Dinamika Konflik Manajemen Konflik

15 sterotype negatif yang dibentuk satu pihak terhadap pihak lain yang mengurangi rasa saling menghormati antar mereka. 6. Teori transformasi konflik. Konflik muncul akibat ketidakstaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya, dan ekonomi. Menurut Satria 2009, faktor-faktor penyebab konflik yang dikemukakan oleh Ginting 1998 dapat dijelaskan sebagi berikut: 1. Faktor sosial dapat yang digambarkan dengan kesenjangan teknologi penangkapan ikan. Selain itu, faktor tersebut dapat dilihat dari banyak sedikitnya pihak yang terlibat dalam konflik, keberadaan tokoh dalam konflik, keberadaan pihak yang bertolak belakang, isu yang berkembang, populasi nelayan, latar belakang budaya dan adat istiadat, adanya keinginan tertentu, dan keberadaan peraturan dan penegakan hukum Budiono 2005. 2. Faktor ekonomi berhubungan dengan mekanisme harga ataupun sistem bagi hasil nelayan. Namun menurut Budiono 2005, faktor ekonomi dalam konflik dapat dilihat dari kompetisi dalam pemanfaatan sumberdaya, persepsi masyarakat terhadap stok sumberdaya, dan kondisi perekonomian masyarakat. 3. Faktor budaya berkaitan dengan perbedaan identitas, tetapi faktor ini tidak pernah berdiri sendiri atau menjadi penyebab utama suatu konflik. 4. Faktor bio-fisik dapat digambarkan oleh kerusakan lingkungan yang pada akhirnya dapat mengurangi ketersediaan sumberdaya ikan.

2.1.2.4 Dinamika Konflik

Analisis dinamika konflik dilakukan setelah pemetaan konflik. Untuk menganalisis dinamika konflik maka kita harus memperhatikan sumber-sumber konflik di dalamnya. Jika mengacu pada Wehr dan Bartos 2003 dalam Susan 2010, dinamika konflik bisa dilihat dari tingkat kekerasan atau coercive action. Eskalasi konflik semakin tinggi ketika intensitas tindakan koersif semakin tinggi 16 dan mematikan. Konflik mengalami deeskalasi ketika tingkat kekerasan mengalami penurunan. Sedangkan jika mengacu pada Fisher 2001 dalam Susan 2010, maka terdapat empat tahapan dinamika konflik, yaitu: 1. Prakonflik adalah periode pada saat terdapat suatu ketidaksesuaian sasaran di antara dua pihak atau lebih sehingga menimbulkan konflik. 2. Konfrontasi, dalam tahap ini memperlihatkan pada saat konflik mulai terbuka. 3. Krisis adalah puncak konflik. Dalam tahap ini terjadi aksi kekerasan. 4. Pasca konflik adalah situasi diselesaikan dengan cara mengakhiri berbagi konfrontasi kekerasan, ketegangan berkurang, dan hubungan mengarah ke lebih normal di antara kedua belah pihak.

2.1.2.5 Manajemen Konflik

Terdapat beberapa karakteristik teknik penyelesaian masalah menurut Mitchell et al. 2007 yang mengacu pada Maguire dan Boiney 1994, yaitu: 1. Lebih menekankan pada kesamaan kepentingan kelompok yang saling bersengketa daripada posisi tawar menawar. 2. Berpikir kreatif untuk mencari upaya penyelesaian. 3. Mencari jalan tengah untuk menemukan tujuan bersama. 4. Menuntut kesepakatan banyak pihak untuk suatu keputusan. Mitchell et al 2007 mengatakan, ketika sengketa muncul berkaitan dengan berbedanya kepentingan tentang alokasi sumberdaya dan lingkungan, paling tidak ada empat pendekatan dapat dipakai untuk penyelesaiannya, yaitu: politisi, administrasi, hukum, dan alternatif penyelesaian masalah. Keempatnya tidak selalu berdiri sendiri, tetapi dapat digunakan secara bersama. Hal ini tergantung kepada situasi dan kondisi konflik yang terjadi. Pendekatan politisi dilakukan oleh politisi dan pengambil keputusan yang melihat berbagai nilai dan kepentingan yang berbeda. Dalam hal ini bantuan dan nasihat para ahli juga dibutuhkan. Pendekatan administrasi dilakukan melalui operasi pengelolaan sumberdaya yang secara resmi dibentuk dan diberikan 17 kesempatan pada para birokrat untuk mengambil keputusan. Pendekatan hukum dilakukan melalui pengaduan dan pengadilan. Pendekatan ini diberikan penekanan pada fakta, pengalaman, prosedur, dan argumen. Hal ini mengakibatkan prosesnya memakan waktu lama, biayanya lama [sic] banyak, dan bersifat adversarial. Sedangkan pendekatan Alternati Penyelesaian Konflik APK muncul sebagai jawaban atas ketidakpuasan pendekatan hukum yang menjunjung kesadaran dan partisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaan lingkungan dan sumberdaya alam. Terdapat empat jenis APK, yaitu: konsultasi publik, negosiasi, mediasi, dan arbitrasi. Konflik bisa juga diselesaikan melalui salah satu proses yang asosiatif, yaitu akomodasi Soekanto 2002. Istilah akomodasi dipergunakan dalam dua arti yaitu untuk menunjuk pada suatu keadaan dan untuk menunjuk pada proses. Akomodasi yang menunjuk pada suatu keadaan, berarti adanya suatu kesimbangan dalam interaksi antara orang perorangan atau kelopok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma sosial dan nilai sosial yang berlaku di masyarakat. Dalam suatu proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha untuk mencapai kestabilan. Akomodasi dapat juga diartikan sebagai proses adaptasi. Tujuan dari akomodasi adalah untuk mengurangi pertentangan, mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu secara temprorer, untuk memungkinkan terjadinya kerja sama, dan mengusahakan peleburan antar kelompok. Terdapat beberapa bentuk akomodasi sebagai suatu proses, yaitu: 1. Paksaan Coercion, suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh karena adanya paksaan. Dalam proses ini terdapat pihak yang lebih lemah dari lainnya. Pelaksanaannya dapat dilakukan dengan cara fisik ataupun psikologis; 2. Kompromi Compromise, pihak yang terlibat saling saling mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada; 3. Arbitrasi Arbitration, suatu cara untuk mencapai kompromi apabila pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri. Pertentangan diselesaikan oleh pihak ketiga yang dipilih oleh kedua 18 belah pihak atau badan yang memiliki kedudukan lebih tinggi dari pihak yang bertikai; 4. Mediasi Mediation, dalam proses ini diundang pihak ketiga yang netral dalam soal perselisihan yang ada. Pihak ketiga bertindak sebagi penasihat dan tidak mempunyai wewenang untuk memberi keputusan; 5. Konsiliasi Conciliation, suatu usaha untuk mempertemukan keinginan dari pihak yang berselisih demi tercapainya suatu tujuan bersama; 6. Tenggang rasa atau toleransi Toleration, suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal; 7. Berhenti Stalemate, kondisi dimana pihak yang bertentangan karena mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada suatu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya; dan 8. Adjudikasi atau membawa masalah ke pengadialan Adjudication, penyelesaian pekara di pengadilan.

2.1.2.6 Dampak Konflik

Dokumen yang terkait

Prospek Peranan Sukun dalam Food Security (Keamanan Pangan), dan Tataniaga Sukun Studi Kasus di Kelurahan Tritih Kulon, Kecamatan Cilacap, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah

1 11 126

Pengaruh Perikanan Apong terhadap Keberadaan Sumberdaya Udang (PENAEID) di Perairan Karang Anyar, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah (Studi Kasus di Perairan Segara Anakan, Kabupaten Cilacap)

0 11 154

Asset-Asset Sosial Pada Komunitas Nelayan (Studi Kasus Proses Mobilisasi Asset Sosial Pada Komunitas Nelayan Di Kelurahan Cilacap, Kecamatan Cilacap Selatan, Cilacap, Jawa Tengah)

0 17 188

Rancang-bangun Jaring Sirang (Bottom Gillnet) di Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah

0 18 62

Model Pengelolaan Sumberdaya Udang Penaeidae spp di Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah

0 6 172

Model Pengelolaan Sumberdaya Udang Penaeidae spp di Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah

2 21 93

Pengaruh Perikanan Apong terhadap Keberadaan Sumberdaya Udang (PENAEID) di Perairan Karang Anyar, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah (Studi Kasus di Perairan Segara Anakan, Kabupaten Cilacap)

0 2 72

Analisis pemasaran ikan laut segar di Kabupaten Cilacap (Studi Kasus di Kecamatan Cilacap Selatan, Cilacap)

3 37 159

STUDI ETNOFARMAKOLOGI TUMBUHAN SEBAGAI OBAT DI KELURAHAN KUTAWARU KECAMATAN CILACAP TENGAH KABUPATEN CILACAP

0 0 16

PENERAPAN SISTEM EVAKUASI TSUNAMI DI KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN CILACAP, KASUS : KECAMATAN CILACAP SELATAN Tsunami Evacuation System Application In Cilacap Regency Urban Area, Case : Southern Cilacap District

0 0 12