Rumusan Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Terkait dengan sektor pertanian di Nusa Tenggara Timur, hasil estimasi menunjukkan bahwa banyaknya pekerja sektor pertanian berpengaruh pada peningkatan kemiskinan. Kebijakan yang seharusnya diambil adalah mengembangkan usaha berbasis pertanian agroindustri. Pengembangan usaha agroindustri menjadi alternatif untuk mengurangi banyaknya pekerja pertanian dan mengatasi pengangguran. Usaha ini akan sangat bermanfaat, dimana banyaknya pekerja pertanian dapat beralih menjadi pekerja di usaha agroindustri. Dengan berkembangnya usaha tersebut, lapangan pekerjaan akan semakin bertambah dan pengangguran dapat berkurang. Di sisi yang lain, usaha agroindustri akan menguntungkan banyak pihak, antara lain petani, pengusaha dan pekerjanya. Bagi petani, berkembangnya usaha agroindustri akan memudahkan mereka untuk memasarkan hasil panennya dan memacu semangat mereka untuk menghasilkan output yang lebih baik kuantitas maupun kualitasnya. Bagi pengusaha, hasil pertanian dan tenaga kerja yang banyak memudahkan mereka untuk mendapatkan input produksi sehingga akan menghasilkan output yang banyak. Output yang banyak akan menambah keuntungan bagi pengusaha dan meningkatkan kesejahteraannya. Bagi masyarakat, banyaknya output akan membuka kesempatan kerja yang lebih banyak bagi mereka sehingga penduduk yang tadinya menganggur dapat memperoleh pekerjaan. Lebih lanjut, output yang banyak akan menjadikan harga barang hasil produksi murah sehingga daya beli masyarakat meningkat, kesejahteraan meningkat dan kemiskinan menurun. Dalam upaya menurunkan kemiskinan, kualitas sumberdaya manusia menjadi salah satu penentu keberhasilannya. Pendidikan menjadi sarana untuk mendapatkan keterampilan dan keahlian yang akan mempengaruhi produktivitas seseorang dalam bekerja. Menurut data BPS NTT 2011, terdapat sekitar 45 persen penduduk di Nusa Tenggara Timur yang tidak tamat SD dan hanya lulus setingkat SD dan 27 persen penduduk yang lulus SD. Sedangkan sisanya, sekitar 28 persen yang lulus SMP keatas. Fakta ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk masih sangat rendah dan jika dikaitkan dengan produktivitas kerja maka rendahnya pendidikan akan menyebabkan produktivitas juga rendah. Produktivitas yang rendah hanya akan dihargai dengan upah yang rendah sehingga kesejahteraan sulit untuk meningkat dan kemiskinan tidak kunjung berkurang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata lama sekolah akan menurunkan kemiskinan. Menanggapi realita ini, seyogyanya kebijakan pemerintah mewajibkan masyarakat untuk menempuh pendidikan sampai pada level pendidikan yang lebih tinggi. Kesempatan kerja bagi para lulusan pendidikan dasar terbatas, kebanyakan dari mereka menjadi pengangguran atau bekerja di sektor pertanian pendapatan rendah. Jika hal ini terus terjadi maka penderitaan penduduk miskin akan berlangsung lama. Akibat kurangnya pendidikan, tidak sedikit masyarakat miskin yang beranggapan bahwa menyekolahkan anak-anak tidak penting. Anak-anak mereka dipaksa untuk ikut bekerja membantu orang tuanya. Jika keadaan ini tidak segera diatasi maka kemiskinan ini akan diwariskan pada generasi selanjutnya. Langkah pemerintah untuk membantu penduduk miskin keluar dari kemiskinan salah satunya dengan memperbanyak beasiswa bagi masyarakat miskin sampai jenjang SMU agar membuka wawasan dan merubah pola pikir mereka ke arah yang lebih baik. Setelah lulus mereka dapat memasuki dunia kerja dengan bekal pengetahuan dan keterampilan. Dengan bekal inilah mereka dapat meningkatkan produktivitas kerjanya, yang selanjutnya dapat memperbaiki kondisi perekonomiannya, meningkatkan kesejahteraanya sehingga rantai kemiskinan bisa terputus. Peningkatan pendidikan penduduk miskin selain menguntungkan mereka dari sisi peningkatan pendapatan, secara umum perekonomian akan mengalami pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan membuka peluang kerja bagi masyarakat sehingga mereka dapat meningkatkan kesejahteraannya. Dalam penelitian ini pertumbuhan ekonomi didekati dengan PDRB per kapita. Berdasarkan hasil estimasi, peningkatan PDRB perkapita akan menurunkan kemiskinan. Agar peningkatan PDRB perkapita lebih dirasakan oleh penduduk miskin, maka kebijakan yang seharusnya dilakukan adalah meningkatkan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi dimana sebagian besar penduduk miskin bekerja. Menurut BPS 2008, sebanyak 56,35 persen penduduk miskin menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Peningkatan pertumbuhan sektor pertanian dapat dilakukan dengan mengurangi pekerja pertanian yang sudah sangat melimpah dan berupaya mengembangkan usaha agroindustri. Menurut Susilowati 2007, pengembangan usaha agroindustri makanan memiliki pengaruh yang baik dalam meningkatkan pemerataan pendapatan rumahtangga dan besar peranannya dalam meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Sementara itu, usaha agroindustri nonmakanan akan berdampak pada peningkatan output, nilai tambah modal dan mengurangi kemiskinan. Kebijakan kedua adalah mengupayakan peningkatan pendapatan penduduk miskin yang bekerja di luar sektor pertanian. Penduduk miskin yang berprofesi sebagai pengusaha kecil seringkali menghadapi kendala kurangnya modal untuk mengembangkan usaha mereka. Maka dari itu, kemudahan akses kredit ke lembaga keuangan sangat mereka butuhkan untuk mengembangkan usahanya. Usaha yang semakin berkembang dapat meningkatkan pendapatan dan kesehteraan mereka, sehingga hidup dalam kemiskinan tidak mereka alami lagi. Kebijakan ketiga, pemberian bekal pengetahuan dan keterampilan kepada angkatan kerja sangat penting. Pengetahuan dan keterampilan kerja dapat diberikan melalui training, kursus-kursus dan percobaan-percobaan. Dengan memiliki bekal keterampilan, pekerja dapat meningkatkan produktivitasnya dan bagi pengusaha kecil, hasil dari pelatihan ini dapat dikembangkan dalam usaha mereka. keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Sisi positif dari budaya Nusa Tenggara Timur adalah saling membantu satu sama lain yang dikenal dengan istilah “kumpul keluarga”. Tradisi “kumpul keluarga” tersebut sesungguhnya adalah modal bagi masyarakat Nusa Tenggara Timur untuk melakukan pembaruan, inovasi atau rekayasa budaya menjadi kekuatan ekonomi yang berbasiskan budaya yang lebih menyentuh masyarakat miskin. Adat istiadat butuh pembaruan. Pembaruan kebudayaan itulah yang menjadi satu dari sekian banyak hal yang dapat dipertimbangkan dalam pembangunan ke depan. Pembaruan bukan berarti meninggalkan apa yang menjadi pusaka kultural, melainkan memformatnya secara baru tanpa melepaskan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Pembangunan tidak harus mengubah budaya lokal tetapi format budaya lokal yang tidak menguntungkan harus dicarikan bentuk yang lebih relevan. Intervensi urusan adat masyarakat dapat dijadikan solusi. Hal ini diawali dengan program ‘duduk bersama’ atau diskusi dengan para pemuka adat dan tokoh masyarakat, mulai dari tingkat dusun, desa dan kelurahan sampai level daerahkabupaten. Tujuannya semata-mata untuk mengajak dan membantu mengembangkan kesadaran kritis masyarakat akan hakikat dan persoalan kebudayaannya. Kemudian, dibicarakan bersama format adat yang lebih tepat atau lebih sederhama secara ekonomis, agar menekan sampai sekecil mungkin kerugian ekonomis yang mesti ditanggung untuk upacara-upacara budaya. Selanjutnya, perlu pendekatan-pendekatan persuasif yang terus-menerus dan terprogram, yang melibatkan segenap stakeholder seperti Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, LSM, dan lembaga-lembaga pendidikan. Budaya hemat, budaya menabung, dan kebiasaan menyusun prioritas kebutuhan pun harus di kampanyekan terus-menerus. Kabupaten yang menjadi prioritas untuk melakukan intervensi urusan adat adalah Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Sumba Timur dan Kabupaten Kupang karena hasil kajian menunjukan bahwa daerah-daerah tersebut masih memegang teguh budaya dan adat istiadat memiliki persentase kemiskinan, indeks kedalaman dan keparahan lebih besar dibandingkan dengan daerah lainnya Kelompok Usaha Bersama KUB adalah salah satu solusi yang lain untuk melakukan rekayasapembaruan budaya menjadi kekuatan ekonomi masyarakat di Nusa Tenggara Timur. KUB dilakukan dengan cara memanfaatkan tradisi “kumpul keluarga” untuk memberdayakan masyarakat, terutama masyarakat miskin. Solusi terakhir adalah peningkatan pendidikan untuk merubah pola pikir tentang budaya pesta yang menunjukan prestise di kalangan masyarakat akan semakin berubah kearah yang lebih baik.

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan tujuan dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Dinamika kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur menunjukan bahwa pada tahun 2005 hingga tahun 2010 persentase kemiskinan di sebagian besar kabupatenkota mengalami penurunan , kecuali Kabupaten Ende, Kabupaten Rote Ndao dan Kota Kupang yang mengalami peningkatan. Apabila dilihat dari sisi keparahan dan kedalaman kemiskinan juga memberikan hasil kajian yang sama yaitu sebagian besar kabupaten kota mengalami penururan indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan, kecuali Kabupaten Ende, Kabupaten Rote Ndao dan Kota Kupang yang cenderung tetap. Hasil kajian juga menunjukan bahwa kabupatenkota yang masih memegang teguh budaya dan adat istiadat memiliki persentase kemiskinan, indeks kedalaman dan keparahan lebih besar dibandingkan dengan daerah lainnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Daerah-daerah tersebut adalah Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Sumba Timur dan Kabupaten Kupang. 2. Kaitan antara budaya dan pengeluaran rumahtangga adalah konsumsi tembakau dan sirih pinang melampaui pengeluaran untuk biaya pendidikan dan kesehatan yaitu secara rata-rata sebesar 5,15 persen sedangkan untuk biaya pendidikan hanya sebesar 2,47 persen dan biaya kesehatan hanya sebesar 1,40 persen. Persentase pengeluaran untuk pesta dan upacara terhadap total pengeluaran bukan makanan adalah sebesar 4,12 persen relatif sama dengan pengeluaran untuk kesehatan yaitu 3,96 persen dan lebih rendah dari pengeluaran untuk pendidikan yaitu 6.91 persen. 3. Berdasarkan hasil estimasi regresi data panel, faktor-faktor yang berpengaruh nyata signifikan dan berdampak menambah jumlah penduduk miskin jika variabel-variabel tersebut ditingkatkan adalah jumlah penduduk, jumlah pekerja sektor pertanian, jumlah pengangguran terbuka, jumlah pengeluaran pesta dan upacara, sedangkan faktor PDRB per kapita, pengeluaran pembangunan APBD berdampak mengurangi kemiskin jika variabel-variabel tersebut di tingkatkan. 4. Besarnya pengaruh faktor kultural terhadap kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah yang terkecil diantara enam faktor lainnya yaitu faktor pengeluaran pesta dan upacara hanya sebesar 0,08 persen dan berpengaruh nyata signifikan, sedangkan untuk tembakau dan sirih pinang sebesar 0,03 persen tetapi tidak signifikan.

7. 2 S a r a n

Berdasarkan kesimpulan yang telah dilakukan maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: 1. Mengingat faktor peningkatan jumlah penduduk sangat berpengaruh terhadap peningkatan kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur maka program Keluarga Berencana KB perlu ditingkatkan untuk membatasi angka kelahiran, terutama pada kelompok masyarakat miskin. 2. Peningkatan pendapatan masyarakat melalui berbagai upaya penyediaan lapangan kerja diluar sektor pertanian dan pengembangan usaha agroindustri menjadi alternatif untuk mengurangi banyaknya pekerja pertanian dan mengatasi pengangguran. 3. Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, mewajibkan masyarakat usia sekolah untuk menempuh pendidikan sampai pada level pendidikan minimum SMP dan pemberian beasiswa kepada masyarakat miskin. 4. Memperbesar alokasi dana pengeluaran pembangunan APBD untuk belanja modal dan mengusahakan peningkatan Pendapatan Asli Daerah PAD. 5. Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Sumba Timur dan Kabupaten Kupang menjadi priotas dalam strategi penanggulangan kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

7.3 Saran Penelitian Lanjutan

Penelitian dapat dilanjutkan dengan menggunakan kombinasi data primer dan data sekunder tentang pengaruh budaya terhadap kemiskinan di Nusa Tenggara Timur. Hasil estimasi variabel penggunaan tembakau dan sirih pinang tidak signifikan. Hal ini diduga disebabkan oleh keterbatasan data, cakupan waktu dan wilayah penelitian.