Realisasi Pengeluaran Pembangunan APBD

besar nilai realisasi pengeluaran APBD menunjukkan semakin besar pula peran pemerintah daerah dalam penyediaan fasilitas pelayanan publik seperti pendidikan dan kesehatan serta penyediaan lapangan pekerjaan terutama untuk penduduk miskin. Menurut Fan, et al, 1999, pengeluaran pemerintah dapat memberikan pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap kemiskinan. Dampak langsung pengeluaran pemerintah adalah manfaat yang diterima penduduk miskin dari berbagai program peningkatan pendapatan dan kesejahteraan pekerja, serta skema bantuan dengan target penduduk miskin. Dampak tidak langsung berasal dari investasi pemerintah dalam infrastruktur, riset, pelayanan kesehatan dan pendidikan bagi penduduk, yang secara simultan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di seluruh sektor dan berdampak pada penciptaan lapangan kerja yang lebih luas dan peningkatan pendapatan terutama penduduk miskin serta lebih terjangkaunya harga kebutuhan pokok. Pengeluaran pemerintah juga diperlukan sebagai stimulus pertumbuhan ekonomi untuk membantu mendayagunakan sumber daya secara berkelanjutan bagi pengeluaran pemerintah di masa depan. Pertumbuhan ekonomi merupakan sarana utama penyediaan solusi yang permanen dalam mengatasi masalah kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan penduduk secara keseluruhan. Besarnya pengeluaran pemerintah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengurangan kemiskinan di berbagai negara, disamping juga dipengaruhi oleh pertumbuhan PDB riil perkapita, perubahan ketidakmerataan dan tingkat ketidakmerataan awal. Besarnya pengeluaran pemerintah dalam APBN atau APBD memiliki hubungan yang signifikan dengan pengurangan jumlah penduduk miskin. Peningkatan pengeluaran pemerintah akan mampu mengurangi jumlah penduduk miskin.

2.3.4 Jumlah Pekerja Sektor Pertanian

Sektor pertanian merupakan sumber mata pencaharian utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang mayoritas tinggal di perdesaan. Dari tahun 2000 hingga 2008, sekitar 40 persen angkatan kerja nasional melakukan aktivitas ekonomi di sektor pertanian BPS 2008. Seiring dengan maraknya isu industrialisasi dan alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan menyebabkan lahan pertanian mengalami pengurangan, bahkan semakin banyak pula penduduk yang tidak mempunyai lahan sama sekali. Semakin berkurang lahan pertanian maka produktivitas pertanian turun sehingga output pertanian juga turun, dan dampaknya adalah terjadinya penurunan pendapatan petani. Jika pendapatan petani berkurang maka sulit bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga kemiskinan bertambah. Menurut Arsyad 2010, satu faktor penyebab kemiskinan di sektor pertanian adalah rendahnya produktivitas di sektor tersebut dan hal ini salah satunya disebabkan oleh distribusi lahan pertanian yang semakin timpang. Ketimpangan penguasaan lahan pertanian terjadi di Indonesia sudah sejak lama. Program land reform dilaksanakan pada pertengahan tahun 1960-an oleh pemerintahan pada masa itu, namun program ini tidak berhasil mengatasi masalah ketimpangan penguasaan lahan ini seiring dengan perubahan sistem politik dan ekonomi pada masa rezim orde baru. Sebuah realita menunjukkan bahwa pertanian di Indonesia didominasi oleh petani kecil petani gurem. Petani gurem adalah petani dengan luas lahan garapan kurag dari 0,5 ha. Pada tahun 1983, jumlah petani gurem sekitar 46,2 persen dari keseluruhan petani. Duapuluh tahun kemudian, yaitu tahun 2003, jumlah petani gurem meningkat menjadi 56,4 persen. Salah satu sebab rendahnya produktivitas pertanian adalah rendahnya tingkat pendidikan petani dan buruh tani relatif rendah. Menurut teori pertumbuhan endogen, pendidikan merupakan pendorong meningkatnya output melalui peningkatan produktivitas pekerja karena sumberdaya manusia yang berkualitas. Pada tahun 2003, sekitar 31,62 persen petani di Indonesia tidak pernah mengenyam pendidikan formal, dan sebagian besar tinggal di perdesaan. Petani yang berpendidikan dasar sekitar 44,98 persen, dan hanya sekitar 1,69 persen petani yang pernah menempuh pendidikan di perguruan tinggi BPS 2003. Nurkse dalam Arsyad 2010 dalam satu konsepnya mengenai lingkaran kemiskinan, menyebutkan bahwa timbulnya lingkaran setan kemiskinan disebabkan kurangnya akses dalam pembentukan modal. Lembaga perbankan yang ada di Indonesia masih kurang menjangkau petani kecil. Petani yang paling