ambang luar
Pelabuhan Tanjung Intan yang berjarak kurang lebih 10 Km dari pantai. Beberapa
72
waktu setelah kejadian itu dibentuk Tim Krisis Awal penanggulangan pencemaran untuk menanggulangi pencemaran pada Areal 70. Mereka melakukan
pembersihan di wilayah pantai dengan bantuan 300 orang nelayan. Pembersihan dilakukan secara manual yaitu dengan mengumpulkan minyak-minyak tersebut ke
dalam drum yang telah disediakan oleh perusahaan bersangkutan. Akibat dari kecelakaan tersebut terjadi pencemaran pantai oleh minyak berwarna hitam
sepanjang 25 Km. Pantai-pantai yang tercemar adalah Pantai Teluk Penyu, Pantai Lengkong, Pantai Tegal Katilayu, dan Pantai Srandil. Diperkirakan minyak yang
tumpah sebanyak 4.000 barel. Pencemaran ini terjadi karena ketidaksepurnaan dari oil boom yang dipasang dan bentangnya pendek sehingga tumpahan minyak
masih mengalir di sekitar lokasi kapal yang pada akhirnya sampai di pantai. Keesokan harinya, tanggal 3 April 2000, Kantor Adminsitrasi Pelabuhan
Tanjung Intan masih menemukan tumpahan minyak di beberapa daerah perairan sekitar Pantai Lengkong. Untuk mengatasi hal ini kantor tersebut mengerahkan
2000 penduduk untuk membersihkannya dengan kompensasi Rp 30.000,00 per orang per hari. Kemudian Kapal MT. King Fisher tersebut diperintahkan agar
menepi di SPM untuk membongkar sebagian muatannya pada tanggal 5 April 2000. Untuk mengantisipasi gejolak di masyarakat maka pemerintah daerah
setempat melakukan koordinasi dengan para lurah, tokoh masyarakat, Tim SAR Wijaya Kusuma, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia HNSI cabang Cilacap,
KUD Mino Saroyo, serta aparat keamanan setempat. Hari Kamis tanggal 6 April 2000, pemerintah daerah melaporkan bahwa
pembersihan pantai di Teluk Penyu dari tumpahan minyak telah selesai 100 persen, sedangkan minyak di Pantai Srandil selesai 90 persen serta sebanyak 20
persen minyak di Pantai Lengkong dan Tegal Katilayu masih tersisa. Kemudian terjadi perselisihan antara perusahaan dengan masyarakat nelayan tentang jumlah
orang yang harus menerima kompensasi. Hal ini menyebabkan pemberhentian pengerjaan pembersihan minyak. Permasalahan ini juga terjadi karena minyak
yang tumpah tersebut juga menempel di perahu-perahu nelayan. Tim Bapedal melakukan pulbaket monografi ketiga desa dimana terdapat
nelayan mengalami kerugian atas tumpahan minyak tersebut, yaitu Kelurahan Karang Benda, Kelurahan Adireja, dan Kelurahan Bunton. Sebenarnya Kelurahan
73
Adireja dan Kelurahan Bunton tidak terkena pencemaran tersebut namun karena nelayan yang berasal dari daerah tersebut juga melakukan kegiatan di Pantai
Srandil, maka merekapun menuntut ganti rugi. Pada hari Selasa tanggal 11 April 2000 para pihak terkait melakukan rapat
dengan nelayan di kantor KUD Mino Saroyo. Pertemuan yang berakhir pada pukul 23.00 WIB ini menghasilkan beberapa tuntutan, yaitu:
1. Tuntutan jangka pendek:
a. Bersihkan lingkungan dari pencemaran.
b. Gantikan jaring nelayan yang rusak.
2. Tuntutan jangka panjang:
a. Gantikan kehilangan penghasilan selama tidak dapat melaut.
b. Perbaiki kondisi lingkungan.
Berdasarkan informasi yang peneliti peroleh dari hasil wawancara dengan beberapa informan, diketahui bahwa ganti rugi ini disetujui oleh pihak
perusahaan. Untuk biaya kompensasi tersebut, perusahaan mengeluarkan dana belasan miliar rupiah. Kemudian dana tersebut diberikan kepada pihak terkait
untuk disalurkan kepada nelayan-nelayan yang mengalami kerugian.
8.1.2 Kapal Tanker MT. Lucky Lady