4. Menganalis besarnya pengaruh faktor kultural terhadap terhadap kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian maka manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi mengenai dinamika kemiskinan, kaitan antara budaya masyarakat dan pengeluaran rumahtangga serta
faktor-faktor yang memengaruhi kemiskinan di Provinsi Nusa Tengggara Timur.
2. Sebagai bahan pertimbangan pemerintah pusat dan daerah dalam mengambil kebijakan agar upaya penanggulangan kemiskinan menjadi lebih efektif.
1.5 Cakupan dan Keterbatasan Penelitian
Cakupan yang dianalisis dalam penelitian ini
adalah seluruh kabupatenkota di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kabupaten yang mengalami
pemekaran setelah tahun 2002 digabungkan pada kabupaten induknya. Kabupaten Sumba Barat Daya dan Sumba Tengah digabungkan dengan Kabupaten Sumba
Barat, Kabupaten Nagakeo digabungkan dengan Kabupaten Ngada, Kabupaten Manggarai Timur di gabungkan dengan Kabupaten Manggarai.
Analisis dilakukan pada setiap kabupatenkota dengan periode analisis 2000-2010. Data yang digunakan berupa data sekunder, yaitu data kemiskinan,
jumlah penduduk, jumlah pekerja sektor pertanian, rata-rata lama sekolah, PDRB per kapita, pengangguran,
realiasi pengeluaran pembangunan Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah APBD, pengeluaran pesta dan upacara, pengeluaran konsumsi tembakau dan sirih pinang serta data-data pendukung yang relevan
dengan penelitian. Data bersumber dari Badan Pusat Statistik BPS, dan sumber- sumber lainnya.
Halaman ini sengaja dikosongkan
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Definisi Kemiskinan
Definisi kemiskinan telah mengalami perluasan, seiring dengan semakin kompleksnya faktor penyebab, indikator maupun permasalahan lain yang
melingkupinya. Kemiskinan tidak lagi hanya dianggap sebagai dimensi ekonomi melainkan telah meluas hingga dimensi sosial, kesehatan, pendidikan dan politik.
Kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki maupun perempuan, tidak terpenuhi hak-hak
dasarnya untuk menpertahankan dan mengembangakan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar terdiri dari hak- hak yang dipahami oleh masyarakat
miskin sebagai hak mereka untuk dapat menikmati kehidupan yang lebih bermartabat dan hak yang diakui dalam peraturan perundang-undangan. Hak-hak
dasar yang diakui secara umum ini meliputi hak akan kebutuhan pangan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, sumber daya alam dan lingkungan
hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial dan politik Kuncoro, 2006.
Menurut Damanhuri 2010, terdapat empat macam bentuk kemiskinan yaitu kemiskinan relatif, kemiskinan absolut dan kemiskinan struktural serta
kemiskinan kultural. Pertama, kemiskinan relatif adalah kondisi kemiskinan yang disebabkan oleh pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu
menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Kedua, kemiskinan absolut merupakan kondisi miskin yang
ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang
diperlukan untuk hidup dan bekerja. Ukuran yang dipakai adalah dengan menghitung jumlah penduduk miskin yang berada dibawah “garis kemiskinan”
poverty line. Ketiga
, Kemiskinan Stuktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi struktur, atau tatanan kehidupan yang tak menguntungkan misalnya
kemiskinan karena lokasi tempat tinggal yang terisolasi. Keadaan ini akan diperparah dengan struktur yang menghambat misalnya kalangan UMKM yang
sulit akses kepada permodalan perbankan, sehingga tetap miskin bahkan makin terpuruk karena daya beli yang menurun akibat inflasi, sementara usaha tak
berkembang disebabkan kesulitan modal dimana akses kepada perbankan sangat sulit. Selain itu juga, petani dan pertanian terkorbankan oleh kebijakan
industrialisasi yang mengorbankan tanah mereka, alokasi APBN, APBD, tata ruang, perbankan dan seterusnya lebih menyalurkan alokasinya kepada
pembangunan industri manufaktur. Keempat
, kemiskinan Kultural adalah kondisi yang diakibatkan oleh faktor-faktor adat dan budaya suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang
atau sebuah komunitas. Misalnya sikap malas, etos kerja rendah, tak siap berkompetisi, sikap menerabas, mengambil jalan pintas, jika perlu dengan
melanggar hokumkorupsi, dan lain sebagainya. Friedman
1979, mendefinisikan kemiskinan sebagai kurangnya
kesempatan untuk mengakumulasikan aset-aset produktif, organisasi sosial dan politik yang mampu mewujudkan kepentingan umum, sosialisasi yang dapat
memberikan kesempatan untuk bekerja, informasi dan pendidikan serta teknologi yang menjadi tuntutan hidup.
Scott 1979, mengartikan kemiskinan dari sudut pandang pendapatan, baik dalam bentuk materi maupun nonmateri. Scott mengemukakan tiga definisi
kemiskinan. Pertama, kemiskinan merupakan buruknya kondisi seseorang karena kurangnya pendidikan, kesehatan dan transportasi. Hal ini mengakibatkan
kemampuan dan produktivitas kerja menurun sehingga pendapatan yang diperoleh tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kedua, definisi miskin yang
disebabkan karena kurangnya aset produktif seseorang, seperti uang, tanah, rumah dan fasilitas lainnya. Ketiga, kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi kehidupan
seseorang atau masyarakat yang tidak dipenuhi kebutuhan nonmaterinya, seperti hak kebebasan, hak untuk memperoleh pekerjaan yang layak, hak untuk merdeka
dan kebutuhan nonmateri lainnya. Berdasarkan urain tersebut kemiskinan bisa dipandang sebagai suatu keadaan yang kompleks, tidak hanya berkenaan dengan
tingkat pendapatan, tetapi juga dari aspek sosial, lingkungan bahkan keberdayaan dan tingkat partisipasinya.