Penyebab Kemiskinan TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Mawardi 2004, menyebutkan ada enam kategori yang menyebabkan kemiskinan, antara lain: 1. Ketidakberdayaan Faktor ketidakberdayaan merupakan faktor di luar kendali masyarakat miskin, yang mencakup aspek ketersediaan lapangan pekerjaan, tingkat biayaharga baik barang konsumsi, sarana produksi, maupun harga jual produksi, kebijakan pemerintah, sistem adat, lilitan hutang, keamanan, dan takdirkodrat. Aspek takdir ini merupakan bentuk kepasrahan dari masyarakat miskin karena kondisi kemiskinan yang mereka alami sudah sedemikian rupa sehingga timbullah sikap apatis dan mereka menganggap bahwa hanya mukjizat Tuhan yang bisa mengubah keadaan. 2. Kekurangan materi Kategori kekurangan materi adalah kepemilikan atau tidak memiliki berbagai macam aset, seperti rumah, tanah, modal kerja, warisan, serta rendahnya penghasilan karena upah atau hasil panen yang rendah. Faktor kekurangan materi merupakan faktor penyebab kemiskinan yang dominan selain faktor ketidakberdayaan. 3. Keterkucilan Faktor keterkucilan terkait dengan hambatan fisik dan nonfisik dalam mengakses kesempatan meningkatkan kesejahteraan, antara lain karena lokasi yang terpencil, prasarana transportasi yang buruk, tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah, akses terhadap kredit, pendidikan, kesehatan, irigasi dan air bersih tidak adakurang memadai. 4. Kelemahan fisik Faktor kelemahan fisik antara lain: kondisi kesehatan, kemampuan kerja, kurang makan dan gizi, dan masalah sanitasi. Pada umumnya kondisi kesehatan yang buruk dianggap lebih penting sebagai penyebab kemiskinan dibandingkan faktor ketidakmampuan bekerja. 5. Kerentanan Faktor kerentanan mencerminkan kondisi ketidakstabilan atau guncangan yang dapat menyebabkan turunnya tingkat kesejahteraan. Kerentanan juga mencakup aspek pemutusan hubungan kerja PHK, pekerjaan tidak tetap, masalah dalam produksi, bencana alam dan musibah dalam keluarga. 6. Sikap dan perilaku Kebiasaan buruk atau sikap yang cenderung menghambat kemajuan masuk dalam kategori ini. Didalamnya mencakup kurangnya upaya untuk bekerja, tidak bisa mengatur uang atau boros, masalah ketidakharmonisan keluarga, serta kebiasaan berjudimabuk. Smeru 2001, menyampaikan delapan penyebab dasar kemiskinan, antara lain: 1 kegagalan kepemilikan terutama tanah dan modal, 2 keterbatasan bahan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana, 3 adanya kecenderungan kebijakan yang diambil pemerintah bias perkotaan dan bias sektor, 4 sistem yang kurang mendukung dan perbedaan kesempatan antar masyarakat, 5 perbedaan sumberdaya manusia dan perbedaan sektor ekonomi tradisional versus modern, 6 produktivitas dan tingkat pembentukan modal yang rendah, 7 budaya hidup yang cenderung dikaitkan dengan kemampuan seseorang dalam mengelola sumberdaya alam dan lingkungan, dan 8 tata kelola pemerintahan yang belum baik. Suryawati 2005, menyampaikan beberapa penyebab kemiskinan pedesaan, antara lain: 1. Natural assets, mencakup tanah dan air. Sebagian besar masyarakat desa hanya menguasai lahan yang relatif kecil sebagai mata pencahariannya. 2. Human assets, yakni kualitas sumberdaya manusia di perdesaan masih rendah dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. 3. Physical assets, masih rendahnya akses masyarakat ke infrastruktur dan pelayanan umum antara lain jalan, listrik dan telekomunikasi. 4. Financial assets, yakni tabungan yang masih kecil dan keterbatasan akses untuk memperoleh modal usaha. 5. Social assets, lebih kepada pengaruh politik. Papilaya 2006, meneliti tentang akar dan strategi pengentasan kemiskinan di tiga kabupatenkota yang terletak di Provinsi Gorontalo. Dari hasil penelitian mereka dinyatakan bahwa akar penyebab kemiskinan yang paling menentukan yaitu kurang produktifnya perilaku rumahtangga miskin dan kurang normatifnya perilaku elit. Secara kualitatif, kurang produktifnya perilaku rumahtangga miskin terlihat dari perilaku seperti perilaku hedonis, konsumtif, ketergantungan, suka berhutang, apatis dan fatalis. Sementara itu, kurang normatifnya perilaku elit dapat terlihat pada perilaku mencari keuntungan rent seeking behavior pelaksana program kemiskinan seperti yang diungkapkan oleh rumahtangga miskin pada waktu diskusi kelompok terfokus FGD. Disamping itu, perilaku mengutamakan keluarga dekat nepotisme dan perilaku pilih kasih favoritisme. 2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kemiskinan 2.3.1 Jumlah Penduduk Sumberdaya manusia merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi, namun tidak semata-mata tergantung dari jumlah penduduknya saja, tetapi lebih ditekankan pada efisiensi dan produktivitas dari penduduk tersebut. Jumlah penduduk yang terlalu banyak atau kepadatan penduduk yang terlalu tinggi akan menjadi penghambat pembangunan ekonomi di negara berkembang. Pendapatan per kapita yang rendah dan tingkat pembentukan modal yang rendah semakin sulit bagi negara berkembang untuk menopang ledakan jumlah penduduk. Sekalipun output meningkat sebagai hasil teknologi yang lebih baik dan pembentukan modal, peningkatan ini akan ditelan oleh jumlah penduduk yang terlalu banyak. Alhasil, tidak ada perbaikan dalam laju pertumbuhan nyata perekonomian Jhingan, 2003. Jhingan 2003 mengemukakan pengaruh buruk pertumbuhan penduduk yang tinggi terhadap perekonomian yang dalam hal ini pendapatan per kapita. Pertumbuhan penduduk cenderung memperlambat pendapatan per kapita melalui tiga cara, yaitu: 1 ia memperberat beban penduduk pada lahan; 2 ia menaikkan barang konsumsi karena kekurangan faktor pendukung untuk menaikkan penawaran mereka; 3 memerosotkan akumulasi modal, karena dengan tambah anggota keluarga, biaya meningkat. Kondisi ini akan semakin parah apabila persentase anak-anak pada keseluruhan penduduk tinggi, karena anak-anak hanya menghabiskan dan tidak menambah produk, dan jumlah anak yang menjadi tanggungan keluarga lebih besar daripada jumlah mereka yang menghasilkan, sehingga pendapatan per kapita menjadi rendah. Siregar dan Wahyuniarti 2007, dalam penelitiannya tentang “Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin” menghasilkan temuan bahwa peningkatan jumlah populasi penduduk sebesar 1000 orang akan meningkatkan jumlah penduduk miskin sebanyak 249 orang. Penemuan yang sama diperoleh Suparno 2010 yang menunjukkan bahwa peningkatan jumlah penduduk terbukti meningkatkan jumlah kemiskinan di Indonesia.

2.3.2 Produk Domestik Regional Bruto PDRB perkapita

Pro poor growth menurut Kakwani, et al. 2004 yaitu pertumbuhan ekonomi yang lebih memberikan keuntungan atau manfaat bagi penduduk miskin dan memberikan kesempatan untuk memperbaiki keadaan ekonominya. Jika ini terjadi maka akan berdampak semakin banyak penduduk miskin yang mengalami peningkatan pendapatan dan mampu keluar dari kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi yang pro poor akan terwujud jika pertumbuhan ekonomi lebih banyak dihasilkan dari partisipasi ekonomi penduduk miskin. Hal ini berdampak pada tingkat kemiskinan yang semakin mengecil. Beberapa pendapat mengenai keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan seperti diuraikan Todaro dan Smith 2006. Pendapat pertama, pertumbuhan yang cepat berakibat buruk pada kaum miskin. Hal ini terjadi karena kaum miskin akan tergilas dan terpinggirkan oleh perubahan struktural pertumbuhan modern. Pendapat kedua, di kalangan pembuat kebijakan, pengeluaran publik yang digunakan untuk menanggulangi kemiskinan akan mengurangi dana yang dapat digunakan untuk untuk mempercepat pertumbuhan. Pendapat ketiga, kebijakan untuk mengurangi kemiskinan bukan memperlambat laju pertumbuhan, dengan argumen sebagai berikut: 1. Kemiskinan membuat kaum miskin tidak punya akses terhadap sumber daya, menyekolahkan anaknya, tidak punya peluang berinvestasi sehingga akan memperlambat pertumbuhan perkapita. 2. Data empiris menunjukkan kaum kaya di negara miskin tidak mau menabung dan berinvestasi di negara mereka sendiri.