Tingkat Pendidikan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kemiskinan .1 Jumlah Penduduk

2006 menemukan adanya hubungan positif antara tingkat pendidikan dengan upahgaji yang diterima oleh pekerja. Menurut teori pertumbuhan endogen yang dipelopori oleh Lucas dan Romer 1996, pendidikan merupakan salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi. Pendidikan menjadi sarana untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang nantinya menghasilkan tenaga kerja yang lebih produktif. Tenaga kerja yang mempunyai produktivitas tinggi akan menghasilkan output yang lebih banyak sehingga secara agregat akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Andersson et.al 2005 dalam penelitiannya yang berjudul Determinants of Poverty in Lao PDR menyatakan bahwa pendidikan seseorang sebagai salah satu determinan konsumsi per kapita. Suparno 2010 menemukan bahwa rata-rata lama sekolah yang menunjukkan tingkat pendidikan masyarakat mampu menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia. Masyarakat yang berpendidikan tinggi akan mempunyai keterampilan dan keahlian, sehingga dapat meningkatkan produktivitasnya. Peningkatan produktivitas akan meningkatkan output perusahaan, peningkatan upah pekerja, peningkatan daya beli masyarakat sehingga akan mengurangi kemiskinan.

2.3.7 Pengeluaran Keperluan Pesta dan Upacara serta Tembakau dan Sirih Pinang

Menurut teori lingkaran setan kemiskinan yang dikemukana oleh Nurske dalam Damanhuri 2010 menyatakan bahwa terdapat suatu rangkaian kekuatan yang saling memengaruhi sehingga menimbulkan keadaam dimana suatu negaradaerah akan tetap miskin. Bagi Nurske, hal terpenting dalam lingkaran setan kemiskinan adalah segala keadaan yang menimbulkan adanya hambatan dalam pembentukan modal yang tinggi. Di mana, di satu pihak pembentukan modal ditentukan oleh tingkat tabungan, dan di pihak yang lain oleh perangsang untuk menanam modal. Menurut Keynes dalam Mankiw 2008, Pendapatan dapat digunakan untuk konsumsi dan tabugan atau Y= C+S. Dimana Y= pendapatan, C= konsumsi dan S= savingtabungan. Jika diasumsikan bahwa tingkat pendapatan tetap dan konsumsi meningkat maka bagian dari pendapatan yang akan digunakan untuk tabungan semakin menurun atau kecil. Tingkat tabungan yang kecil tersebut akan menyebabkan pembentukan modal yang kecil. Dengan kata lain, tingkat tabungan akan semakin besar jika pendapatan yang digunakan untuk konsumsi dapat diperkecil. Badan Pusat Statistik menggunakan konsep pendekatan pengeluaran untuk menghitung besarnya konsumsi masyarakat. Pengeluaran dibagi dalam dua bagian yaitu pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan makanan dan non makanan. Pengeluaran untuk makanan terdiri dari sumber karbohidrat, sumber protein, sayur-mayur, buah-buah, minuman, tembakau dan sirih pinang, dan lain sebagainya. Sedangkan pengeluaran untuk non makanan meliputi kebutuhan dasar untuk papan, sandang, sekolah, transportasi, serta kebutuhan rumahtangga dan individu yang mendasar lainnya, termasuk pengeluaran untuk keperluan pesta dan upacara. Mengkonsumsi sirih pinang termasuk tembakau bagi seluruh suku yang berada di Nusa Tenggara Timur adalah tradisi atau adat yang telah ada turun temurun bahkan menjadi bagian penting dalam upacara-upacara adat suku-suku di Nusa Tenggara Timur. Sirih pinang dalam budaya ketimuran pada umumnya dan Nusa Tenggara Timur khususnya memiliki nilai sosial yang tinggi yang berfungsi sebagai penghormatan dan penghargaan kepada tamu yang berkunjung ke rumah. Sirih pinang juga biasa dipakai sebagai “snack” pembuka dalam setiap pertemuan atau dipakai sebagai simbol atau pelengkap ritual adat. Intinya bahwa sirih pinang merupakan alat perekat persaudaraan dalam kehidupan masyarakat yang akan terus dicari untuk melengkapi kehidupan masyarakat Nakmofa, 2010. Dengan kondisi budaya seperti ini maka pengeluaran untuk tembakau dan sirih pinang yang besar akan mengurangi tabungan sehingga memperkecil pembentukan modal dan pada akhirnya lingkaran setan kemiskinan tidak akan terputus. Budaya pesta dan upacara adat juga yang seringkali dilakukan oleh masyarakat Nusa Tenggara Timur. Benu 2006 dan Nakmofa 2010, menyatakan bahwa kondisi budaya pesta dan upacara adat di Nusa Tenggara Timur sebagai salah satu penyebab kemiskinan. Salah satu pendapat yang paling banyak dikemukakan oleh masyarakat adalah menyangkut pengaruh “belis” mahar perkawinan terhadap kondisi kesejahteraan keluarga. Mahar atau “belis”