Pengeluaran Keperluan Pesta dan Upacara serta Tembakau dan Sirih Pinang

akan menyebabkan pembentukan modal yang kecil. Dengan kata lain, tingkat tabungan akan semakin besar jika pendapatan yang digunakan untuk konsumsi dapat diperkecil. Badan Pusat Statistik menggunakan konsep pendekatan pengeluaran untuk menghitung besarnya konsumsi masyarakat. Pengeluaran dibagi dalam dua bagian yaitu pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan makanan dan non makanan. Pengeluaran untuk makanan terdiri dari sumber karbohidrat, sumber protein, sayur-mayur, buah-buah, minuman, tembakau dan sirih pinang, dan lain sebagainya. Sedangkan pengeluaran untuk non makanan meliputi kebutuhan dasar untuk papan, sandang, sekolah, transportasi, serta kebutuhan rumahtangga dan individu yang mendasar lainnya, termasuk pengeluaran untuk keperluan pesta dan upacara. Mengkonsumsi sirih pinang termasuk tembakau bagi seluruh suku yang berada di Nusa Tenggara Timur adalah tradisi atau adat yang telah ada turun temurun bahkan menjadi bagian penting dalam upacara-upacara adat suku-suku di Nusa Tenggara Timur. Sirih pinang dalam budaya ketimuran pada umumnya dan Nusa Tenggara Timur khususnya memiliki nilai sosial yang tinggi yang berfungsi sebagai penghormatan dan penghargaan kepada tamu yang berkunjung ke rumah. Sirih pinang juga biasa dipakai sebagai “snack” pembuka dalam setiap pertemuan atau dipakai sebagai simbol atau pelengkap ritual adat. Intinya bahwa sirih pinang merupakan alat perekat persaudaraan dalam kehidupan masyarakat yang akan terus dicari untuk melengkapi kehidupan masyarakat Nakmofa, 2010. Dengan kondisi budaya seperti ini maka pengeluaran untuk tembakau dan sirih pinang yang besar akan mengurangi tabungan sehingga memperkecil pembentukan modal dan pada akhirnya lingkaran setan kemiskinan tidak akan terputus. Budaya pesta dan upacara adat juga yang seringkali dilakukan oleh masyarakat Nusa Tenggara Timur. Benu 2006 dan Nakmofa 2010, menyatakan bahwa kondisi budaya pesta dan upacara adat di Nusa Tenggara Timur sebagai salah satu penyebab kemiskinan. Salah satu pendapat yang paling banyak dikemukakan oleh masyarakat adalah menyangkut pengaruh “belis” mahar perkawinan terhadap kondisi kesejahteraan keluarga. Mahar atau “belis” perkawinan yang besar akan mengurangi bagian untuk tabungan dan memperkecil pembentukan modal.

2.4 Kerangka Pemikiran

Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan daerah yang memiliki pendapatan perkapita terendah di Indonesia. Persentase kemiskinan juga masih tergolong tinggi yaitu pada peringkat ketiga setelah Provinsi Papua dan Papua Barat. Program penanggulangan kemiskinan yang berasal dari pemerintah pusat masih bersifat homogen untuk setiap daerah. Gambar 1. Kerangka pemikiran. Banyak program penanggulangan kemiskinan telah dilakukan tetapi pendapatan perkapita rendah dan tingkat kemiskinan masih tinggi Kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur Implementasi kebijakan di Provinsi NTT Regresi Data Panel Analisis faktor-faktor yang memengaruhi kemiskinan Faktor-faktor yang memengaruhi kemiskinan Deskripsi kimiskinan di Provinsi NTT Ekonomi Kultural Kondisi sosial ekonomi masyarakat Nusa Tenggara Timur berbeda dengan daerah lainnya di Indonesia, sehingga program penanggulangan kemiskinan kurang efektif dan mengakibatkan persentase kemiskinan di Nusa Tenggara Timur masih tergolong tinggi. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dilihat baik secara ekonomi maupun kultural. Kondisi ekonomi dan kultural yang berbeda dengan daerah lain di Indonesia menyebabkan faktor-faktor yang memengaruhi kemiskinan di Nusa Tenggara Timur juga berbeda. Analisis deskriptif dilakukan untuk menggambarkan kondisi umum dan dinamika kemiskinan serta kaitan antara budaya masyarakat dan pengeluaran rumahtangga di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kemiskinan di Nusa Tenggara Timur. Lebih lanjut, merumuskan kebijakan yang diharapkan lebih efektif menanggulangi kemiskinan di Nusa Tenggara Timur. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini sajikan dalam Gambar 1.

2.5 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang disusun dalam penelitian ini adalah: a Jumlah penduduk, jumlah tenaga kerja sektor pertanian, jumlah pengangguran, pengeluaran keperluan pesta dan upacara, pengeluaran tembakau dan sirih pinang akan berpengaruh positif terhadap peningkatan kemiskinan atau peningkatan pada variabel-variabel akan berdampak menambah kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. b Pengeluaran pembangunan APBD, PDRB perkapita, rata-rata lama sekolah akan mempunyai pengaruh negatif pada peningkatan kemiskinan atau penurunan pada variabel-variabel tersebut akan berdampak mengurangi kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur.